Rumah Tradisional Berbahan Alami Ini Terbukti Tahan Bencana

Rumah tradisional berbahan alami
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bimo Aria

VIVA – Rumah tradisional yang menggunakan bahan alami masih dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Bahkan, pemerintah sendiri kerap mengategorikan rumah dengan bahan tradisional sebagai rumah tidak layak huni.

7 Alasan Skincare dari Korea Selatan Diminati di Indonesia

"Walaupun sudah banyak rumah tradisional yang alami tahan gempa, dan pemerintah sering mengatakan soal kearifan lokal, anehnya rumah alami masih dianggap sebagai tidak layak huni," kata arsitek Yu Sing saat Kongres Kebudayaan Indonesia 2017 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat 7, Desember 2018.

Ia memaparkan, di banyak desa di Indonesia, masih banyak  ditemukan rumah berstruktur kayu kelas 4/5 yang sudah berumur lebih dari 20 tahun. Menariknya rumah ini masih kuat dan cenderung lebih tahan terhadap gempa. Padahal, menurut Yu Sing, alam Indonesia menyediakan bahan alami yang bisa digunakan agar rumah cenderung lebih tahan terhadap bencana.

Segera Minum 4 Bahan Alami Ini untuk Bakar Lemak Perut Dalam Sekejap

Salah satunya ialah tangkai daun sagu. Yu Sing menyebut, Indonesia merupakan negara dengan areal sagu terluas di dunia. Pada masa lalu, tangkai daun sagu kerap digunakan sebagai dinding bangunan, seperti dinding Masjid Wapauwe di Maluku yang dibangun pada tahun 1414. Bangunan ini bahkan tercatat hanya mengalami renovasi selama enam kali hingga 2008 lalu.

Langkah Mudah Turunkan Berat Badan dengan Bantuan 3 Bahan Ini

"Tapi sekarang sudah jarang Rumah Gaba berdinding tangkai (pelepah) daun sagu di Tidore, dan pemilik bilang saat ini sudah susah atau jarang mendapatkan penjual materialnya, sehingga tidak yakin dapat bertahan terus," kata Yu Sing.

Ia mengatakan, pola konsumsi masyarakat yang tidak lagi bergantung pada sagu sebagai makanan pokok, mengakibatkan kelestarian materialnya pun terganggu.

Material alami lainnya yang juga bisa digunakan untuk bangunan ialah, nipah. Nipah sendiri adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut, yang berfungsi sebagai penahan gelombang air laut.

Yu sing mengatakan, atap nilah kerap ditemukan di Jambi, Riau dan bisa tahan hingga 10 tahun. Namun kurangnya pengetahuan masyarakat membuat material ini justru jarang digunakan.

"Pengetahuan lokal pun dapat hilang bila tidak lagi memiliki interdependensi dengan alam. Saat ini orang Jambi lebih memilih mengganti atap nipah dengan seng," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, tanpa membangun kembali interdependensi (alam-budaya-ekonomi-arsitektur), sumber daya alam pun akan semakin langka, yang berakhir pada kepunahan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya