#WeWantUberGrab, Warga Filipina Tolak Denda Angkutan Online

Ilustrasi aksi protes terhadap keberadaan layanan transportasi online.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yossy Widya

VIVA.co.id – Warga Filipina yang merupakan konsumen dari aplikasi layanan transportasi online, Grab dan Uber, mendesak pemerintah Filipina, melalui Badan Pengawas Waralaba dan Angkutan Darat (LTFRB), untuk tidak bertindak keras, lantaran tidak memiliki izin usaha atau waralaba dalam beroperasi.

Rencana Merger dengan Gojek dan Grab Bakal Terealisasi? GOTO Buka Suara

Langkah warga ini sampai muncul petisi berupa hashtag #WeWantUberGrab yang menjadi topik teratas di Twitter di Filipina. Aktris Filipina Coleen Garcia, salah satu pengguna taksi online, mengatakan bahwa ada perbedaan yang sangat jauh antara taksi konvensional dengan online.

" (Kalau taksi konvensional) Saya tidak aman, karena mereka bersikap kasar dan dan menjengkelkan. Mereka hanya cari setoran saja tanpa memikirkan keselamatan penumpang,” kata Gracia, seperti dikutip situs Inquirer, Selasa, 18 Juli 2017.

Viral Perkelahian Ojol di Medan, Grab: Bukan Gara-gara Berebut Baterai Motor Listrik

Ia pun mengaku memiliki pengalaman kurang enak saat menggunakan taksi konvensional. "Saya pernah hampir diculik saat naik taksi. Saat itu saya berada di Jalan Edsa di Manila. Kalau Uber dan Grab jauh lebih aman, mudah dan nyaman. Siapa pun tahu itu," tulisnya di akun Twitter pribadi.

Selain itu, sejumlah netizen yang mendukung keberadaan perusahaan jaringan transportasi (TNC) tersebut antara lain diungkapkan @analagbao.

Berebut Baterai Motor Listrik, 2 Ojol Terlibat Perkelahian di Pinggir Jalan

“Kami telah meminta LTFRB untuk tidak melarang transportasi yang baik yang "bebas dari gangguan, lebih aman dan nyaman".

"Kami mendapat kenyamanan dan layanan yang pantas kami dapatkan dengan menggunakan (TNC) ini, dan sekarang Anda ingin kami kembali ke taksi (yang) kami tidak merasa aman saat berkendara?" ujar netizen @superexsoo.

Denda puluhan juta

Abi Matsuzawa, yang juga mengandalkan layanan yang diberikan oleh Uber and Grab, mengatakan bahwa jika LTFRB tetap memberlakukan keputusan tersebut, maka dirinya berharap badan tersebut juga memberlakukan hal yang sama ketatnya dengan supir taksi konvensional 'yang sering menolak untuk menerima penumpang atau meminta bayaran tambahan’.

Pekan lalu, LTFRB mengatakan bahwa pada 26 Juli mendatang, pengemudi Grab dan Uber akan dikenai denda sebesar P120 ribu (Rp31,6 juta) dan kendaraan mereka akan disita selama tiga bulan jika ditemukan beroperasi tanpa waralaba dari agen tersebut. 

Dari sekitar 56 ribu pengemudi yang terdaftar di Uber dan Grab, hanya lebih dari tiga ribu yang diberi wewenang oleh LTFRB untuk melayani sebagai alat angkut umum. Keputusan ini membuat konsumen taksi online kecewa dan mengkritik badan tersebut.

Namun, Anggota Dewan LTFRB, Aileen Lizada, tetap kukuh dalam keputusan mereka untuk menerapkan aturan pada TNC. Dia mengaku kalau LTFRB ‘hanya membersihkan kekacauan yang diciptakan oleh TNC’.

“Kami memberi kedua TNC kesempatan agar mematuhi aturan untuk menunjukkan itikad baik mereka. Jika mereka menolak atau gagal mematuhi, maka penegakannya dilakukan secara berurutan. Kami tidak akan terpengaruh adanya tekanan, " katanya, menegaskan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya