Bahaya Langsung Tidur Setelah Makan Sahur

Ilustrasi wanita tidur.
Sumber :
  • Pixabay/Unsplash

VIVA.co.id – Selama bulan puasa, orang sering menghadapi masalah asam lambung. Meski asam lambung bukan merupakan penyakit mematikan, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi.

5 Benefits of Fasting for People with GERD

Untuk itu, meski tampaknya tak berbahaya, penyakit tetap harus menjadi sebuah peringatan, dan tak boleh dianggap remeh.

Dr. dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, konsultan penyakit lambung dan pencernaan dari FKUI/RSCM mengatakan ada banyak hal yang bisa memicu timbulnya refluks asam lambung, terutama di bulan puasa. Salah satunya, tidur setelah santap sahur.

Ini 5 Manfaat Puasa untuk Penderita GERD

“Ada sebagian orang Muslim yang langsung tidur setelah sahur. Hal ini dapat menyebabkan asam lambung balik arah kembali ke kerongkongan yang pada akhirnya bisa menyebabkan masalah pada saluran cerna atas mereka," katanya dalam rilis yang diterima VIVA.co.id.

Selain itu, lanjut Ari, ada kebiasaan buruk lain yang juga sering dilakukan pada saat Ramadan yaitu makan terlalu berlebihan pada  saat berbuka, diikuti dengan merokok. Dengan melakukan ini, Anda sebenarnya meningkatkan risiko untuk terjadinya masalah pada lambung seperti dispepsia dan terutama jika seseorang sudah mempunyai penyakit maag sebelumnya.

Dear Penderita Maag, 5 Tips Ini Bermanfaat Untukmu

Karena itu, dr. Ari menjelaskan sebaiknya ketika berbuka, makan dengan porsi sedang. Misalnya dimulai dengan makanan ringan dalam porsi kecil, lalu menunggu hingga setelah sholat Magrib sebelum melanjutkan dengan makanan utama setelah sholat Magrib dan sebelum sholat tarawih. Tetapi tetap dengan jumlah yang tidak berlebihan.

Budaya "balas dendam" dengan berpikir untuk menggandakan makan siang dan makan malam saat berbuka harus dihindari. Membiasakan diri untuk berhenti makan dua jam sebelum tidur agar pencernaan bisa bekerja optimal.

Seperti diketahui, Refluks asam lambung sering juga dikenal dengan istilah, GERD (gastroesophageal reflux disease) adalah penyakit pencernaan yang paling umum terjadi di dunia yang diderita lebih dari 10-20 persen populasi orang dewasa. GERD sering dianggap sebagai penyakit dari Dunia Barat dan sangat sedikit literatur yang tersedia mengenai penyakit ini di Asia.

Dengan meningkatnya obesitas dan westernisasi di Asia, prevalensi GERD meningkat dengan cepat. Dari studi berbasis populasi, prevalensi GERD berbasis gejala di Asia Timur adalah 2,5-4,8 persen sebelum tahun 2005 dan 5,2%-8,5% dari tahun 2005 sampai 2010. Di Asia Tenggara dan Barat, prevalensimya mencapai 6,3-18,3 persen setelah tahun 2005, jauh lebih tinggi daripada angka di Asia Timur. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki data epidemiologi lengkap mengenai kondisi ini.

Gejala GERD

Gejala khas dari GERD adalah rasa panas di dada seperti terbakar dan ada sesuatu yang balik arah seperti ada yang mengganjal, atau disebut juga sebagai heartburn. Namun, kriteria GERD yang berbeda telah dipublikasikan dari seluruh dunia termasuk di Asia, dengan frekuensi gejala yang berbeda, dari seminggu sekali sampai bahkan setahun sekali. Selain itu, belum ada konsensus yang yang membedakan GERD dari dispepsia.

Heartburn yang berhubungan dengan GERD biasanya dialami setelah makan. Ada juga gejala GERD lainnya termasuk suara serak, radang tenggorokan, batuk kering kronis, terutama pada malam hari. GERD adalah penyebab umum batuk yang tidak dapat dijelaskan. Tidak jelas bagaimana GERD menyebabkan atau memperparah batuk, atau bagaimana asma dan obat-obatan yang digunakan untuk mengobatinya dapat memperburuk GERD, menyebabkan peningkatan air liur mendadak, bau mulut, sakit telinga dan nyeri dada.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya