Soal Penyadapan, Indonesia Tak Sekejam Amerika Serikat

Ilustrasi penyadapan.
Sumber :
  • spiegel.de

VIVA.co.id – Belum lama ini, Yahoo dituding kuat telah memata-matai ratusan pengguna email Yahoo. Perusahaan internet itu santer dikabarkan memberikan data pengguna email Yahoo untuk memenuhi permintaan dari lembaga negara yaitu Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) dan Biro Penyelidik Federal (FBI). Kasus penyadapan Yahoo tersebut menghangatkan kembali isu ‘adu kuat’ antara negara dan perusahaan teknologi.

Origin Akhirnya Susul Yahoo, Steam dan Dota

Soal ‘adu kuat’, di Amerika Serikat, sejak 2008 sudah mengamandemen pada Foreign Surveillance Act, undang-undang yang mengharuskan korporasi telekomunikasi dan internet untuk membuka akses data pada pemerintah, dalam hal ini aparat intelijen dan keamanan. 

Terkait hal tersebut, pendiri Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama D. Persadha mengatakan, skema yang berjalan di Negeri Paman Sam itu sebenarnya bisa dilakukan. Namun, Pratama mengatakan, pemerintah Indonesia punya mekanisme dan cara lain yang berbeda dengan Amerika Serikat. Mekanisme penyadapan yang berlaku di Indonesia dipandang tak sekuat yang berjalan di AS.

Menkominfo soal PayPal: Belum Update, tapi Komitmen Daftar PSE

"Kita di Tanah Air tidak sekejam di AS yang pemerintah lewat UU Foreign Surveillance Act yang berupaya seperti memata-matai rakyatnya," ujar Pratama kepada VIVA.co.id, Kamis 6 Oktober 2016. 

Dia mengatakan, dalam hal menjalankan penyadapan, dalam aturan yang berlaku di dalam negeri melalui proses dan izin dari lembaga penegak hukum. Pratama mengatakan, proses yang panjang itu berarti penyadapan yang dilakukan di Tanah Air tergolong tidak mudah. 

DPR Ultimatum Platform Asing Jangan Injak Kedaulatan RI

"Sejauh yang ada, aparat kita membutuhkan surat perintah pengadilan untuk melakukan penyadapan maupun meminta data dari perusahaan teknologi. Pada beberapa kasus korupsi misalnya KPK bisa meminta track record percakapan lewat BBM (BlackBerry Messenger)" tutur dia. 

Untuk membuka data pengguna ke perusahaan teknologi seperti yang dilakukan NSA atau FBI, kata Pratama, hal itu sangat sulit dilakukan oleh otoritas di Indonesia. Alasannya selain faktor undang-undang, sebagian besar raksasa teknologi dunia praktis tidak membangun server di Tanah Air. "Sehingga akan sulit secara hukum dan kewenangan," ujarnya. 

Sebelumnya, kabar Yahoo memata-matai ratusan juta pengguna email Yahoo sudah dikonfirmasi mantan kepala sistem keamanan Yahoo, Alex Stamos. Pada 2015, Stamos menemukan ada lubang yang membuat ratusan juta akun email Yahoo bisa dilihat dan diambil datanya. Awalnya dia mengira biangnya adalah para peretas, tapi ternyata belakangan, setelah diselidiki lebih jauh, ada pesanan khusus dari NSA dan FBI.

Chief Executive Officer (CEO) Yahoo, Marissa Meyer dituding sebagai figur yang memberikan akses pada NSA dan FBI. Belakangan, hal ini yang membuat Stamos memutuskan keluar dari Yahoo dan kini menjabat sebagai kepada sistem keamanan pada Facebook.

Sampai sekarang belum diketahui data macam apa yang dicari oleh NSA dan FBI di Yahoo. Usai kabar ini berhembus, raksasa teknologi AS lainnya seperti Microsoft, Google, Twitter dan Facebook mengaku belum pernah mendapatkan permintaan yang sifatnya rahasia tersebut dari pemerintah AS. Mereka sendiri mengaku tidak akan mengikuti bila benar-benar diminta.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya