Ada Dugaan Petugas KPPS Diracun, IDI Minta Jangan Berspekulasi

Ilustrasi Petugas KPPS melakukan penghitungan suara pada Pemilu serentak 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA – Usai penyelenggaraan Pemilu 2019, lebih dari 500 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dilaporkan meninggal dunia. Berbagai dugaan terkait dengan penyebabnya berkembang di masyarakat.

Ketua KPU Minta Maaf kepada KPPS karena Negara Belum Mampu Belikan HP

Beberapa pihak menyebut bahwa ratusan petugas KPPS itu meninggal akibat kelelahan. Namun, hal itu dibantah oleh Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Muhammad Faqih, yang mengatakan bahwa kelelahan hanyalah salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit yang menyebabkan kematian.

Menyusul kabar tersebut, kini juga muncul dugaan bahwa sebagian petugas KPPS meninggal lantaran diracun oleh pihak tidak bertanggung jawab. Lalu, bagaimana tanggapan IDI mengenai hal tersebut?

Tahapan Pilkada Jakarta 2024: Pendaftaran Paslon Dibuka 27 Agustus

"Saya tidak mau berspekulasi ya, baik membenarkan atau tidak membenarkan. Jadi tidak boleh. Jadi dari segi keilmuwan harus dibuktikan secara medis," ucap Daeng saat ditemui di Sekretariat IDI, di Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2019.

Oleh sebab itu ia mengimbau masyarakat untuk segera melapor atau membawa ke fasilitas kesehatan jika menemukan kecurigaan. Ia meminta masyarakat yang memiliki kecurigaan untuk segera melakukan autopsi guna mendapat kejelasan.

KPU Lapor DPR Ada 181 Anggota PPK, PPS dan KPPS Meninggal Dunia Selama Pemilu 2024

"Jadi ya sudah ajukan saja pemeriksaan mendalam dengan autopsi jenazah. Asal jangan berspekulasi. Kita mengatakan sesuatu kalau ada bukti. Jadi kecurigaan boleh tapi jangan berspekulasi," kata Daeng.

Hal tersebut juga disanggah oleh Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI, Tri Hesti Widyastoeti. Dari informasi yang telah didapatkan oleh Hesti, ia mengatakan bahwa dugaan adanya petugas KPPS yang meninggal karena diracun tidak benar.

"Tadi barusan kabar dari Provinsi Jawa Barat, itu tidak (diracun). Kami tentunya ada hak asasi dari pasien, keluarga pasien, ada penyebab yang tidak bisa disebutkan karena harus tanya dulu ke keluarga boleh enggak. Data kan enggak bisa satu-satu," kata Hesti. (ldp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya