Menguak Kisah 'Orang Rantai' dari Lubang Tambang Mbah Soero

Lubang Tambang Mbah Soero
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Andri Mardiansyah/ Padang

VIVA.co.id – Sawahlunto merupakan sebuah kota kecil yang diapit oleh tiga kabupaten, yakni Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung. Seperti kota-kota di Indonesia lainnya, Sawahlunto yang merupakan 1 dari 19 kota dan kabupaten yang ada di Sumatera Barat ini, juga menyimpan destinasi wisata menarik yang bisa dikunjungi.

5 Wisatawan Tewas Tenggelam, Objek Wisata Danau Kandih Ditutup

Kota Sawahlunto saat ini, tidak hanya merupakan kota bekas tambang batu bara, namun juga melekat dengan nama kota wisata tua yang multietnik. Bahkan sudah dinobatkan menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Warga di Kota Sawahlunto, tidak hanya berasal dari Minangkabau, namun ada juga warga yang bukan pribumi asli di antaranya, Jawa, Sunda dan keturunan Tionghoa.

Walau multietnik, namun warga di Kota Sawahlunto dapat hidup rukun, saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. Tak hanya itu, semua warga di Kota Sawahlunto juga ikut berperan aktif dalam menggali dan membangun potensi wisata sejarah yang ada.

Komplotan Kakap Curanmor Sawahlunto Punya Cara Cerdik Kelabui Polisi

Cikal Bakal terbentuknya Sawahlunto menjadi sebuah kota, tak lepas dari peran beberapa ahli geologi asal Belanda pada masa penjajahan. Berdasarkan catatan yang ada, Ir. C. De Groot Van Embden pada tahun 1858 mulai melakukan penelitian pertamanya di kota tersebut, dan pada tahun 1867 dilanjutkan oleh Ir. Willem Hendrik De Grave.

Willem pada masa itu, berhasil menemukan harta kekayaan di Sawahlunto, yakni Batu Bara. Sejak Ir. Willem Hendrik De Grave berhasil menemukan potensi batu bara, Pemerintah Hindia Belanda lantas mulai merencanakan penggalian hingga berencana membangun sejumlah sarana dan prasarana penunjang untuk tambang, termasuk juga beberapa bangunan yang diperuntukkan mempermudah eksploitasi batu bara yang ada di Sawahlunto.

Puluhan Keluarga di Bawah Ancaman Lubang Tambang Dalam Batu Bara

Pada tanggal 1 Desember 1888, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Sawahlunto menjadi sebuah kota dengan penduduk dari pegawai dan pekerja tambang. Berdasarkan catatan sejarah yang ada, diperkirakan mulai tahun 1892, pemerintah Hindia Belanda mulai mengeksploitasi secara besar-besaran batu bara di Sawahlunto. Seiring dengan itu, Sawahlunto terus berkembang menjadi pusat kota yang ramai. Tak hanya itu, untuk mempermudah membawa hasil tambang batu bara, Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, juga membangun jalur kereta api hingga ke Kota Padang. Dari Kota Padang, batu bara tersebut kemudian diangkut menggunakan Kapal melalui pelabuhan Teluk Bayur.

Dengan adanya jalur kereta api, dalam setahun, pemerintah Hindia Belanda mampu mengangkut ratusan ribu ton batu bara. Lahirnya Orang Rantai tak hanya meraup keuntungan dari Emas hitam (batu bara-red), pemerintah Hindia Belanda kala itu juga membuat cacatan sejarah kelam di Sawahlunto, bahkan membekas hingga saat ini. Pemerintah Hindia Belanda menciptakan "Orang Rantai", sebutan bagi seluruh pekerja tambang batu bara masa itu. Orang rantai merupakan pekerja tambang yang berstatus tahanan di penjara Sawahlunto.

Mereka merupakan tahanan politik maupun tahanan dengan kasus kriminal. Bahkan tidak hanya tahanan yang ada di penjara Sawahlunto, tahanan dari beberapa penjara lainnya seperti dari Hindia Belanda, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali juga turut dibawa ke Sawahlunto untuk dijadikan pekerja tambang. Agar tidak melarikan diri, seluruh pekerja tambang tersebut diikat menggunakan rantai pada bagian kedua kaki yang saling mengikat antara tahanan satu dengan yang lainnya.

Lubang tambang Mbah Soero, merupakan saksi bisu kekejaman Pemerintah Hindia Belanda kepada Orang rantai. Orang rantai terus dipaksa bekerja untuk mengambil batu bara yang masih terpendam, tanpa dibekali peralatan memadai untuk menghindari dampak bahaya gas methan yang ada. Orang rantai hanya diberi makan seadanya yang penting mereka kuat bekerja.

Untuk memenuhi kebutuhan makan Orang Rantai, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1918 kemudian membangun sebuah dapur umum yang mampu memasak dalam skala besar. Bangunan itu saat ini dikenal dengan nama Goedang Ransoem. Dalam sehari, Goedang Ransoem mampu memasak empat ton beras per hari berikut dengan logistik lainnya untuk memenuhi pangan ribuan Orang Rantai dan Pemerintah Hindia Belanda serta pasien rumah sakit, dengan bahan bakar menggunakan batu bara. Lubang tambang yang berada tepat di bawah jantung kota Sawahlunto ini diambil dari nama Mbah Soero yang merupakan seorang mandor yang mengawasi pekerja tambang atau Orang Rantai.

Orang Rantai yang meninggal, baik karena sakit maupun akibat bekerja, dikubur tanpa ada nama dan hanya diberikan nomor pada batu nisan. Nomor pada batu nisan ini merupakan nomor tato yang diberikan oleh Belanda pada saat orang itu datang ke Sawahlunto.

Tato ini lah yang akhirnya menjadi identitas orang rantai dan bahkan sampai mereka meninggal, nomor tato itulah yang tertera pada masing-masing batu nisan orang rantai. Sampai saat ini belum diketahui siapa nama dibalik nomor tato tersebut.

Kota Lama jadi Kota Wisata Sejarah

Pemandangan kota Sawahlunto

Seiring berkembangnya waktu, dan banyaknya lokasi bekas tambang batu bara yang saat ini dikelola oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam, sudah tidak menghasilkan lagi serta banyaknya bangunan tua yang memiliki catatan sejarah panjang, melalui Perda Visi dan Misi Nomor 2 tahun 2001, Pemerintah Kota Sawahlunto  berupaya mewujudkan kota Sawahlunto pada tahun 2020 menjadi kota wisata Tambang yang berbudaya.

Bahkan seorang ahli dalam bidang perencanaan konservasi terpadu yang merupakan pensiunan dari Departemen Konservasi Belanda yaitu Peter Van Dun diundang secara khusus untuk menyusun program tersebut. Di samping juga menjalin kerja sama dengan Badan Warisan Sumatera Barat.

Berbagai upaya hingga promosi dilakukan agar rencana menjadikan kota Sawahlunto yang semula merupakan kota bekas tambang menjadi kota wisata bersejarah pun dilakukan. Bahkan sejumlah kebijakan pun dilahirkan di antaranya, mengkonservasi dan merehabilitasi kawasan cagar budaya, meningkatkan fungsi bangunan tua, bangunan yang bernilai sejarah, serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai sejarah sebagai obyek pendukung dari wisata budaya Kota Sawahlunto.

Walikota Sawahlunto, Ali Yusuf ketika ditemui di rumah dinasnya, Jumat, 8 September 2017 menyebutkan, Kota Sawahlunto merupakan kota lama yang memiliki sejarah yang panjang dengan memiliki banyak benda-benda peninggalan sejarah pada masa pemerintahan Hindia Belanda di Sawahlunto.

Nah, melihat potensi Sawahlunto yang dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan destinasi wisata sejarah di Indonesia, Pemerintah Kota Sawahlunto kata Ali Yusuf, hingga saat ini terus berbenah dan melakukan sejumlah terobosan agar dapat memujudkan hal itu. Bahkan memasuki tahun ke 14 saat ini setelah rencana revilatlisasi mewujudkan kota Sawahlunto pada tahun 2020 menjadi kota wisata Tambang yang berbudaya itu, sudah mulai terwujud.

"Bahkan kita sudah menjajaki kerja sama tentang sister city dengan Den Haag, melalui Konjen Belanda, karena kondisi di Den Haag mirip sekali dengan karakter yang ada di Kota Sawahlunto,"kata Ali Yusuf.

Menyandang gelar sebagai kota lama lanjut Ali Yusuf, disamping terus berbenah dan melakukan promosi besar-besaran, pihaknya juga tetap konsisten menjaga kelestarian bangunan dan benda-benda peninggalan sejarah lainnya. Walau ada beberapa yang sudah mengalami renovasi, namun sama sekali tidak mengubah struktur bentuk asli.

Bahkan di samping tetap menjaga kelestarian bangunan tua dan merawat benda peninggalan sejarah, Pemkot Sawahlunto juga melirik sejumlah lokasi bekas galian tambang yang sudah mati. Lokasi ini kemudian direncanakan akan disulap menjadi salah satu objek wisata yang mampu menarik minat pengunjung, selain juga membenahi sejumlah objek wisata alam lainnya seperti puncak cemara dan beberapa lokasi lain.

"Yang jelas, target kita ke depan menjadikan Kota Sawahlunto sebagai tujuan destinasi sejarah terbaik di Indonesia,"kata Ali Yusuf

Yang lebih penting dan menjadi nilai plus jelas Ali Yusuf, dalam mengembangkan potensi wisata sejarah Sawahlunto, tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, namun seluruh pihak bahkan Masyarakat juga turut berperan aktif. Walau multietnik, masyarakat Sawahlunto dapat hidup rukun dan saling bahu membahu-membahu membantu pemerintah membesarkan Kota Sawahlunto, terutama di bidang pariwisata, seni dan budaya.

Bahkan, tak sedikit acara di Sawahlunto yang menampilkan seluruh kesenian dan tradisi yang berasal dari sejumlah daerah yang warganya tinggal di Sawahlunto. Ali Yusuf berharap, generasi muda Sawahlunto ke depannya, mampu dan ikut menjaga aset sejarah yang dimiliki, selain juga memahami nilai-nilai sejarah yang ada, agar kelak kelestarian kota Sawahlunto tetap terjaga dengan baik. Karena tanpa peran aktif dari masyarakat, maka apa yang sudah ditargetkan oleh pemerintah akan sulit terwujud.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya