Kasus Kekerasan Menurun, Komnas Perempuan Curiga

Ilustrasi/Tindak kekerasan
Sumber :
  • pixabay.com

VIVA.co.id – Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2017, tercatat sebanyak 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 321.752 kasus.

Kekerasan Pada Perempuan Masih Tinggi, Berbagai Pihak Lakukan Ini

Meski demikian, Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, penurunan angka ini mesti dicurigai dan dikritisi. Dia menyebut ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dari penurunan angka ini.

"Dengan angka menurun bukan otomatis realitas kekerasan menurun. Peran Komnas perempuan adalah jadi cermin untuk mencurigai di balik angka yang terlaporkan, data yang masuk ini yang masuk ke Komnas Perempuan dan yang diangkat oleh media," ungkap Yuni di kantornya, Komnas Perempuan, Menteng Jakarta Pusat, Rabu 8 Maret 2017.

Ini Upaya Pemprov DKI Tangani Kekerasan pada Perempuan dan Anak

Dia mengatakan, penurunan ini wajib dikritisi karena adanya perubahan dan restrukturisasi dalam pencatatan dan lembaga negara. Hal ini membuat banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terdokumentasikan dan tercatat. "Soal teknis pendataan tidak jalan dan sebagainya itu teknisnya," kata dia.

Masalah kedua yakni ialah soal aksesibilitas korban atau pendamping korban untuk mendapatkan layanan pengaduan terhadap kasus yang menimpanya. "Yang kedua aksesibilitas terhadap lembaga layanan karena ini mereka datang, ada empat wilayah yang belum mensubmit antara lain Papua, dan Gorontalo. Di mana di Papua saja di wilayah pos konflik selalu tinggi," ujarnya menambahkan.

Angka Kekerasan Meningkat, Begini Terobosan Keren Komnas Perempuan

Dia menegaskan, bahwa kasus kekerasan pada daerah post konflik menjadi tinggi karena merupakan akumulasi dari kekerasan yang terjadi di ranah publik dan ke dalam publik. Maka yang terjadi kemudian, perempuan dan anak sering menjadi korban, karena kekerasan sendiri menurut Yuni seolah telah menjadi kultur.

"Kemudian ke frustasian para korban, temuan kami, bahwa para korban cenderung yang tadinya mau melaporkan, baru bolak balik yang butuh biaya, ada proses pemiskinan dalam pengaduan kasus.”

Dia mencontohkan, di Ambon sendiri ada yang hingga menunggu sampai dua minggu dengan biaya yang tidak sedikit hanya untuk mengadukan kasus kekerasan yang terjadi. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya