Transmisi COVID-19 Lewat Udara Masih Terus Dikaji

Virus corona COVID-19
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Pemahaman para ahli terhadap karakter virus SARS-CoV-2 terus berkembang. Hasil dari berbagai penelitian mereka akan berpengaruh terhadap kebijakan pencegahan COVID-19 secara global.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito menyampaikan, pihaknya telah menanyakan secara langsung kepada Badan PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia mengenai perkembangan penelitian virus SARS-CoV-2. WHO Indonesia berkoordinasi aktif dengan para peneliti sejak April 2020 lalu.

Salah satunya mengenai penelitian transmisi atau penularan lewat udara. Hasil dari peneltian yang ada menunjukkan bahwa transmisi udara belum terbukti secara pasti.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

“WHO mendorong penelitian lebih lanjut di bidang ini. Seiring dengan transmisi melalui udara, kami melihat banyak rute transmisi lainnya, bekerja sama dengan para ahli dari berbagai bidang. WHO juga akan meringkas apa yang mereka ketahui dalam ringkasan ilmiah tentang transmisi, yang akan segera dirilis,” ujar Wiku dalam keterangan pers.

Lebih lanjut, Wiku menjelaskan bahwa transmisi COVID-19 melalui udara mungkin dapat terjadi pada kondisi dan keadaan tertentu di mana suatu tindakan yang menimbulkan partikel aerosol dilakukan, seperti memasang dan melepas selang intubasi endotrakea, bronkoskopi, penyedotan cairan dari saluran pernapasan, pemakaian nebulisasi, tindakan invasif dan non invasif pada saluran pernapasan dan resusitasi jantung paru.

Cerita Anne Avantie Bangkrut, Temukan Kebahagiaan di Tempat Tak Terduga

Sementara itu, publikasi baru-baru ini dari New England Journal of Medicine telah mengevaluasi ketahanan virus penyebab COVID-19. Dalam kajiannya,  aerosol terkumpul melalui sebuah alat yang kemudian dimasukkan ke dalam tabung Goldberg dalam lingkungan terkendali laboratorium. Alat tersebut merupakan mesin berkekuatan tinggi dan tidak merefleksikan kondisi normal manusia saat batuk.

Penemuan pada kajian itu menunjukkan bahwa virus COVID-19 yang mampu bertahan di udara hingga 3 jam ini tidak mencerminkan kondisi klinis manusia di saat batuk. Kondisi tersebut terjadi pada saat eksperimen dilakukan untuk melihat konsentrasi partikel yang melayang di udara. 

Berdasarkan bukti-bukti tersebut, WHO terus merekomendasikan pencegahan penularan yang disebabkan oleh droplet dari orang yang terinfeksi COVID-19. Pada lingkungan dimana dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol, WHO tetap merekomendasikan tindakan pencegahan berdasarkan tingkat risikonya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya