Mahasiswa ITB Bikin Drone untuk Mitigasi Bencana dan Militer

Drone Folding Wing karya mahasiswa ITB
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adi Suparman

VIVA – Kekompakan mahasiswa jurusan Teknik dan Penerbangan Institut Teknologi Bandung menghasilkan karya inovatif drone. Mereka, kelompok yang sedikitnya berjumlah delapan orang itu, berhasil menciptakan Drone Folding Wing UAV.

Terpopuler: Klaim Israel soal Iran Disebut Halu, Ribuan Pendukung Prabowo Siap Jadi Amicus Curiae

Karya yang dibuat dalam waktu delapan bulan dan sempat diperlombakan tingkat nasional Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2017 itu terus dikembangkan untuk menjadi drone canggih yang berfungsi untuk kebutuhan mitigasi bencana dan kemiliteran.

Ketua tim Teknik Drone Folding Wing UAV, Nathan menjelaskan, dari konsep sederhana ini timnya menargetkan agar mampu mengoperasikan drone yang tidak hanya satu unit, melainkan lebih dari dua unit yang terhubung dalam satu kendali atau komputer.

Begini Penampakan Rudal Balistik Iran yang Ditembak Jatuh Israel di Laut Mati

"Pengembangan, dari sisi sistem itu ada Coordinated Air Relay System (CSRS), inginnya diluncurkan itu tidak hanya satu pesawat, tapi dua bahkan tiga," ujar Nathan kepada VIVA.co.id di sekretariat tim drone di Gedung Sabuga, Jalan Tamansari Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis 2 November 2017.

Nathan menilai, dengan kerangka awal saat ini, drone yang mampu terbang dengan energi dorong tabung gas dan energi listrik mencapai 220 volt itu, mampu terbang mengelilingi langit Kota Bandung dalam waktu maksimal 20 menit.

Ngotot Balas Serangan Iran, PM Israel Tolak Angkat Telepon Pemimpin Barat

Nathan menuturkan, drone dirancang dengan badan dua sayap yang otomatis akan melebar ketika diluncurkan melalui pendorong atau launcher. "Kami gunakan tekanan tabung gas, dan untuk men-triger-nya, harus pakai voltase 220 volt. Lalu tekanannya keluar mendorong," jelasnya.

Nathan menambahkan, paska perlombaan, timnya mengakui banyak yang harus diperbaiki dari karya mereka. Mulai dari perbaikan data teknis landing mengingat sayap yang dipasang di badan pesawat berada di depan dan belakang. Selain itu, turut juga baterai untuk pesawat yang ditargetkan mencapai 10 ribu mAh lebih agar jam terbang si pesawat bertambah.

"Inginnya bisa sampai sistem landing-nya diperbaiki. Tidak mudah crash, mulus," ujar anak jurusan Teknik Dirgantara ITB angkatan 2015 ini.

Dari secara fisik, Drone tersebut berukuran satu meter dengan kerangka depan di antaranya, kamera, baterai, single board komputer, Flight Control, GPS dan Electronic Speed Computer (ESC).

Nathan menjelaskan, ide awal pembuatan pesawat ini saat bersama tim mencari hal baru untuk dirancang melalui internet. "Beberapa kali searching, terakhir ada video pesawat locust. Ide awalnya datang dari sana, namun kita hanya lihat dari foto sehingga hanya menerka pembuatannya seperti apa, manufakturnya seperti apa," katanya.

"Inginnya pesawat ini dimasukkan dalam tabung enam inci, kenapa sayapnya dua itu karena kebutuhan gaya angkat pesawat. Gaya angkatnya harus besar, tapi luas sayapnya harus besar, akhirnya diputuskan dua sayap di depan dan belakang dan harus bisa dilipat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya