UU ITE Disebut Bikin Trauma, Banyak Pasal Karet

Ilustrasi seorang di penjara.
Sumber :

VIVA – Kehadiran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kerap menjadi polemik, terutama bagi pengguna media sosial. Ibarat pedang bermata dua, di satu sisi UU ITE memberikan perlindungan, namun di sisi lain dapat menjerat masyarakat yang melanggarnya. 

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Talkshow "Promosi Budaya Indonesia Lewat Konten Digital"

Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Asmin Fransiska mengatakan, UU ITE sebenarnya mengatur mengenai perdagangan melalui platform elektronik. Selain itu, azasnya juga sangat baik, karena UU ITE mengatur kepastian hukum.

“Azas bagus di pasal 3 dan 4. UU ITE membahas azas kepastian hukum, orang yang tadi dibilang bersalah memang bersalah,” kata dia, di Jakarta, Jumat, 8 Maret 2019.

Mengenal Empat Zaman yang Digambarkan dalam Ramalan Jayabaya

Namun Asmin juga mengatakan bahwa UU ITE mengandung pasal karet yang siap menyerang dari segala sudut. Alasannya setengah dari pasal berisi mengenai hukuman.

“40an pasal dalam UU ITE, 27 pasal isinya soal menghukum. Orang enggak boleh begini isinya itu terus. Padahal  tujuannya maju dan kemajuan publik,” ujar Asmin.  

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Nobar Kreatif di Dunia Digital Sejak Dini

Sementara itu, Ketua Paguyuban Korban UU ITE-PAKU ITE, Muhammad Arsyad mengatakan bahwa undang-undang ITE menyebabkan orang trauma bermedia sosial. Ini bisa dilihat dari organisasinya masih takut bercerita di hadapan publik.

Anak muda pun dilanda ketakutan seperti itu.Termasuk dirinya yang harus berpikir ulang saat akan mengunggah suatu konten.

Dengan ketakutan ini, menurutnya malah tidak mencerdaskan masyarakat. Tetapi menimbulkan rasa takut.

“Anak kecil mau belajar berdiri harus jatuh dulu berkali-kali. Begitu juga dengan orang bermedia sosial. Jadi mereka berbuat hal-hal yang buruk, jangan langsung dipenjarakan tapi dilatih diajar menggunakan media sosial yang baik,” kata Arsyad.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya