Konsumsi Kental Manis Diusulkan Jadi Materi Penyuluhan Posyandu

Kental manis.
Sumber :
  • Pinterest/Kelli Foster

VIVA – Tinggal 1 tahun lagi batas waktu penyesuaian yang diberikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap produsen kental manis. Itu karena Peraturan BPOM No 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan, yang juga memuat aturan tentang produk kental manis sudah memasuki tahun keduanya.

Pentingnya Konsumsi Susu saat Sahur untuk Jaga Kondisi selama Berpuasa

Dalam peraturan tersebut yang terkait kental manis salah satunya adalah label bahwa kental manis bukan untuk usia di bawah 12 bulan, dilarang menampilkan visual anak-anak dan susu di dalam gelas pada label dan iklan serta kental manis bukan sebagai sumber gizi tunggal.  

Baca Juga: Sebabkan Stunting, Masih Banyak Ibu yang Anggap Kental Manis Itu Susu

Ini Bahan Pengganti Santan dalam Memasak, Cocok untuk Masak Menu Berbuka

Sayangnya, hingga saat ini belum terlihat langkah konkrit pemerintah dalam mensosialisasikan kepada masyarakat bagaimana seharusnya penggunaa kental manis. Hal itu terlihat dari masih banyaknya anak-anak, balita bahkan bayi berusia dibawah 12 bulan yang mengkonsumsi kental manis sebagai asupan nutrisi harian mereka.  

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Yuli Supriati mengungkapkan, saat terjun ke masyarakat melakukan edukasi tentang gizi, pihaknya tak jarang mendapati anak-anak yang masih mengkonsumsi kental manis.

Survei: Ibu Terkendala ASI Malah Keblinger Kasih Kental Manis Hingga Air Tajin

“Awal September ini, saat kami bersama PP Aisyiyah melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat mengenai kental manis dan kaitannya dengan gizi buruk, di desa Parung, Bogor, ada lima anak dari tiga keluarga yang mengkonsumsi kental manis sehari-hari. Mereka mengatakan mereka minum susu. Orangtua mengaku tidak tahu cara penggunaan kental manis yang tepat. Mereka pikir kental manis adalah susu untuk anak,” ucap Yuli dalam keterangannya, Selasa, 15 September 2020.

Tak hanya di Parung, perilaku masyarakat yang memberikan kental manis sebagai minuman sehari-hari anak, balita bahkan bayi juga ditemui di Tigaraksa, Tangerang, Cileungsi, DKI Jakarta dan beberapa wilayah lain.

“Kami telah mengedukasi masyarakat di 20 kota di Indonesia, dan hampir di setiap wilayah kami mendapati balita mengkonsumsi kental manis. Ada yang beralasan faktor ekonomi karena harga kental manis lebih terjangkau, ada juga yang menjadikan alasan karena ASI nya tidak keluar. Intinya, masyarakat kita belum teredukasi mana yang boleh diberikan dan mana yang seharusnya tidak dikonsumsi anak,” ujar Yuli.

Sementara di Cileungsi, rata-rata anak yang mengkonsumsi kental manis berat badannya berada di bawah garis merah pada KMS. Sebelumnya di Desa Cileleus, Tangerang, balita usia dua tahun bernama Tegar, didiagnosis gizi buruk. Di usianya yang menginjak 2,5 tahun, beratnya hanya 8 kilogram.

Padahal, idealnya, balita laki-laki usia dua tahun memiliki berat badan 10-15 kilogram. Tegar telah lama mengkonsumsi kental manis. Secara umum, penyebabnya sama, yaitu penghasilan orangtua yang tidak tetap mengakibatkan ketidakmampuan memberikan asupan gizi yang tepat untuk anak. 

Lebih lanjut, menurut Yuli, tidak jarang kader posyandu juga mengaku baru mengetahui fakta kandungan kental manis yang lebih banyak gula daripada protein dan zat gizi lainnya.

“Mereka (kader Posyandu) sadar rasanya manis, namun tidak paham bahwa zat gizinya sangat rendah. Rata-rata mereka juga belum mengetahui mengenai larangan BPOM tentang kental manis,” kata Yuli.

Sementara itu, Kepala UPT Puskesmas Parung, dr Dini Sri Agustin mengakui, pengetahuan tentang susu tidak termasuk dalam materi penyuluhan Posyandu di wilayah yang menjadi binaan Puskesmas Parung.

“Materi penyuluhan untuk posyandu baik untuk kader maupun masyarakat itu kan ada standarnya, disusun oleh Promkes. Memang tidak ada penjelasan tentang susu karena kita mendorong ASI ekslusif,” jelas Dini.  

Meski demikian, Dini menyadari pentingnya pengetahuan masyarakat mengenai susu agar tidak terjadi kesalahan persepsi, seperti yang terjadi pada kental manis. Sebab, susu bukan satu-satunya asupan yang wajib dikonsumsi balita dan anak-anak. Telur, tahu dan tempe misalnya, dapat menjadi asupan tinggi protein yang baik untuk tumbuh kembang anak.

“Ini adalah masukan yang baik, bahwa memang penting disampaikan kepada masyarakat informasi tentang susu, agar tidak ada lagi yang memberikan kental manis untuk anak,” ujar Dini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya