Penolakan Imunisasi Picu Difteri Mewabah

Ilustrasi imunisasi.
Sumber :
  • Pixabay/dfuhlert

VIVA – Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, sampai dengan November 2017, ada 95 Kabupaten-kota dari 20 provinsi melaporkan kasus Difteri. Sementara pada kurun waktu Oktober-November 2017 ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri.

Deret Penyakit Berbahaya bagi Bayi, IDAI: Difteri Itu Mematikan

Dikutip dari siaran pers Kementerian Kesehatan, 11 provinsi KLB difteri di antaranya di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur,  Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan, Jawa Timur. Dalam menyikapi terjadinya peningkatan kasus Difteri, masyarakat dianjurkan untuk memeriksa status imunisasi putra-putrinya untuk mengetahui apakah status imunisasinya sudah lengkap sesuai jadwal. Baca Juga:Cara Sandiaga Cegah Difteri Mewabah di Ibu Kota

“Jika belum lengkap, agar dilengkapi. Masyarakat perlu mendukung dan bersikap kooperatif jika di tempat tinggalnya diadakan ORI (Outbreak Response Immunization) oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Oscar Primadi.

Miris, Lebih 200 Kota di Indonesia Risiko Tinggi Penularan Polio

Keberhasilan pencegahan Difteri dengan imunisasi sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi, yaitu minimal 95 persen. Munculnya KLB Difteri dapat terkait dengan adanya immunity gap, yaitu kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah.

Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap Difteri, karena kelompok ini tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya. Akhir-akhir ini, di beberapa daerah di Indonesia,  muncul penolakan terhadap imunisasi.

Seorang Anak yang Diduga Terserang Difteri di Lampung Barat Meninggal setelah Dirawat

"Penolakan ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi dan kualitas layanan imunisasi yang baik sangat menentukan keberhasilan pencegahan berbagai penyakit menular, termasuk Difteri", ujar Oscar menambahkan.

Adapun vaksin untuk imunisasi Difteri ada 3 jenis, yaitu vaksin DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda. pada bayi di bawah 1 tahun sebanyak tiga dosis vaksin DPT-HB-Hib dengan jarak 1 bulan. Selanjutnya, diberikan Imunisasi Lanjutan (booster) pada anak umur 18 bulan sebanyak 1 dosis vaksin DPT-HB-Hib, lalu pada anak sekolah tingkat dasar kelas-1 diberikan 1 dosis vaksin DT,  pada murid kelas-2 diberikan 1 dosis vaksin Td, kemudian pada murid kelas-5 diberikan 1 dosis vaksin Td.

Perlu diketahui, Difteri merupakan penyakit yang sangat menular. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Corynebacterium diptheriae. Terdapat beberapa gejalanya seperti demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC, sakit waktu menelan, kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Ada kalanya disertai sesak napas dan suara mengorok. (mus)

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya