4 Fakta soal Fetish, Gangguan Jiwa Atau Bukan?

Ilustasi BDSM
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Fetish sempat menjadi trending beberapa waktu belakangan lantaran kasusnya menghebohkan Twitter. Salah satu akun mengaku menjadi korban predator seks bernama Gilang, yang dinilai sebagai fetish bungkusan kain jarik.

Polisi: Nasib Ibu yang Tusuk Anaknya 20 Kali Bisa Berakhir di RS Jiwa

Kata fetish sendiri berkaitan dengan gairah atau dorongan seksual. Bedanya, orang yang memiliki fetish cenderung terangsang setelah melihat objek yang berbeda dibanding orang kebanyakan.

Baca Juga: Orang dengan Fetishme Belum Tentu Gangguan Jiwa, Ini Penjelasannya

Pembunuh Sadis Sekeluarga di Penajam Tak Gangguan Jiwa, Menurut Polisi

Berikut 4 fakta fetish yang dirangkum dari siaran pers Primaya Hospital.

Objek benda mati

Penampakan Siskaeee Pakai Baju Tahanan saat Diperiksa Kejiwaannya

Menurut Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Primaya Hospital Bekasi Barat, dr. Alvina, Sp.KJ, fetish adalah objek yang tidak hidup. Sedangkan, fetishme adalah fantasi, dorongan, atau perilaku seksual  yang menggunakan objek tidak hidup sebagai metode untuk membuat seseorang terangsang secara seksual.

“Seseorang dengan fetishme akan berfantasi seksual atau melakukan perilaku seksual misalnya masturbasi dengan menggunakan benda yang tidak hidup sebagai objek untuk menimbulkan rangsangan seksual,” ujar dr. Alvina.

Bukan gangguan jiwa

Kemudian, apakah seseorang dengan fetishme termasuk dalam kategori mengalami gangguan jiwa? Jawabannya tidak. Ada hal lain yang mengindikasikan seorang fetishme memiliki gangguan jiwa.

“Fetishme sendiri belum tentu gangguan sepanjang tidak menimbulkan distres dan tidak menimbulkan gangguan fungsi. Untuk memenuhi kriteria gangguan jiwa, seseorang dengan Fetishism harus mengalami distres yang bermakna dan gangguan fungsi seperti merasa terganggu atau menderita dengan kondisinya. Saat menjadi gangguan, diagnosisnya menjadi gangguan Fetihistik,” ujarnya.

Untuk memenuhi kriteria diagnosis gangguan fetihistik, seseorang harus memiliki fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan objek tidak hidup atau bagian dari tubuh manusia non-genital. Fantasi, dorongan, atau perilaku ini berlangsung sekurangnya 6 bulan dan menyebabkan distres atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan personal.

“Saat fetishme sudah menimbulkan distres dan gangguan fungsi. Tentu, gangguan fetihistik bisa menimbulkan dampak buruk bagi seseorang dengan fetishme. Misalnya orang tersebut jadi menarik diri dari lingkungan sosialnya karena gangguan fungsi sosial atau tidak bisa bekerja karena gangguan fetihistik-nya,” tambahnya.

Bahaya fetish dengan gangguan jiwa

Bahaya akan timbul bagi masyarakat sekitar bila terjadi tindakan yang melanggar hak-hak orang lain dalam rangka mencari objek fetish seperti seseorang mencuri pakaian dalam dan menimbulkan rasa tidak aman bagi lingkungan.

Selain itu, bahaya juga dampak timbul seperti saat anak terpapar dengan penyimpangan seksual yang berpotensi menimbulkan perilaku imitasi sehingga anak lainnya kelak juga mengalami penyimpangan seksual.

Dokter Alvina menambahkan bahwa dari kriteria diagnosisnya, objek tidak hidup seseorang dengan fethishme tidak termasuk bagian pakaian yang digunakan untuk cross dressing dan bukan alat yang memang di desain untuk memberikan stimulasi genital seperti vibrator.

Fetishme bisa disertai dengan gangguan mental lainnya misalnya orang tersebut juga memiliki gangguan mood seperti gangguan depresi, gangguan cemas, atau gangguan psikotik.

“Jika ditanya apakah seorang dengan fetishme sendiri mengancam keselamatan atau kejiwaan orang lain, maka kita harus kembali lagi bahwa gangguan fetihistik sendiri melibatkan objek yang tidak hidup dan biasanya ada rasa inadekuat maka konfrontasi secara langsung jarang dilakukan,” ungkapnya.

Dipicu trauma masa kecil

Fetishme mungkin bisa terjadi saat anak menjadi korban atau anak melihat perilaku seksual yang menyimpang. Ada teori lain yang mengatakan bahwa seseorang mungkin mengalami kurangnya kontak seksual sehingga mencari pemuasan dengan cara yang lain.

Terdapat pula teori lainnya yang mengatakan bahwa terjadi keraguan tentang maskulinitas pada laki-laki yang mengalami fetishme atau ada rasa takut adanya penolakan yang terjadi sehingga ia menggunakan objek yang tidak hidup untuk memberinya kepuasan seksual. 

“Secara umum, penyimpangan seksual lebih banyak dialami laki-laki daripada perempuan dan terdapat teori yang mengatakan bahwa fetishme berkembang sejak masa kanak-kanan namun ada pula yang mengatakan onset-nya adalah saat masa pubertas,” kata dia.

Terapi gangguan fetish

Untuk melakukan penyembuhan, gangguan fetihistik bisa diterapi dengan berbagai modalitas psikoterapi baik individual maupun kelompok serta dapat dilakukan pemberian terapi obat-obatan dan hormon.

“Untuk menghindari gangguan fetihistik, hendaknya masyarakat menciptakan lingkungan yang ramah anak, peduli pada kesehatan anak baik secara fisik maupun mental, dan bersikap melindungi anak dari paparan kekerasan baik kekerasan fisik, mental, maupun seksual,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya