Waspada Facebook Tunggangi Gojek

Logo baru Gojek.
Sumber :
  • VIVA/Misrohatun Hasanah

VIVA – Facebook memiliki sejarah kelam soal perlindungan data pribadi sehingga membuat Bank Indonesia (BI) ragu untuk memberi izin layanan keuangan digital mereka, Facebook Pay, untuk beroperasi di Tanah Air.

WhatsApp Allows Users to Pin Multiple Messages in a Chat

Namun, baru-baru ini telah dikonfirmasi bahwa media sosial besutan Mark Zuckerberg itu resmi bergabungnya sebagai investor PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek.

Investasi ini diklaim untuk mendukung ekonomi digital di Indonesia maupun Asia Tenggara. “Gojek, WhatsApp, dan Facebook adalah layanan yang penting di Indonesia. Kami bisa membantu jutaan UMKM dan pelanggan untuk bergabung di komunitas ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara," kata Chief Operating Officer Whatsapp, Matt Idema.

WhatsApp Dongkrak Kemampuan Fitur Ini

Baca: Sejarah Kelam Facebook

Di mata pakar keamanan siber, Pratama Persadha, masuknya Facebook ke Gojek perlu diwaspadai pemerintah. Mereka memang memiliki layanan dompet digital meski belum populer.

Puluhan Pelaku Kejahatan Diciduk Polres Depok, 2 di Antaranya Tega Bacok Korban

"Saya melihat Facebook punya peluang dengan berinvestasi di Gojek. Gopay misalnya, adalah pembayaran nontunai yang sedang naik daun di beberapa tahun terakhir," kata dia kepada VIVA, Jumat, 5 Juni 2020.

uang digital gopay

Layanan Gopay.

Pratama menjelaskan ada dua faktor utama yang membuat Gopay semakin populer. Pertama, karena sifatnya nontunai yang mengikuti program Bank Indonesia.

Kedua, masa pandemik Virus Corona COVID-19 yang meminimalisir transaksi uang tunai menjadi angin segar penggunaan Gopay serta layanan lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

"Yang perlu diwaspadai Bank Indonesia sejak awal adalah terkait regulasi. Apakah pemakaian Gopay ini menambah manfaat transaksi nontunai di dalam negeri atau tidak," tuturnya.

Ia juga mengingatkan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melihat lebih jauh bagaimana kesiapan regulasi. Facebook pernah memiliki kasus kebocoran data pribadi pengguna.

Salah satu yang harus dipikirkan pemerintah adalah terkait standard keamanan. Karena, faktanya hal tersebut belum mendapat perhatian regulator.

Pratama mencontohkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sampai saat ini masih saja digodok DPR. Regulasi ini juga menjadi elemen penting jika benar Facebook ingin bermain di pasar keuangan digital Indonesia.

"Ada keinginan dari Facebook untuk mengintegrasikan semua kebutuhan digital dalam satu platform mereka. Tinggal dompet digital yang mereka sedang jajaki. Apakah pemerintah kita siap bila ke depannya pembayaran hanya mengandalkan Facebook Pay?" ujar Pratama, seraya mengingatkan.

Pada satu kasus di China pada 2014, di mana saat itu pemerintahnya belum siap menerapkan layanan uang digital, maka yang terjadi adalah transaksi lewat AliPay dan WeChat Pay, banyak terjadi fraud (penipuan) karena beredar jutaan stiker palsu QR Code berisi malware.

Kesiapan keamanan seperti itu harus dipikirkan pemerintah Indonesia dari sekarang. Bank Indonesia juga dikatakan harus bersiap jika rupiah diadu dengan dompet digital.

WhatsApp

WhatsApp.

"Mereka (BI) harus berpikir apakah sistem baru ini membahayakan rupiah atau tidak serta membahayakan dari sisi pajak atau tidak. Pikirkan dari sekarang. Minimal pembayaran nontunai yang ada saat ini dievaluasi dari sisi regulasi dan keamanan datanya," jelas Pratama.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif ICT Indonesia, Heru Sutadi, mengatakan Gojek bisa dijadikan alat bagi Facebook untuk menjadi aplikasi super di Tanah Air.

"Indonesia adalah pasar yang menggiurkan. Baik dengan sedikit, atau bahkan, hampir tidak ada aturan," papar dia kepada VIVA.

Menurut Heru, pemerintah bersama BI, OJK, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) harus memantau investasi Gojek serta mengelaborasi arah bisnis kedua perusahaan itu.

Ia juga mengingatkan Facebook, WhatsApp, Facebook Messenger, dan Instagram masih menjalankan fungsi mereka sedari awal. Akan tetapi bukan tidak mungkin akan berubah.

"Pemerintah jangan lepas begitu saja aksi korporasi yang dilakukan perusahaan digital. Apalagi seolah-olah mendatangkan investasi. Perlu dilihat ada apa di balik semua itu. Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri," tegas Heru.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya