Wikileaks: Rusia Terlibat Bocorkan Email Capres Prancis

Calon Presiden Prancis, Emmanuel Macron, di kampanye putaran kedua Pemilu.
Sumber :
  • REUTERS/Benoit Tessier

VIVA.co.id – Pengelola situs spesialis pembocor rahasia negara, WikiLeaks, mengklaim bahwa kebocoran surat elektronik (email) milik calon Presiden Prancis, Emmanuel Macron, berisi nama karyawan perusahaan asal Rusia bernama Evrika.

Bekas Antek CIA Dibui gara-gara Ungkap Cara Jebol HP hingga TV Pintar

Menurut laman Sputniknews, Minggu 7 Mei 2017, pada Jumat pekan lalu dalam sebuah kampanye, Macron mengatakan bahwa bocornya email merupakan sasaran "tindakan pembajakan besar dan terkoordinasi".

Ia juga menyebut bahwa kebocoran ini bertujuan menyebarkan berita palsu yang dicampur dengan dokumen asli. "Tagar #MacronLeaks: nama karyawan untuk kontraktor keamanan pemerintah Rusia, Evrika, muncul 9 kali dalam metadata untuk arsip kebocoran “xls_cendric.rar”," tulis WikiLeaks.

Pendiri Wikileaks Dituding Jadi Kaki Tangan Hacker

Organisasi tersebut juga memasang tangkapan layar dengan nomor dan nama Georgy Petrovitch Roshka.

Selain itu, WikiLeaks menyatakan bahwa Evrika telah memperoleh "sertifikat keamanan dari Dinas Keamanan Federal (FSB) untuk melindungi rahasia negara" serta memasang link ke artikel di media bernama Lenizdat pada 2003 silam.

Lama Tinggal di Penahanan Terisolasi, Julian Assange Depresi Berat

Artikel ini berisi informasi bahwa perusahaan Evrika (Eureka) beroperasi sejak 1990, yang mengkhususkan diri dalam pengembangan dan pembuatan sistem informasi terpadu dan pembuatan mesin komputer.

Sebagaimana diketahui, putaran terakhir pemilihan presiden Prancis akan berlangsung pada Minggu (Senin, 8 Mei waktu Indonesia).

Babak pertama berlangsung pada 23 April, di mana kandidat independen Emmanuel Macron tampil lebih dulu dengan 24,01 persen suara, diikuti oleh sayap kanan Marine Le Pen dengan 21,3 persen.

WikiLeaks juga pernah yang menampilkan email Hillary Clinton saat pemilu Presiden AS 2016. Meski tidak mempublikasikan informasi isi email, namun WikiLeaks ikut menulis cuitan mengenai kebocoran itu.

Insiden ini mengingatkan pada aktivis sayap kanan dan media pemerintah Rusia yang berupaya menyebarkan dokumen memalukan yang dicuri dari email mantan Menteri Luar Negeri AS di era pemerintahan Presiden Barack Obama itu. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya