Manusia Purba Pernah Mampir di Arab Saudi

Gurun Nefud di Arab Saudi.
Sumber :
  • dw.com

VIVA – Para ilmuwan baru-baru ini menemukan sekelompok kecil homo sapiens atau manusia purba pernah berburu mamalia besar seperti unta, kerbau, dan gajah di wilayah yang kini termasuk bagian utara Arab Saudi. Temuan ini menunjukkan drastisnya perubahan iklim yang telah dialami oleh Bumi.

Profil Irjen Daniel Kapolda Papua Barat yang Minta Maaf Gegara Anak Buah Salah Ketik 'Manusia Purba'

Saat ini, Jazirah Arab berciri khas pemandangan gurun pasir yang luas dan gersang, sebuah daerah yang tidak ramah untuk didiami manusia purba dan hewan yang mereka buru.

Baca: Manusia Purba juga Ngerasain Nikmatnya Sakit Gigi

Cek Fakta: Ditemukan Fosil Manusia Raksasa Berukuran 7 Meter

Akan tetapi, penelitian selama dekade belakangan menunjukkan bahwa tampaknya kondisi geografis Bumi tidak selalu seperti ini. Karena variasi iklim alami, pada sekitar 120 ribu tahun silam atau yang juga dikenal sebagai periode interglasial terakhir, keadaan alam di sana jauh lebih hijau dan lebih lembab.

“Pada waktu tertentu di masa silam, gurun yang mendominasi bagian dalam semenanjung pernah berupa padang rumput yang luas dengan danau dan sungai air tawar permanen," ungkap Richard Clark-Wilson, salah satu penulis studi terbaru yang diterbitkan di jurnal ilmiah Science Advances, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle, Senin, 21 September 2020.

Alasan Manusia Purba jadikan Gua sebagai Tempat Tinggal

Ia melanjutkan, nenek moyang manusia pada saat itu berhenti untuk sekadar minum dan mencari makan di sekitar danau dangkal yang juga sering dikunjungi unta, kerbau, dan gajah yang lebih besar daripada jenis yang ada sekarang.

Sekelompok manusia purba ini memanfaatkan adanya lubang berair untuk membantu mereka bisa bertahan dalam menempuh perjalanan jauh. Gambaran kehidupan manusia purba di daerah itu secara terperinci direkonstruksi oleh para peneliti dalam studi itu.

Sebelumnya, ditemukan juga jejak kaki manusia dan hewan purba di Gurun Nefud, Arab Saudi. Jejak ini memberi petunjuk baru tentang rute yang diambil leluhur manusia saat mereka menyebar keluar dari Benua Afrika.

Penulis utama makalah tersebut yakni Mathew Stewart, dari Institut Max Planck untuk Ekologi Kimia di Jerman, mengatakan bahwa jejak kaki itu ditemukan selama penelitian program doktoralnya pada 2017, setelah adanya erosi sedimen di atas sebuah danau purba yang dijuluki 'Alathar', yang dalam bahasa Arab berarti jejak.

"Jejak kaki adalah bentuk unik bukti fosil yang memberikan gambaran singkat pada saat itu, biasanya mewakili beberapa jam atau hari,” ujar Steward. Usia jejak kaki tersebut dikalkulasi dengan menggunakan teknik yang disebut pendaran terstimulasi optik.

Cara ini memendarkan cahaya pada butiran-butiran kuarsa dan dapat mengukur jumlah energi yang dipancarkan darinya. Para ilmuwan percaya bahwa tujuh dari ratusan jejak kaki yang ditemukan dapat diidentifikasikan sebagai hominin, yaitu jejak sekelompok manusia baik yang ada saat ini maupun yang telah punah.

Empat di antaranya, dengan mempertimbangkan jarak, perbedaan ukuran dan orientasi arah yang sama, ditafsirkan sebagai dua atau tiga individu yang tengah bepergian bersama.

Para ilmuwan berpendapat bahwa secara anatomis dan berdasarkan perkiraan tinggi dan massa yang disimpulkan dari cetakan jejak kaki, jejak ini adalah milik manusia modern yang anatomis berbeda dengan manusia Neanderthal.

Selain itu, ilmuwan juga mempertimbangkan bahwa manusia Neanderthal tidak diketahui pernah berada di wilayah Timur Tengah yang lebih luas pada saat itu.

"Kami tahu bahwa manusia purba mengunjungi danau ini pada saat yang sama dengan hewan-hewan ini, dan, tidak seperti biasanya di daerah tersebut, tidak ada peralatan yang terbuat dari batu," kata Stewart.

Menurutnya, temuan ini mengindikasikan bahwa di sana manusia telah membuat daerah pemukiman dalam jangka panjang. “Tampaknya orang-orang ini mengunjungi danau untuk mencari sumber air dan untuk mencari makan pada saat yang sama dengan para hewan," dan mungkin juga untuk memburu hewan-hewan itu.

Gajah, yang punah di wilayah Levant sekitar 400 ribu tahun silam, diperkirakan pernah menjadi mangsa empuk bagi manusia pada masa lalu. Keberadaan kawanan gajah purba menunjukkan adanya sumber air tawar dan tanaman hijau yang melimpah di suatu wilayah.

Levant adalah istilah historis yang secara luas mengacu pada wilayah geografis di daratan pesisir Mediterania timur Asia Kecil dan Fenisia atau yang saat ini termasuk wilayah Turki, Suriah, dan Lebanon.

Selain jejak kaki, para ilmuwan juga menemukan sekitar 233 buah fosil. Kemungkinan ada juga karnivora tertarik akan keberadaan herbivora di Danau Purba Alathar. Jenis herbivora di sana pada saat itu diduga mirip dengan jenis yang ada di sabana Afrika saat ini.

Sebelumnya diketahui bahwa manusia purba menyebar ke Eurasia lewat Yunani selatan dan melalui wilayah Levant. Dalam perjalanannya ini, manusia purba mengeksploitasi sumber daya pesisir yang mereka lewati. Akan tetapi penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa "rute pedalaman, menyusuri danau dan sungai, mungkin juga sangat penting.

"Kehadiran hewan besar seperti gajah dan kuda nil, bersamaan dengan adanya padang rumput terbuka dan sumber air yang besar, mungkin telah membuat Arab Saudi utara menjadi tempat yang sangat menarik bagi manusia (purba) yang bergerak antara Afrika dan Eurasia," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya