Jangan Lakukan 4 Hal Ini Demi Turunkan Kasus COVID-19

Ilustrasi virus corona/COVID-19/masker.
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Angka kasus konfirmasi positif virus corona di Tanah Air hari ini, Kamis, 24 September 2020 tercatat bertambah sebanyak 4.634 kasus. Namun, kabar baiknya, angka kesembuhan COVID-19 juga mencapai 191.853 orang, dengan tambahan 3.895 pasien sembuh di hari ini.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Ini berarti sangat besar harapan bahwa kita bersama-sama bisa keluar dari pandemi ini. Untuk itu, ketahui hal-hal apa yang tak boleh lagi Kamu lakukan, untuk membantu menurunkan kasus virus corona di Indonesia.

Baca Juga: Kabar Baik, Pandemi COVID-19 Bakal Punah Sendiri

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Dalam program Hidup Sehat tvOne yang tayang hari ini, Spesialis Penyakit Dalam, dr. Robert sinto, SpPD-KP mengungkapkan empat hal yang tak boleh dilakukan demi mengurangi kasus virus corona.

1. Mengabaikan protokol kesehatan

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Ilustrasi Virus Corona COVID-19

Robert menjelaskan, salah satu penyebab utama peningkatan kasus virus corona adalah karena masyarakat masih banyak yang mengabaikan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak hingga mencuci tangan.

"Penularan COVID-19 itu kisaran angka RO-nya (reproduction number) bisa 2-5. Jadi satu orang bisa menularkan kepada dua sampai lima orang,” kata dia.

“Bayangkan jika hukum perkaliannya 1 ke 2, 2 ke 4, ke 8 jadi akan beranak pinak. Jadi kalau kita tidak bisa membatasi diri kita menulari satu orang, maka satu orang itu akan menyebarkan ke lainnya," jelas Robert mnambahkan.

Robert menjelaskan, jika tidak mampu membatasi penularan tersebut, jangan heran akan ada peningkatan kasus di kemudian hari.

2. Tidak peduli dan apatis

Ilustrasi virus corona/COVID-19/masker.

Robert menyebut, rasa tidak peduli dan apatis masyarakat terhadap keberadaan virus ini juga memberi kontribusi penyebaran virus corona semakin meluas.

"Fakta. Saya selalu bilang, ini bukan rekayasa. Kita ketemu virus, ketemu orang yang meninggal, kita ketemu segala perangkatnya yang benar bahwa COVID-19 ini memang ada,” ucapnya.

“Jangan sekali-sekali anggap ini semua rekayasa, permainan dokter, permainan politikus atau konspirasi suatu negara. Ini real, sesuatu yang harus dicegah agar tak jadi wabah di kemudian hari," tambahnya.

3. Terlambat memeriksakan keadaannya

Ilustrasi virus corona/COVID-19/masker.

Robert menjelaskan, COVID-19 berbeda dengan penyakit lain. Jika penyakit lain seperti diabetes, jantung, ketika terlambat datang ke dokter maka yang terjadi meninggal. Tapi meninggalnya diri sendiri dan tidak membuat ekses ke orang lain.

Tetapi seseorang yang merasa batuk pilek biasa, sehingga tidak memeriksakan diri ke dokter untuk menyakinkan COVID-19, kemudian yang bersangkutan kontak dengan orang di sekitarnya. Lalu, orang di sekitarnya tidak bergejala, ke luar rumah dan akan menularkan virus itu.

"Jadi sesegera mungkin pasien kalau sakit datang ke dokter. Periksa, kita yakinkan dengan di-swab. Kalau iya, bisa diisolasi. Semakin cepat deteksi, semakin cepat pula memutus rantai penyebarannya," kata dia.

4. Salah mengartikan PSBB tahap pertama usai berarti COVID-19 selesai

Ilustrasi virus corona/COVID-19.

Dijelaskan Robert, masyarakat harus memahami bahwa ketika pemerintah mulai melandaikan PSBB, harapannya kebiasaan masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan sudah terbentuk.

"Hidup berdamai dengan COVID-19 segala macam, tapi bukan berarti kembali ke kehidupan awal. Maka dari itu, kehidupan new normal tagline ya masker, cuci tangan, jaga jarak,” ujarnya.

“Itu kan suatu habit yang harus kita pelihara, tapi ternyata kita gagal me-maintain itu karena habit kita yang sebabkan angka tinggi lagi," tutup Robert.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya