Dewan Pers Anggap Indonesia Pengalaman Tangani Hoax

Aksi Kampanye Anti Hoax di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo menyebutkan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah World Press Freedom Day 2017 menjadi momen penting bagi perkembangan pers nasional. Baginya, ini menandakan Indonesia menjadi role model kebebasan pers dunia.

Raffi Ahmad Geram Dituduh Lakukan Pencucian Uang, Begini Responnya

"Ini adalah momen yang membahagiakan karena Indonesia dipercaya UNESCO untuk menyelenggarakan ini. Artinya, Indonesia telah jadi role model bagi kebebasan pers di dunia," ungkap Yosef dalam konferensi pers World Press Freedom Day 2017 di Jakarta Convention Center, Selasa 2 Mei 2017.

Dalam catatan Dewan Pers, sampai saat ini sudah ada 47 ribu media di Indonesia, terdiri dari 1500 media televisi, 43.300 media online dan sisanya media cetak. Untuk itu, dalam kesempatan emas ini, Dewan Pers meminta kepada UNESCO agar melibatkan jurnalis Indonesia dalam setiap sesi diskusi di WPFD 2017.

Tanggapi Berita Hoax, Depe: Setiap yang Viral, di Situ Ada Dewi Perssik!

Hal tersebut dikarenakan, seiring banyaknya media yang tumbuh di Indonesia, para jurnalis dalam negeri dinilai mempunyai pengalaman dalam menangani berita palsu alias hoax.

"Kita terkena hoax akibat isu politik yang meningkat. Ini (hoax) dibuat oleh media buzzer. Fake news bukan hanya permasalahan di Indonesia, tapi juga di Amerika, Jerman dan Rusia. Media sosial ini minus klarifikasi dan verifikasi," jelasnya.

Dikabarkan Meninggal Dunia, Gilang Dirga Tak Marah, Kenapa?

Pria yang akrab disapa Stanley itu menjelaskan, media Indonesia bisa berbagi pengalaman menangani hoax dalam forum hari kebebasan pers dunia dan melobi UNESCO agar perwakilan Indonesia bisa mengisi pada tiap sesi acara tersebut.

“Jadi kita tidak hanya mendengar, tapi juga berbagi pengalaman dengan jurnalis dari negara lain," ucapnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menuturkan, hoax bukan hanya menjadi masalah nasional, namun sudah menjadi masalah global.

"Juru bicara Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) Rusia meminta kepada PBB untuk membuat semacam strategi melawan hoax. Ini artinya bukan dalam skala nasional saja, namun sudah menjadi global issue," tuturnya.

Rudiantara mengatakan, hoax tersebut kebanyakan berasal dari media online yang tersebar di jejaring sosial.

"Karena mereka mementingkan kecepatan, bukan akurasi. Jadi kita minta media arus utama membantu menyaring penyebaran berita hoax ini," ujar Rudiantara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya