Dua Kementerian Ini Diskusi Soal Blokir Game Online

Menteri Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, Anies Baswedan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id – Beberapa waktu lalu, pengguna internet Indonesia sempat dihebohkan peretasan website Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Website KPAI diretas diduga karena mendukung ide pemblokiran 15 merusak anak yang dirilis Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan.

Gamer Indonesia Diminta Hak Suaranya

Mengenai kelanjutan dari nasib ke-15 game tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan memberikan pernyataannya.

"Kan kita arahnya ke rating nanti," ujar Anies kepada VIVA.co.id, usai menghadiri peluncuran Pustaka Digital (PaDi) di Menara Multimedia, Jakarta, Rabu 4 Mei 2016.

Begini Modus Pelecehan Seksual 11 Anak Lewat Game Free Fire

Mengenai apakah pemerintah akan segera memblokir belasan tersebut, Anies mengatakan hal itu masuk dalam ranah Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Pemblokiran itu (tugasnya) Kominfo. Tapi, kita sudah melakukan komunikasi (dengan Kominfo)," kata Anies sambil meninggalkan lokasi.

Bareskrim Tangkap Pelaku Pelecehan Seksual 11 Anak Via Game Free Fire

Diberitakan sebelumnya, 15 game online sebagaimana dikutip dalam laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id dinyatakan mengandung kekerasan dan berbahaya bagi anak-anak.

Game tersebut di antaranya, World of Warcraft, Grand Theft Auto (GTA), Call of Duty, Point Blank, Cross Fire, War Rock, Counter Strike, Mortal Combat, Future Cop, Carmageddon. Shelshock, Raising Force, Atlantica, Conflict, dan VietnamBully.

Jangan anti game

Sebelummnya Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, menyerukan agar menghindari dampak buruk yang ditimbulkan dari game online.

Dalam keterangannya, Menteri Anies mengatakan, ada hal positif dan negatif dari game online. Menurut Anies, ada studi yang menyebutkan, anak yang terbiasa main game yang sesuai umurnya, ternyata mereka pengambil keputusan yang cepat dan berani, berlatihnya dari game.

Tetapi sebaliknya, jika anak-anak memainkan permainan untuk dewasa maka bisa menimbulkan dampak negatif. Mereka akan kecanduan karena adrenalin yang terpacu dan bisa berperilaku brutal.

"Game itu tergantung cara penggunaannya. Jangan anti game, jangan juga buta pro game. Tidak semua game memiliki karakteristik yang cocok untuk dimainkan oleh anak semua umur," kata Anies dalam wesbite Kemendikbud.

Menteri Pendidikan mengatakan orang tua perlu tahu dan peduli, ada sistem rating yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk dimainkan anak usia tertentu. "Sehingga anak-anak terhindar dari dampak buruknya,” kata Anies.

Di Amerika Serikat misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board (ESRB). Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending. Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore, Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya