Facebook, YouTube dan Twitter Akhirnya Menyerah

Boikot Facebook.
Sumber :
  • FT.com

VIVA – Facebook, YouTube dan Twitter akhirnya menyerah. Ketiganya bersedia menerima audit independen mengenai konten berbahaya seperti ujaran kebencian (hate speech), hoax dan misinformasi. Hal ini membuat Federasi Pengiklan Dunia (WFA) senang dan lega.

Puluhan Pelaku Kejahatan Diciduk Polres Depok, 2 di Antaranya Tega Bacok Korban

Mereka mengumumkan kesepakatan tersebut pada Rabu, 23 September 2020 yang akan bisa melihat platform media sosial itu mengadopsi definisi umum dan standard pelaporan untuk konten berbahaya.

Baca: Jadi Agen Pajak Digital, Facebook hingga TikTok Belum Setor ke Negara

Kabulkan Gugatan Haris Azhar Cs, MK Hapus Pasal Sebar Hoax Bikin Onar

Kesepakatan yang menghasilkan 11 poin ini membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk dinegosiasikan, yang mengharuskan Facebook, YouTube dan Twitter menjalani audit independen tentang bagaimana mereka mengkategorikan, melaporkan, dan menghapus konten berbahaya.

Kesebelas poin tersebut mulai dari konten seksual eksplisit dan kejahatan hingga penggunaan narkoba, pembajakan, senjata dan amunisi, serta masalah sosial yang sensitif.

Diduga Sebar Hoax, Pemilik Akun Connie Rakundini Dilaporkan ke Polrestabes Surabaya

Kesepakatan tersebut juga memberi wewenang WFA untuk intervensi ketiga platform media sosial itu, seperti merinci kapan konten tidak akan cocok untuk iklan yang berdekatan, seperti penggunaan bahasa yang tidak sopan secara berlebihan.

Tak cukup sampai di situ. Facebook, YouTube dan Twitter juga akan diminta untuk mengembangkan sistem yang memberi pengiklan pengawasan lebih besar atas jenis konten yang muncul di samping brand atau merek mereka.

"Sebagai penyandang dana ekosistem online, kami tentu memiliki peran penting dalam mendorong perubahan positif dan kami senang telah mencapai kesepakatan dengan platform media sosial tentang aksi ini," kata Kepala Eksekutif WFA, Stephan Loerke, seperti dikutip dari situs CNN, Kamis, 24 September 2020.

Para pengiklan global mengeluh selama bertahun-tahun tentang iklan mereka yang muncul di samping konten rasis atau kekerasan di media sosial. YouTube, yang merupakan milik Google, menghadapi mogok besar oleh pengiklan pada tahun lalu.

Kekhawatiran kian meningkat setelah pembunuhan warga kulit hitam AS bernama George Floyd, di mana lusinan perusahaan terbesar di dunia bergabung dengan boikot Facebook selama satu bulan atas apa yang digambarkan oleh penyelenggara kampanye sebagai kegagalan berulang-ulang untuk menangani ujaran kebencian (hate speech) dan hoax.

Pada kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Liga Antifitnah (Anti-Defamation League), Jonathan Greenblatt, mengaku bahwa tunduknya ketiga platform media sosial ini sebagai langkah awal dalam pengawasan, sekaligus menunjukkan apa yang bisa dicapai melalui tindakan kolektif seperti pembekuan iklan.

"Komitmen ini harus diikuti secara tepat waktu dan komprehensif. Tujuannya untuk memastikan bahwa itu (kesepakatan) bukanlah pepesan kosong yang terlalu sering kita lihat dari mereka," tegas Greenblatt, seperti dilansir dari Axios.

Sebagai informasi, Liga Antifitnah memasuki kampanye boikot kedua pada pekan lalu. Artis Hollywood seperti Kim Kardashian West dan puluhan selebritas lainnya sepakat membekukan akun Instagram dan Facebook selama satu hari.

Sementara itu, Wakil Presiden untuk Solusi Pemasaran Global Facebook, Carolyn Everson, menggambarkan perjanjian dengan pengiklan besar ini sebagai kolaborasi yang tidak biasa yang memberikan industri digital sebuah bahasa yang bersatu untuk bergerak maju dalam memerangi kebencian secara online.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya