Iuran Naik Dianggap Gak Mahal, Bos BPJS Kesehatan: Setara Parkir Motor

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fachmi Idris
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang akan direalisasikan pada 2020 mendatang, banyak ditolak. Masyarakat menganggap bahwa kenaikan yang mencapai 100 persen ini sangat memberatkan. 

Informal Workers Receive Social Security Assistance from Radjak Hospital Salemba

Terkait hal tersebut, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, menjelaskan, kondisi besaran iuran yang ditetapkan saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria, sehingga penyesuaian iuran harus dilakukan.

Menurut Fachmi, selama ini nominal iuran yang berlaku, besarannya tidak sebesar yang seharusnya ditanggung masyarakat, karena sebagian sudah ditanggung pemerintah. Selain itu, jika didalami, sesungguhnya besaran iuran yang baru masih terjangkau dan tidak memberatkan masyarakat. 

Tinjau RSUD Sibuhuan, Jokowi Pastikan Pelayanan Kesehatan Optimal

"Untuk iuran peserta mandiri kelas 3, sebenarnya tidak sampai Rp2.000 per hari. Hampir sama seperti bayar parkir motor per jam di mall. Sama juga seperti ke kamar kecil di tempat-tempat umum," kata Fachmi dalam konferensi pers yang digelar di BPJS Kesehatan Kantor Pusat, Rabu sore, 11 September 2019. 

Baca Juga: Tunggakan Mekarjaya Sampai 9 M, BPJS: Surat Tagihan Itu Benar

Angka Kasus Penyakit Ginjal Makin Meningkat, Sedot Dana BPJS Hingga Rp2,9 T

Bahkan, lanjut Fachmi, untuk peserta mandiri kelas 1, iurannya kurang lebih Rp5.000 per hari.

"Bandingkan dengan dana untuk beli rokok per hari yang bisa menghabiskan lebih dari Rp5.000. Beli kopi di kafe sudah pasti lebih dari Rp5.000,” ujar Fachmi kemudian.

Fachmi pun mengatakan, besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan. 

Fachmi menambahkan, masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya ditanggung pemerintah melalui APBN, sementara penduduk yang didaftarkan oleh Pemda dijamin iurannya oleh APBD. Untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.

“Salah kalau mengatakan pemerintah tidak hadir menanggung kenaikan iuran. Justru pemerintah sangat luar biasa sudah membantu menanggung iuran untuk rakyatnya." kata dia.

Sebelumnya, Fachmi juga menyebut bahwa jika iuran peserta masih di bawah perhitungan aktuaria, defisit akan tetap terjadi. Langkah pemerintah melakukan penyesuaian iuran ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang menyebut bahwa iuran program jaminan kesehatan sosial disesuaikan paling lama dua tahun sekali. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya