Pria Ini 'Sulap' Lahar Dingin Gunung Agung Jadi Patung

Patung dari lahar dingin Gunung Agung
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bobby Andalan/ Bali

VIVA – Tak selamanya, bencana membawa petaka. Banyak orang yang bisa mengubah bencana menjadi sesuatu yang berharga. Seperti yang dilakukan oleh I Dewa Gede Bayuna. Pria 54 tahun yang tinggal di bantaran Sungai Tukad Unda Kabupaten Klungkung ini memanfaatkan material lahar dingin Gunung Agung menjadi barang berharga.

Gunung Agung Kembali Kebakaran, Pura dan Prasasti Hangus Dilalap Api

Beberapa waktu lalu, Gunung Agung erupsi dan memuntahkan lava yang mengalir memenuhi kawah dari gunung setinggi 3.142 mdpl. Lava yang terbawa air hujan dan berubah menjadi lahar hujan (publik biasa menyebut lahar dingin) memenuhi sungai-sungai di Kabupaten Karangasem. Bahkan, aliran lahar dingin yang merupakan material pasir itu sampai juga di Sungai Tukad Unda Kabupaten Klungkung.

Dewa Gede Bayuna menggunakan endapan pasir dari lahar dingin yang melintasi Sungai Tukad Unda sebagai bahan pembuatan patung. Menurut pria asal Banjar Suka Duka Kali Unda, Lingkungan Lebah, Desa Semarapura Kangin, Kecamatan Klungkung itu, endapan pasir erupsi Gunung Agung yang terbawa lahar dingin merupakan anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini adalah Hyang Giri Tohlangkir. Sementara pasir endapan Gunung Agung adalah anugerah Ida Bhatara Hyang Giri Tohlangkir yang bersemayam di Gunung Agung.

Lereng Gunung Agung Kebakaran

Patung dari lahar dingin Gunung Agung

Awalnya, ide membuat patung belum terbersit di benak Bayuna. Namun saat melihat pasir di depan matanya, barulah terbersit untuk memanfaatkan pasir sebagai kerajinan patung. "Saya lagi duduk-duduk bersama tetangga. Tiba-tiba spontan saja terbersit keinginan mengambil pasir yang dibawa material lahar dingin," cerita Bayuna di kediamannya, Selasa 5 Desember 2017.

Gunung Agung Sempat Erupsi, Lontaran Material Pijar hingga 700 Meter

Menurutnya, inisiatif membuat patung dari bahan material lahar dingin sebagai bentuk penghargaan terhadap pemberian Tuhan. Ia menyadari saat ini bencana tengah melanda. Ia siap dikritik atas tindakannya yang memanfaatkan bencana menjadi karya seni brilian.

"Memang ini bencana kita semua, tetapi bencana ini juga harus kita maknai. Tidak apa saya dikritik karena saya bukan pematung profesional, tetapi ini merupakan cara untuk menghargai anugerah tersebut," ujar dia.

Menurutnya, pasir tersebut sangat baik digunakan untuk membuat patung, karena tidak perlu dihaluskan lagi dengan pasir. "Karena kebetulan saya sedang memperbaiki rumah jadi bahan-bahannya ada. Tinggal saya buat kerangkanya dan saya mulai membuat patung," katanya.

Pria dua orang anak itu berencana akan membuat patung berbentuk Bhagawan atau seorang pendeta sebagai simbol penglingsir atau orangtua yang senantiasa harus dihormati. "Saya kerjakan pelan-pelan yang penting jadi nanti. Nantinya untuk dipajang di rumah saya sebagai kenangan erupsi Gunung Agung." (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya