Miris, Puntung Rokok Jadi Sampah Paling Banyak di Bumi

Ilustrasi/Puntung rokok
Sumber :
  • Shanghaiist

VIVA – Puntung rokok adalah sampah yang paling banyak mengotori planet Bumi. Dari hasil riset yang dilakukan Danielle Green, Dosen Ekologi dari Anglia Ruskin University, Cambridge, Inggris, terungkap bahwa setidaknya dua pertiga dari total 5,6 triliun rokok yang dikonsumsi, yaitu 4,5 triliun puntung rokok, dibuang sembarangan setiap tahun. 

Pemulung Jadi Ujung Tombak Pengumpulan Sampah, IPI: Banyak yang Belum Mengapresiasi Mereka

Menurut Green, puntung rokok sejak tahun 1980-an menyumbang 30 - 40 persen dari semua sampah yang ditemukan di tempat pembuangan sampah perkotaan.

Sampah puntung rokok tergolong limbah berbahaya dan beracun, karena mengandung ribuan zat kimia berbahaya yang dapat mencemari dan membahayakan lingkungan. Selain itu, limbah ini juga dapat membunuh tanaman, serangga, tikus, jamur, dan makhluk hidup lainnya.

Bea Cukai Kalbagsel Musnahkan Barang Kena Cukai Ilegal Senilai 7 Miliar Rupiah

Sejumlah penelitian menyebutkan, puntung rokok membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dan apabila dibuang sembarangan akan merusak lingkungan hidup. Filter pada puntung rokok adalah sejenis kapas plastik bernama Selulosa Asetat, yang memerlukan waktu agar bisa terurai oleh lingkungan. 

Selulosa Asetat adalah modifikasi dari senyawa kimia bernama Selulosa. Butuh waktu sekitar 1 sampai 5 tahun bagi puntung rokok yang terbuat dari selulosa asetat untuk bisa terurai, bahkan bisa mencapai 10 tahun jika sudah terkena air laut.

Kenaikan Cukai Rokok Terlalu Tinggi, Pengamat Nilai Penerimaan Negara Jadi Tak Optimal

Berdasarkan data Ocean Conservancy 2018, ada 2,4 juta ton puntung rokok di lautan yang mengancam keberlangsungan ekosistem biota laut. Hingga diperkirakan pada 2040 masyarakat tidak lagi bisa mengonsumsi ikan, udang, dan kepiting disebabkan air laut tercemar puntung rokok.

Menurut Agustina Iskandar, Ketua World Clean up Day (WCD) Indonesia, masyarakat masih menganggap puntung rokok hanyalah sampah kecil, sehingga dengan mudah dibuang sembarangan. 

"Setiap tahun, ketika kami melakukan aksi World Clean up Day, sampah puntung rokok merupakan bagian sampah yang banyak kami temukan, di trotoar, selokan, taman-taman, dan tempat umum lainnya," ujarnya dalam keterangan tertulis. 

Menurut WHO, setidaknya dua pertiga puntung rokok yang ditemukan berserakan akan berujung di lautan. Ini menjadi masalah kita bersama, karena rokok bukan hanya meracuni paru-paru perokok aktif maupun pasif, tetapi juga meracuni lingkungan hidup. 

"Persoalan sampah puntung rokok tidak hanya masalah lingkungan, tapi juga terkait persoalan kesehatan dan kemiskinan yang berkelanjutan. Ada hubungan erat antara banyaknya limbah puntung rokok di Indonesia dengan konsumsi rokok yang tinggi. Di mana Indonesia sebagai negara urutan ketiga perokok tertinggi di dunia dengan jumlah perokok aktif sebesar 90 juta, dan produksi rokok rata-rata sebanyak 338 miliar batang setiap tahun," kata Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak.

Mengutip hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Soewarta Kosen, dalam buku bertajuk "Health and Economic Cost of Tobacco in Indonesia" yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada 2017, Lisda mengatakan konsumsi rokok rata-rata orang Indonesia pada 2015 adalah 12,3 batang per hari atau setara 369 batang per bulan.

Lisda dan Agustina sepakat bahwa persoalan banyaknya puntung rokok yang dapat meracuni lingkungan harus ditanggulangi dengan dua pendekatan, yaitu membuang sampah puntung rokok secara terpisah dengan sampah lainnya, dan pendekatan Reduce, yaitu mencegah munculnya puntung rokok dengan mengurangi atau tidak mengonsumsi rokok. 

"Sampah puntung rokok akan terus menumpuk dan jumlah perokok akan semakin tinggi bila tidak ada kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif. Untuk itu, dibutuhkan regulasi yang lebih kuat untuk mencegah perokok-perokok baru yaitu anak dan remaja, dengan memberlakukan larangan iklan dan sponsor rokok, dan menjauhkan anak-anak dari akses rokok, yakni dengan membuat harga rokok menjadi tidak terjangkau oleh anak-anak," tutur Lisda.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya