Efek Domino Rokok, Bukan Cuma Masalah Kesehatan

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.
Sumber :

VIVA – British American Tobacco, salah satu perusahaan rokok terbesar di dunia, siap menguji vaksin COVID-19 buatan mereka ke manusia. Produsen rokok Lucky Strike itu mengklaim membuat vaksin menggunakan protein dari daun tembakau. Mereka kemudian berharap mendapat tanggapan positif dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA/BPOM).

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Seperti dikutip dari situs Marketwatch, Rabu, 5 Agustus 2020, British American Tobacco menggunakan tanaman tembakau untuk mengembangkan vaksin yang berasal dari urutan genetik SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Metode ini menghasilkan vaksin lebih cepat dibanding pendekatan konvensional yang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menghasilkan vaksin.

Membuat vaksin Virus Corona COVID-19 menggunakan tembakau, sangat berbeda efeknya terkait dengan kesehatan. Seperti diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan merokok dapat meningkatkan gejala COVID-19 seseorang. Sebagai informasi, kaitan antara rokok dan COVID-19 terjalin melalui kandungan pada virus yang lebih 'menyukai' sel-sel di tubuh perokok.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

Disebutkan pula bahwa perlu ada reseptor di permukaan sel tubuh yang dikenali virus corona yaitu ACE2, CD209, dan CLEC4M. Lebih lanjut, WHO menekankan, penggunaan tembakau mengakibatkan penyakit dan disabilitas dan merusak hampir semua organ dalam tubuh termasuk paru-paru.

Saat Virus Corona menyerang paru-paru, apalagi ketika organ itu sudah rusak akibat tembakau, serangannya dapat menimbulkan dampak lebih parah pada tubuh. "Tembakau memengaruhi sistem kekebalan tubuh, artinya Anda lebih tak berdaya melawan infeksi," tulis akun WHO. Lain halnya pembahasan rokok di Indonesia.

Bea Cukai Kalbagsel Musnahkan Barang Kena Cukai Ilegal Senilai 7 Miliar Rupiah

Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Sahmihudin menuturkan, kebiasan merokok masyarakat tidak bisa dihentikan oleh mahalnya harga rokok akibat kenaikan cukai rokok pada tahun lalu.

Bahkan, kata dia, masyarakat di beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, beralih ke rokok produksi rumahan, yang harga per bungkusnya hanya Rp3.000 hingga Rp5.000 isi 16 batang. Kondisi ini menjadi salah satu sebab munculnya perokok-perokok pemula di kalangan remaja.

"Jangan jadikan alasan bahwa kenaikan cukai rokok tahun depan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Masih banyak makanan dan minuman instan yang merusak kesehatan. Itu juga harus mendapat perhatian serius dari pemerintah," jelas dia, kemarin.

Sahmihudin juga mengingatkan rokok elektrik atau e-cigarette lebih membahayakan kesehatan para perokok ketimbang rokok konvensional. Selain berbahaya bagi kesehatan juga akan mematikan industri rokok kretek nasional, rokok khas Indonesia, di samping pula rokok putih.

Rencana Penerapan Simplifikasi Penarikan Cukai Tahun 2021 dinilai merugikan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Selain akan mengurangi pendapatan negara dari cukai rokok, konsumsi rokok ilegal dan murah di kalangan masyarakat justru akan meningkat.

Hal ini akan berdampak kepada perusahaan rokok skala kecil dan menengah yang diprediksi akan berguguran. Jutaan petani tembakau dan buruh industri rokok akan kehilangan pekerjaan.

"Pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai, dari 10 tier menjadi 3 tier. Tetap pakai yang selama ini sudah berjalan baik. Industri hasil tembakau nasional yang bernilai strategis harus dilindungi," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Chandra Fajri Ananda.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya