Oppo Kepikiran Nasib Konsumen Ponsel Ilegal

Pemusnahan ponsel ilegal di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA – Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang menggodok aturan International Mobile Equipment Identity atau IMEI untuk memberantas ponsel ilegal di Indonesia. Namun aturan itu menimbulkan pertanyaan baru yaitu nasib dari masyarakat yang memegang ponsel tidak resmi. Bocoran aturan itu menunjukkan, ada mekanisme pemutihan untuk ponsel tidak resmi yang telanjur sudah beredar di pasaran.  Dalam hal ini, Oppo mengaku sempat memikirkan bagaiman nasib konsumen yang memiliki ponsel ilegal alias ponsel black market (BM).

Pembunuhan Wanita Hamil di Kelapa Gading, Pelaku Rampas Ponsel Korban Sebelum Kabur

Public Relations Manager Oppo Indonesia, Aryo Meidianto menginginkan ada fasilitas bagi pemegang barang tidak resmi ini. Konsumen tersebut ingin bisa difasilitasi supaya memiliki barang resmi Oppo. 

"Sempat kepikiran solusi-solusi buat orang yang punya BM (Black Market) itu gimana, apakah kita menawarkan kayak program buat mereka bisa menggantikan dengan barang resmi atau apa," kata dia di Malang, Jawa Timur, Rabu malam 17 Juli 2019. 

Terbitkan Aturan Penanganan Permasalahan Bank Umum, OJK Antisipasi Situasi Geopolitik Global

Namun dia belum tahu keinginan pemerintah soal aturan IMEI untuk blokir ponsel ilegal tersebut, termasuk mengenai nasib konsumen yang memiliki produk tidak resmi. 

Mekanisme pemutihan terdapat beberapa tahapan, yaitu mendaftarkan nomor IMEI dan membayar pajak. Namun pilihan itu juga masih digodok hingga sekarang. 

Wanita Hamil Ditemukan Tewas di Ruko Kelapa Gading, Ponselnya Hilang

Aryo mengatakan, menginginkan aturan tersebut cepat diimplementasikan. Apalagi mengingat sejumlah perusahaan sudah mengikuti aturan yang dikeluarkan pemerintah tentang TKDN perangkat. 

"Aturan TKDN 2016, kita sudah komitmen seperti itu. Cuma memang tidak ada payung hukum mengatur barang-barang non resmi itu," kata dia. 

Dia mengatakan saat semua vendor bisa berjualan resmi akan jauh lebih adil. Jika semua perusahaan mengikuti aturan maka persaingan akan terjadi pada inovasi dan pelayanan. Sedangkan saat ini, persaingan antarvendor lebih cenderung pada perang harga. 

"Sebenarnya yang susah di konsumen Indonesia itu kesadaran konsumen juga. Dia mau bayar Rp300 ribu lebih murah untuk 5-8 kali bolak balik rusak ke service center non resmi. Dibandingkan bayar lebih mahal tapi amam," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya