Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Isu Anti-Islam Dimainkan Pihak Lawan

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto, usai wawancara dengan VIVA beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA - Tahun politik akhirnya tiba seiring datangnya tahun 2018. Pada tahun ini, Indonesia akan menggelar pilkada serentak di 171 daerah.

Noel Joman Sebut Sikap Sinis Hasto ke Jokowi Merugikan PDIP dan Megawati

Tak lama setelah itu, rakyat di tanah air akan 'menikmati' puncak dari pesta demokrasi yaitu pemilihan legislatif dan juga pemilihan presiden 2019 yang digelar secara serentak. Tentunya menarik menyimak bagaimana persiapan partai-partai politik khususnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebagai partai pemenang Pemilu 2014 lalu, dalam menghadapi momen penting tersebut.

Kekalahan mereka pada Pilkada DKI Jakarta 2017 seperti menimbulkan efek bola salju. Sejumlah pihak pun mulai mengkhawatirkan kejadian itu berimbas di pilkada-pilkada lain pada 2018 ini khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Hasto Bicara Oposisi dan Koalisi, Bagaimana Sikap Politik PDIP?

Kenapa? Salah satu alasannya adalah karena isu anti-Islam yang merebak seiring kasus penodaan agama yang melibatkan calon yang mereka usung di Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Oleh karena itu, kami mencoba untuk berbincang dengan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. Dalam kesempatan itu, Hasto menjawab banyak persoalan tidak terkecuali mengenai PDIP pasca kekalahan di Pilkada DKI lalu dan serangan anti-Islam yang mengarah kepada mereka.

Hasto Bilang Anak Ranting PDIP Minta Ketemu Jokowi Sebelum Sowan ke Megawati

Soal kekalahan di Pilkada DKI, Hasto mengatakan bahwa situasi itu bukan hal yang luar biasa. Mereka bahkan pernah mengalami hal lebih buruk lagi yakni dilarang serta dalam pemilu saat era Orde Baru. Namun PDIP bertahan dari masa-masa gelap tersebut.

Oleh karena itu, kekalahan itu tidak akan mempengaruhi persiapan mereka dalam menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Lantas, bagaimana dengan isu anti-Islam, bagaimana partai berlambang banteng moncong putih itu menyikapinya?

Berikut wawancara dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto:

Pilkada di 171 daerah sudah di depan mata, berapa persen target kemenangan PDIP di Pilkada serentak kali ini? Dan target menang di daerah mana saja?

Kalau dari aspek target kemenangan itu biarkan rakyat yang nanti menentukan. Karena pilkada kali ini merupakan peta yang begitu dinamis. Sehingga kami melihat posisi relatif calon PDI Perjuangan dengan calon yang diusung oleh koalisi partai lain.

Yang dilakukan oleh partai adalah bagaimana pilkada ini menjadi momentum untuk melakukan konsolidasi kepartaian agar betul-betul menyatu dengan rakyat, karena itulah seluruh tahapan dipersiapkan dengan baik, dan tahap penjaringan calon pun dilakukan secara terbuka, wawancara, psikotes, dan kemudian mereka yang direkomendasikan itu harus mengikuti sekolah para calon kepala daerah.

Maka mereka betul-betul memahami bahwa ketika partai merekomendasikan pasangan calon itu, maka partai sangat serius menggerakkan seluruh elemen kepartaian. Sehingga calon tidak bergerak sendiri, seluruh elemen kepartaian bertanggungjawab penuh di dalam memenangkan calon.

Nah, sekolah calon kepala daerah itu sangat penting, karena di situlah bisa mengarahkan aspek membumikan Pancasila, kemudian pemerintahan yang baik berdasarkan perspekthesis dari pemerintahan yang berhasil diajarkan tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, reformasi birokasi, strategi pemenangan pemilu berdasarkan mesin partai dengan cara gotong royong, memenangkan dengan biaya yang semurah mungkin.

Itu karena pergerakan kolektif mesin partai yang menyatu dengan rakyat, bagaimana komunikasi politik, bahkan bagaimana gotong royong antara kepala daerah PDI Perjuangan agar ketika nanti terpilih secara vertikal memperkuat pemerintahan Bapak Jokowi, dan secara horizontal itu saling bekerjasama antara satu dengan yang lain, itu yang kami lakukan.

Dengan demikian kalau bicara target kemenangan, ya kami baru akan menetapkan nanti setelah semua pasangan calon ditetapkan. Sehingga diketahui posisi relatifnya antara pasangan yang satu dengan yang lain.

Akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana partai terus menyempurnakan mekanisme kelembagaan kepemimpinan itu, sehingga dari partai muncullah calon-calon pemimpin dari partai yang dipersiapkan. Bagi kami pilkada bukan segala-galanya. Bagi partai, bagi kami, pilkada itu juga merupakan ujian bagaimana mekanisme kelembagaan kepemimpinan.

Ketika kami sudah mengambil keputusan dengan penuh keyakinan, maka kalah menang itu persoalan rakyat yang menentukan. Contohnya di Banten. Desain kami di Banten, kami tidak mau mendukung pasangan calon yang punya persoalan track record yang kurang baik, yang menggunakan politik dinasti, bukan kepentingan dengan rakyat, tetapi untuk kepentingan keluarga dan kekuasaan, maka kami konsisten di situ.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto

Meskipun hanya beda tipis, tapi pada akhirnya nanti rakyat akan mencatat kualifikasi kepemimpinan yang diusung oleh PDI Perjuangan dengan yang terpilih. Nanti waktu yang akan membuktikan, jadi politik kemenangan itu bukan hanya ditentukan pada saat pilkada, tapi juga menentukan bagaimana cara mengelola kekuasaan pemerintahan itu.

Tapi bukankah Pilkada 2018 ini salah satu step untuk menuju Pileg dan Pilpres 2019 mendatang?

Betul, tapi itu tidak linier. Buktinya di Jawa Barat kurang apa coba dua periode gubernur dipimpin oleh PKS, tapi PKS kan tidak ada satu pun memenangkan pileg di Jawa Barat, cek aja coba, tidak ada loh Ketua DPRD yang dari PKS di Jawa Barat. Di Depok yang wali kotanya PKS menang dua periode, gubernurnya dua periode juga, ternyata Ketua DPRD-nya di Depok dari PDI Perjuangan waktu pemilihan legislatif kemarin. Sehingga tidak selalu linier juga sebenarnya.

Menurut saya, bagi yang menyatakan atau mensimplikasikan bahwa menang pemilu gubernur dan wakil gubernur di provinsi itu menjadi otomatis memenangkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden itu sama saja mengkerdilkan suara rakyat. Itu mengingkari hakekat pemilu di mana rakyatlah sebagai hakim tertinggi, rakyatlah yang berdaulat.

Strategi khusus PDIP menghadapi Pilkada serentak ini seperti apa?

Tidak ada strategi khusus. Kami hanya bertanggung jawab atas apa yang telah kami putuskan, dan kami mendukung calon dengan penuh kesungguhan.

Kami persiapkan calon dengan sebaik-baiknya, sehingga ini merupakan sebuah pergerakan bersama, di mana calon tidak berdiri sendiri-sendiri, tapi calon didukung bersama. Tidak hanya itu, mereka yang tidak loyal maka kami akan pecat.

Hanya PDI Perjuangan yang bisa memberikan ketegasan di dalam dukungan. Kami berpolitik itu tidak mengenal abu-abu, ketika kami menyatakan mendukung satu pasangan calon, ya kami akan setia mendukung itu, tidak akan bergeser sedikit pun.

Sekolah Partai itu termasuk strategi juga?

Iya. Di situlah strategi gotong-royong kita sampaikan, bagaimana survei semurah-murahnya, bagaimana komunikasi politik yang efektif, bagaimana menjalankan pemerintahan dengan baik, yang membumikan Pancasila itu. Kemudian bagaimana menjadi pemimpin itu bergerak ke bawah menyatu bersama rakyat, dan mentradisikan apa yang sudah dilakukan oleh bapak Jokowi tentang kepemimpinan yang menggunakan tradisi blusukan, mendengarkan aspirasi rakyat secara langsung. Itulah yang kami tanamkan di sekolah partai kepada calon kepala daerah.

PDI Perjuangan di Pilkada DKI 2017 kemarin gagal memenangkan Ahok-Djarot. Apakah ini akan mempengaruhi PDIP dalam pertarungan Pilkada Serentak di daerah-daerah lain?

Begini, menang kalah itu kan hanya lima tahun saja. Kadang-kadang memang ada yang menjadikan kemenangan itu segala-galanya. Buat kami itu biasa, jangan kan kalah di pilkada, kalah di Pileg atau kalah di Pilpres, bahkan yang lebih tragis itu kami tidak boleh ikut pemilu pun sudah pernah (mengalami) itu.

Jadi hal yang paling buruk di dalam hal kepartaian di Indonesia itu, PDI Perjuangan pernah mengalami (tidak boleh ikut pemilu). 32 tahun di zaman Orde Baru itu, kami tidak boleh kaderisasi, hanya satu kali kami kaderisasi selama 32 tahun itu.

Kemudian 32 tahun pula kami tidak boleh melakukan rekrutmen politik, 32 tahun kami dijajah oleh sistem otoriter melayani monoloyalitas. Nah, itu semua sudah pernah kami alami, masa kalah di Pilkada DKI saja mempengaruhi daerah lain, tidak. Itu biasa buat kami.

Hasto Kristiyanto Bicara Kesiapan PDIP di Pilkada Serentak

Kami dicurangi saja kami biasa, di Bali kami dicurangi dulu dengan menggunakan instrumen kekuasaan (masa SBY). DPT dimanipulasi, kemudian Bansos digunakan dengan masif dari tahun 2009. Itu hasil penelitian Marcus Snephner. Dalam waktu enam bulan Pak SBY menggunakan USD 2 miliar, itu hasil penelitian loh ya. Itu belum termasuk dana-dana yang lain.

Jadi kami sudah terbiasa, sebagai partai politik kalah menang itu biasa dalam demokrasi, yang penting kami kan tetap setia pada jalan demokrasi untuk rakyat, kami tetap setia pada jalan hukum, kami tidak pernah menggunakan politik segala cara. Di dalam sekolah kepala daerah itu kami tidak pernah diajarkan bagaimana menang dengan menggunakan jalan pintas.

Kami diajari untuk menghargai proses, kami diajari untuk menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, untuk tidak melakukan money politik, kami tidak diajarkan untuk menyalip di tikungan, karena pengalaman yang paling buruk sebagai partai politik kami sudah pernah alami, sehingga kami punya kesabaran di dalam mengelola kekuasaan itu, yang terpenting buat kami adalah bagaimana dedikasi bagi bangsa dan negara, itulah yang menjadi komitmen bagi PDI Perjuangan.

Jadi kalah di Jakarta itu hal yang biasa di dalam demokrasi, toh nanti rakyat yang akan melihat sendiri. Karena kebenaran itu tidak diukur ketika kalah atau menang, tapi kebenaran itu juga diukur pada saat pemerintahan itu berjalan. Apakah pemerintahan yang berjalan itu kinerjanya baik, kemudian benar-benar mengabdi pada kepentingan rakyat? Apakah justru sebaliknya, pada kepentingan pribadi saja, jadi kami tidak ada beban pada kekalahan di Jakarta.

Apakah tidak mengurangi kepercayaan diri PDI Perjuangan juga ya?

Tidak sama sekali. Karena buat kami itu tadi, kalah menang itu kan rakyat yang menentukan. Dicurangi saja kami menerima kok, karena kami selalu diajarkan untuk taat pada jalur hukum itu. Kantor partai kami diserang, kurang apa coba, peristiwa 27 Juli 1996 itu?

Tetapi yang dilakukan ibu Megawati kan justru menempuh jalur hukum. Mana ada dalam sejarah demokrasi, kantor partai yang sah itu diserang? Di mana ketua umum partainya bertemu langsung dengan presiden, kemudian diserang dengan cara seperti itu?

Tetapi ibu Mega kan tetap menempuh jalan hukum, karena ibu Mega berpegang pada keyakinan politik, bahwa kebenaran akan ditegakkan, meskipun harus melalui jalan yang berliku. Itulah yang diajarkan PDI Perjuangan. Politik yang membangun peradaban.

Setelah Pilkada DKI kemarin itu, PDI Perjuangan selalu menjadi sasaran isu negatif. PDI Perjuangan dikatakan sebagai partai yang resisten dengan umat Islam, PDI Perjuangan partai komunis lah, dan lain sebagainya.

Bagaimana Anda menanggapi hal itu?

Ya itu kan ada yang menggerakkan. Itu bagian dari strategi politik pihak lawanlah yang ingin menghancurkan PDI Perjuangan. Kalau mau jujur, sejak zaman Bung Karno kan, Bung Karno belajar dari KH Ahmad Dahlan, dan menyatakan Islam is progress. Bung Karno juga belajar dengan KH Hasyim Asy’ari, kemudian beliau menampilkan sebagai seorang atau sosok seorang santri yang baik, yang memiliki pola pikir kebangsaan.

Tidak diragukan lagi lah, kalau dada Bung Karno dibelah, yang ada di dalam hatinya adalah Islam. Tetapi di situ kan Bung Karno menjadi sintesa yang baik antara nasionalisme dan Islam, dan antara Islam dan nasionalisme.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Kalau tidak ada Bung Karno, tidak akan ada makam Imam Al-Bukhori. Kalau tidak ada Bung Karno, tidak akan ada Mesjid Biru di Uni Soviet. Dan ibu Megawati juga melanjutkan tradisi Bung Karno, ibu Megawati pemimpin di dunia yang paling keras berteriak di saat itu, ketika dunia hanya monopoler karena terjadi krisis di Rusia, saat itu ketika orang menyatakan Amerika Serikat menjadi polisinya dunia dengan kekuatan monopolar, China belum seperti sekarang ini.

Tapi bu Mega kan menampilkan sosok presiden yang berdaulat, beliau kokoh membela Palestina, kokoh membela Irak, saya rasa tidak ada pemimpin yang seberani ibu Mega dalam membela Irak.
Kemudian, ibu Megawati juga kokoh di dalam membela Ustadz Abubakar Ba’syir ketika itu, meskipun sikap politik ustadz Abubakar Ba’syir beseberangan dengan ibu Mega, tapi justru dilindungi oleh ibu Mega.

Jadi di situ, kami diajarkan dalam kaderisasi itu untuk memahami Islam dan keislaman itu. Jadi menurut saya isu-isu itu hanya dibuat-buat oleh pihak-pihak yang mencoba membenturkan PDI Perjuangan. Tetapi rakyat kan cerdas.

Rakyat melihat dan menilai sendiri mana pemimpin yang menyatukan, pemimpin yang punya kesabaran, pemimpin yang berdedikasi bagi bangsa dan negara, dan mana oknum yang memecah belah bangsa. Itu rakyat bisa membedakan sendiri.

Jadi PDI Perjuangan percaya isu-isu seperti itu akan hilang dengan sendirinya, karena itu bagian dari orang yang karena ingin menang dengan cepat, kemudian menggunakan segala cara, tapi akhirnya juga rakyat akan tahu kok, bahwa PDI Perjuangan adalah partai yang kokoh dengan Pancasila.

Kembali ke persoalan pilkada, ada bahasa untuk memenangkan Pilpres 2019 harus menguasai Pulau Jawa. Bagaimana strategi PDI Perjuangan di Pulau Jawa? Apakah Pulau Jawa akan menjadi fokus pertarungan PDI Perjuangan menuju Pilpres 2019?

Bagi PDI Perjuangan semua daerah sama pentingnya. Justru kalau kita lihat pada pilkada serentak yang lalu kami betul-betul all out di Kalimantan Utara dan Papua Barat, karena itu wilayah-wilayah perbatasan yang sangat menentukan peta geopolitik kita ke depan, oleh karena itu kita melihat semua daerah itu semuanya setara.

Kami bukannya partai yang didesain hanya melihat elektoral saja. Kalau partai yang hanya melihat fungsi elektoral itu dia hanya fokus pada wilayah atau daerah yang padat penduduk. Di situlah ketidakadilan cara berfikir sudah dimulai. Meskipun Papua jumlah pemilihnya sedikit, Aceh pemilihnya sedikit tapi mereka sama-sama pentingnya dengan wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat yang penduduknya lebih banyak.

Sekali pun, jadi semua wilayah bagi PDI Perjuangan punya tantangan-tantangan tersendiri, dan masing-masing setara di dalam keindonesiaan kita. Kami tidak mau di dalam cara berfikir kita sudah diskriminatif.

PDI Perjuangan adalah partai yang berdiri kokoh di atas prinsip Pancasila, NKRI dan memandang semua daerah itu membentuk satu kesatuan, Indonesia Raya. Tidak ada Papua, tidak ada Indonesia Raya, tidak ada Aceh tidak ada Indonesia Raya. Jadi tidak ada istilah Jawa Barat atau Jawa Tengah atau Jawa Timur lebih diutamakan. Karena di situlah justru semangat pancasila yang intisarinya adalah gotong royong, kita harus memperhatikan daerah-daerah yang relatif kurang.

Hasto Kristiyanto Bicara Kesiapan PDIP di Pilkada Serentak

Betapa sedihnya kita melihat yang di Asmat, hanya PDI Perjuangan yang mengirimkan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) ke sana. Karena itulah wajah politik PDI Perjuangan yang sebenarnya, kami tidak diajarkan melihat politik itu dengan semata-mata memperebutkan kekuasaan, itu rakyat yang menentukan.

Berpolitik itu harus membangun peradaban, wajah kemanusiaan, wajah yang menghijaukan bumi dengan secara melestarikan alam raya, wajah yang melestarikan seluruh aspek kebudayaan kita, bukan kebudayaan asing, sehingga kita hadir sebagai daerah yang memiliki jati diri kita sebagai sebuah bangsa.

Artinya tidak ada daerah-daerah yang menjadi prioritas bagi PDI Perjuangan di Pilkada serentak nanti?

Semua sama pentingnya kok. Tidak ada yang membedakan. Yang membeda-bedakan itu kan hanya partai politik yang hanya mementingkan fungsi eletoral saja. Fungsi elektoral itu sesungguhnya mengkerdilkan pemilu itu sendiri karena prinsip pemilu seharusnya mengukuhkan prinsip-prinsip kedaulatan itu.

Pemilu 2014 lalu PDI Perjuangan berhasil menjadi pemenang, 2019 nanti seperti apa kira-kira?

Iya itu adalah salah satu faktor mengapa ada upaya (pihak lawan politik) yang saat ini mendowngrade PDI Perjuangan, akan tetapi kami kan melihat apa yang terjadi saat ini itu kan hanya lebih ke arah isu-isu miring saja, kalau di zaman orde baru kan lebih berat lagi, itu operasi khusus, intervensi khusus yang dilakukan oleh alat-alat negara, dan itu pun kami bisa survive. Karena apa? Karena rakyat.

Jadi yang membuat kami bisa survive hingga sekarang ini bukan kami sendiri, tapi karena rakyat yang melihat secara langsung bahwa PDI Perjuangan adalah partai yang memiliki sejarah panjang dan konsisten menyatu dengan kehendak rakyat itu. Maka kami terus melakukan menyempurnakan diri, bahwa kami tidak terlepas memiliki kekurangan, tapi kami sempurnakan, dan rakyat melihat itu sehingga rakyat memberikan apresiasi dan kami menang pada Pemilu 2014 lalu.

Kemudian bagaimana PDIP mempersiapkan Pemilu 2019?

Sama, kita berjuang sebaik-baiknya dengan cara mengefektifkan kerja-kerja organisasi di tengah rakyat. Kemudian kaderisasi terus menerus kami lakukan, kami sekarang ini tercatat sebagai partai yang paling banyak memiliki pemimpin kepala daerah yang muda-muda.

Sekarang itu jumlah kepala daerah kita di usia 42 tahun ke bawah kemarin tercatat ada 48 orang di seluruh Indonesia. Itu paling banyak loh dibandingkan partai-partai lain. Jadi kalau boleh dilihat dengan tidak bermaksud menyombongkan diri, kepala daerah yang paling banyak menerima penghargaan itu adalah mereka yang berasal dari PDI Perjuangan.

Karena kami benar-benar mempersiapkan, yang kami persiapkan itu adalah calon-calon pemimpin, bukan pemburu kekuasaan.

Artinya proses regenerasi PDI Perjuangan saat ini lebih berjalan ketimbang di zaman Orde Baru ya?
Berjalan dengan baik sekali. Tentu saja sebagai partai politik kami punya design untuk memenangkan Pemilu 2019 nanti, sekaligus bagaimana mematahkan "mitos reformasi" bahwa partai politik hanya dapat menang satu kali. 

Hasto PDIP Temui Yenny Wahid

Jadi kembali lagi, secanggih-canggihnya usaha kita, ketika Tuhan tidak menghendaki, rakyat tidak menghendaki, ya sudah. Kami akan tetap berjuang di jalur kami, tidak dengan mengumbar optimisme yang menyala-nyala tetapi dengan hati yang realistis, dengan kalkulasi, dengan semangat untuk tetap berakar ke bawah yaitu pada kekuatan rakyat itu sendiri, sehingga di seluruh design pemenangan pemilu bertumpu pada esensi politik yang berada di tengah rakyat.

Maka apa yang diawali oleh Pak Jokowi akan menjadi tradisi dan kultur kepemimpinan yang harus dilakukan oleh kader PDI Perjuangan.

Di zaman Bung Karno, bung Karno memperkenalkan apa yang disebut dengan istilah turun ke bawah. Setiap pemimpin harus memimpin rakyat dengan cara menyatu dengan rakyat itu sendiri. Di zaman ibu Mega, bagaimana ibu Mega itu disebut dengan istilah kepemimpinan arus bawah.

Dan ibu merespons suara arus bawah yang terbungkam oleh kekuatan Orde Baru ketika itu, kemudian di zaman Pak Jokowi, Pak Jokowi turun dengan istilah blusukan, ini kan semua spiritnya sama semua, dan itu yang terus dilakukan oleh PDI Perjuangan, sebagai satu-satunya senjata yang paling ampuh untuk memenangkan pertarungan adalah berada di tengah-tengah rakyat itu, dan tidak akan berubah strateginya di 2019 nanti. Strateginya sama.

Di badan legislatif sendiri, berapa yang ditargetkan oleh PDI Perjuangan nanti?

Itu nanti. Karena kalau bicara target sendiri itu kan tidak hanya melihat partainya saja, tetapi juga harus melihat juga bagaimana calon-calon di dapil. Apakah calon yang akan diusung di dapil itu memiliki daya juang, memiliki performance dan kinerja yang baik, itu kan nanti.

Yang jelas kesemuanya itu partai terus menerus akan melakukan perbaiki diri, maka sebagai partai yang berideologi Pancasila, kami satu-satunya partai yang ber-ISO 9001 (standar internasional di bidang sistem manajemen mutu), kami sempurnakan dengan manajemen politik. Kami satu-satunya partai yang punya mekanisme dana gotong royong yang bisa diaudit oleh akuntan publik.

Kami juga punya dan melakukan sekolah kepala daerah yang kami lakukan dengan serius. Partai lain berfikir, buat apa sekolah kepala daerah itu, lebih baik turun langsung ke rakyat, tidak. Tapi buat kami itu adalah pembekalan yang sangat penting, karena mereka berproses menjadi pemimpin.

Kami satu-satunya partai yang menempatkan test psikotest itu sebagai salah satu proses seleksi yang harus dilakukan oleh setiap calon, dan psikotestnya kami lakukan dengan sungguh-sungguh.

Dengan apa yang sudah dilakukan oleh PDI Perjuangan ini, apakah anda yakin PDI Perjuangan akan kembali tampil sebagai pemenang di 2019 nanti?

Ya itu biar nanti rakyat yang menentukan. Tugas kita itu berjuang dengan sebaik-baiknya, masalah menang atau tidak kan biar rakyat yang menentukan. Kami kan tidak bisa menentukan, tapi kami terus melakukan upaya-upaya perbaikan di internal, supaya partai ini terus bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah rakyat.

Ada sejumlah partai politik yang jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan akan mendukung Jokowi di Pilpres 2019. Bagaimana anda menanggapi hal itu?

Ada motif yang berbeda. Mereka-mereka sudah mendeklarasikan Pak Jokowi sejak dini itu ada motif berharap elektoral. Tapi bagi PDI Perjuangan itu tidak ada masalah, kan Pak Jokowi dari awal juga jelas sekali, PDI Perjuangan yang mendukung beliau dari awal.

Dan rakyat pun dari hasil survei juga telah menunjukkan preferensi rakyat ke Pak Jokowi nilai-nilai kedekatan pak Jokowi adalah dengan PDI Perjuangan. Dan kemudian, rakyat juga memahami pak Jokowi itu berproses dari kepemimpinan PDI Perjuangan sejak dari Wali Kota Solo.

Jadi kalau ada partai-partai yang menyatakan mendukung pak Jokowi, kita senang, kita bersyukur, artinya pemerintahan Pak Jokowi ke depan akan menjadi lebih kuat karena mendapatkan dukungan dari partai-partai politik sejak awal, apa pun itu motifnya, kami menilai itu adalah hal yang positif. Karena dengan adanya dukungan ke pak Jokowi itu menunjukan pemerintahan ke depan akan semakin kuat.

Hasto Kristiyanto Bicara Kesiapan PDIP di Pilkada Serentak

Kami nilai itu hal yang positif. Karena dukungan yang diberikan oleh partai politik itu menunjukkan dukungan rakyat makin kuat. Hanya ketika Pak Jokowi menjadi presiden dukungan kita kan praktis terbatas, sehingga akibatnya politik legitimasi dari rakyat dikalahkan di parlemen.

Maka tidak ada yang namanya partai politik pengusung pemerintahan Pak Jokowi yang mendapatkan kedudukan di pimpinan dan alat kelengkapan dewan, itu pun dampaknya yang terjadi kan kekacauan demokrasi, bermasalah terus ketua DPR kan, menurut hukum demokrasi karena seperti itu meninggalkan aspirasi rakyat.

Karena itu apa yang dikatakan proses politik di DPR itu tidak senafas dengan apa yang diinginkan rakyat, makanya yang terjadi kekacauan demokrasi seperti sekarang ini. Politik menang-menangan itu tidak akan langgeng.

Kalau secara internal PDI Perjuangan sendiri akan kembali mencalonkan Jokowi di Pilpres 2019 nanti?

Iya itu kewenangan Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, akan tetapi kami punya tradisi, seluruh kepala daerah kita yang baik mereka akan mendapatkan kesempatan dua periode. Pak Teras Narang di Kalimantan itu dua periode, Pak Djarot dua periode, kemudian ibu Risma dua periode, pak Anas Banyuwangi dua periode, Hasto Wardoyo dua periode, kemudian Samanhudi dua periode, bupati kita yang bagus-bagus dua periode.

Kemudian wali kota Semarang ada Hendy itu dua periode. Rata-rata perolehan suaranya tinggi-tinggi, silakan dicek. Jadi pilkada serentak tahun 2015, yang mendapatkan dukungan di atas 80 persen, dari 10 calon, itu sembilan calon dari PDI Perjuangan, itu artinya kepemimpinannya mengakar, membawa perubahan. Karena itu tadi, kami telah mempersiapkan dengan sebaik-baiknya.

Terkait calon pendamping pak Jokowi. Bagaimana sikap PDI Perjuangan, apakah sudah ada nama-nama yang akan dimunculkan dari internal?

Itu nanti. Karena itu kan juga harus berdialog dengan pak Jokowi, karena putusan Mahkamah Konstitusi itu diperlukan minimal 20 persen dukungan, berarti PDI Perjuangan kan tidak bisa sendiri, kami harus bersama dengan partai politik yang lain untuk memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara. Sehingga diperlukan juga dialog dengan sesama partai politik pendukung pemerintah dan juga dengan pak Jokowi.

Tapi bagi PDI Perjuangan itu adalah bagian dari satu kesatuan kepemimpinan. Tinggal menunggu momentumnya saja, tapi momentumnya itu nanti, kongres telah memberikan mandat kepada ibu Mega untuk mengambil keputusan yang tepat.

Sekarang ini banyak nama-nama baru yang bermunculan, ada Cak Imin, ada AHY, ada Moeldoko juga, bagaimana anda menanggapi itu?

Iya, itu nama-nama yang muncul itu kan menunjukkan bahwa itu alam yang sehat di dalam demokrasi kita kan. Jadi tidak ada masalah, namanya bangsa ini kan harus berproses untuk mempersiapkan regenerasi kepemimpinan, maka itu hal yang biasa dalam demokrasi, toh nanti rakyat yang akan menentukan.

Dan kami antara presiden dan wakil presiden itu merupakan satu kesatuan kepemimpinan, dan disiplin serta tradisi demokrasi kami selalu memberikan kesempatan bagi yang bagus, yang mendapatkan penilaian positif dari rakyat untuk menjabat kembali, dan kewenangan itu ada pada ibu Megawati Soekarnoputri. Itulah demokrasi ala PDI Perjuangan, demokrasi berdasarkan hikmat kebijaksanaan.

Terkait dengan masalah kepemimpinan ibu Megawati. Beberapa waktu lalu Ibu Mega selalu berbicara akan mundur dari ketum partai. Nah, bagaimana kondisi di internal partai sebenarnya?

Kan memang Ibu Mega selalu berfikir bagaimana proses regenerasi kepemimpinan itu berjalan di partai, maka mengapa kami itu rutin melakukan sekolah partai. Mengapa kami melibatkan para psikolog untuk melakukan asissment, karena yang dipegang oleh calon pemimpin ke depan itu adalah bangsa dan negara. Itu yang terus menerus menjadi pertimbangan.

Bahkan kemudian proses regenerasi di internal partai kita berjalan dengan baik. Ketika pada tahun 2014, ibu Megawati mencalonkan pak Jokowi, sosok yang menurut banyak pandangan orang saat itu, itu dinilai terlalu cepat, tapi Ibu Megawati tetap mengambil keputusan dengan melihat perkembangan kebutuhan bangsa dan negara.

Itu kan harus dilihat sebagai proses capaian regenerasi yang luar biasa di tengah ambisi para ketua umum partai yang ingin mencalonkan dirinya sendiri, Ibu Mega lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara berdasarkan aspirasi rakyat, itu kan harus kita lihat sebagai proses kepemimpinan melalui rahim kepemimpinannya ibu Megawati Soekarnoputri.

Bandingkan dengan partai lain yang pemimpin-pemimpin mudanya berguguran di tengah jalan karena persoalan-persoalan korupsi, dsb. PDI Perjuangan sejauh ini yang paling konsisten, mari kita lihat secara objektif, berapa banyak proses regenerasi kepemimpinan yang telah lahir dari PDI Perjuangan?

Boleh disebut kepala-kepala daerah yang banyak berhasil, dan PDI Perjuangan juga membuka ruang kepemimpinan diluar jalur Internal partai. Kita juga misalnya jalur melalui PNS, hadir juga bergabung di PDI Perjuangan, banyak juga tokoh-tokoh baru, kita buka melalui jalur swasta, kita buka melalui jalur purnawirawan TNI dan Polri, jadi PDI Perjuangan juga memperhatikan bahwa jalur kepemimpinan itu tidak selalu dari internal partai, tetapi mereka-mereka yang berasal dari luar jalur partai, kami integrasikan melalui sekolah calon kepala daerah tersebut.

Dan tentang kepemimpinan partai, kita juga melihat bahwa Jokowi memerlukan backup dari pemimpin yang kuat, pemimpin yang kokoh dalam prinsip, pemimpin yang tidak mudah terombang-ambing kan oleh kepentingan-kepentingan politik, termasuk kepentingan asing di situ.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Nah, itu ada di ibu Megawati Soekarnoputri. Ibu Mega kan sangat kokoh membackup pak Jokowi, ketika ada pihak-pihak yang mengatakan pak Jokowi diktator, hanya ibu Mega yang membela, yang berteriak keras. Karena bagaimana ibu Mega menjaga Jokowi itu karena pak Jokowi lahir melalui proses kepemimpinan dalam partai, dan itu secara konsisten ditunjukkan dengan intuisi politik Ibu Mega yang sejak kecil, sejak lahir sudah terlibat, karena beliau lahir di Istana dan seluruh lingkungannya berbicara tentang politik kebangsaan, politik untuk rakyat, politik untuk negara, sehingga intuisi politik ibu Mega lah yang juga mampu mengawal dengan sebaik-baiknya.

Dengan demikian partai punya kesadaran bahwa ibu Mega merupakan sosok yang terus memimpin transformasi kepartaian itu hingga nanti lahirnya pemimpin baru.

Siapa pemimpin baru itu? Kongres telah memberikan mandat kepada ibu Mega untuk mempersiapkan itu. Dan itulah demokrasi di PDI Perjuangan yang menempatkan Bung Karno dan keluarganya pada peran yang penting.

Apakah di kongres akan datang Ibu Mega akan mempersiapkan serta mengumumkan pengganti beliau?

Ibu memang mempersiapkan sejak lama. Tapi kan arus bawah juga memberikan masukan-masukan. Kami belum lama ini melakukan survei, arus bawah PDI perjuangan menghendaki kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri, mengingat tantangan yang akan dihadapi pak Jokowi tidak lah ringan ke depan. Bayangkan setelah 72 tahun Indonesia merdeka justru dipersoalkan kembali aspek kebhinekaan, kebangsaan kita. Ketika orang dulu berjuang, kita tidak pernah mempersoalkan apa sukunya?

Apa agamanya? dsb. Tiba-tiba sekarang hanya dengan pengaruh oknum-oknum yang mencoba memecah belah bangsa, sekarang tiba-tiba kita dibeda-bedakan. Bukankah pada tanggal 28 Oktober 1928 kita sudah menyatakan diri sebagai satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa? Kemudian menjunjung tinggi persatuan?

Tapi kenapa sekarang kemudian berbeda? Bukankah bhinneka tunggal Ika itu sudah hidup lebih dari 700 tahun hidup di dalam sanubarinya rakyat? Kemudian sekarang ada upaya mengingkari kebhinekaan itu. Maka dengan ancaman-ancaman seperti itu, dengan seolah-olah kita, peradaban kita mengalami kemunduran, maka kehadiran ibu Megawati sebagai sosok pemimpin yang kokoh dalam prinsip masih sangat diperlukan. Dan itulah kesadaran arus bawah PDI perjuangan.

Apakah ada kekhawatiran, misalnya kalau ibu Megawati pensiun dari ketua umum partai, itu akan mempengaruhi proses konsolidasi internal partai PDI Perjuangan?

Oh tidak sama sekali. Karena PDI Perjuangan punya keyakinannya, punya jalan, partai punya kepemimpinan kolektif yang sudah berjalan selama ini. Tetapi apapun ibu Mega akan memberikan arah yang baik tentang politik ini. Ketika ada berbagai persoalan yang melanda partai politik PDI Perjuangan pun tetap solid di situ.

Jadi itulah demokrasi yang membangun sebenarnya, demokrasi yang menempatkan sosok yang pengalaman untuk memberikan arah. Tetapi partai kan terus bergerak untuk menyesuaikan lingkungan, buktinya kami juga yang disebut generasi milenial kami eksis. Kami terus memperbarui diri, kami membahasakan bahasa politik agar dapat dipahami dalam bahasa anak muda generasi milenial dengan cara yang kreatif.

Di DPR sekarang ini ada revisi UU MD3 lagi terkait dengan aturan atau ketentuan kursi kepemimpinan DPR dan MPR. Seharusnya kan idealnya kursi kepemimpinan DPR RI itu untuk partai pemenang di DPR, tapi nyatanya PDI Perjuangan tidak mendapatkan jatah kursi di situ. Bagaimana anda menanggapi proses revisi UU MD3 itu?

Seharusnya sebelum pemilu seluruh tatanan undang-undang diselesaikan terlebih dahulu, gak boleh ada undang-undang berubah setelah pileg, pilpres selesai. Dan harus menempatkan bahwa apa yang disuarakan oleh rakyat itu tercermin di dalam kehidupan demokrasi di DPR.

Di DPR itu tidak boleh menampilkan politik menang-menangan yang berlawanan dengan kehendak rakyat. Ketika rakyat sudah menghendaki presidennya Pak Jokowi, terbukti pada pemilu pak Jokowi menang, jangan kemudian ada upaya penjegalan-penjegalan di DPR, itu namanya tidak senafas. Inilah kedewasaan dalam politik.

Kami tahu 2009 bagaimana kualitas demokrasi saat itu, DPT dilakukan manipulasi sangat luar biasa, penggunaan APBN berlangsung secara masif, sehingga istilahnya dikenallah dana Bansos itu. Kemudian KPU juga tidak netral. KPU tidak boleh sebagai penyelenggara pemilu, kemudian setelah pemilu selesai ikut masuk ke dalam partai yang menang.

Itu harusnya ada yang namanya etika sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Maka di tengah-tengah berbagai persoalan terkait kualitas demokrasi pun PDI Perjuangan menaruh hormat pada pemenang pemilu untuk kemudian mempersilakan mereka menjadi ketua DPR.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kanan).

PDI Perjuangan menaruh hormat ketika Pak SBY menetapkan calon Panglima TNI dan Kapolri dan kemudian kami memberikan dukungan karena kami percaya pada TNI-Polri itu tidak divoting. Jadi di situ, kalau kami mengkritik, kami tidak pernah mengkritik pribadi, kami tidak pernah mengeksploitir persoalan orang perorang, karena biar bagaimanapun beliau adalah pemimpin, yang kami kritik adalah kebijakannya.

Demikian pula ketika kami berada di dalam pemerintahan pak Jokowi, terkait kebijakan impor beras misalnya, kami memberikan masukan-masukan yang konstruktif agar kebijakan impor beras tersebut sebaiknya tidak dijalankan, agar kita membangun kerja dengan Vietnam, Thailand itu terkait dengan menjaga stok, tetapi beras jangan sampai masuk ke Indonesia, biarlah bangsa Indonesia hidup dari beras yang diproduksi oleh petaninya sendiri.

Itu kan masukan seperti itu kami berikan pada pak Jokowi, jadi bukan berarti kemudian kami duduk dalam pemerintahan itu kemudian kami lakukan semaunya. Karena apapun pemerintahan itu mencerminkan berbagai kepentingan dari berbagai kekuasaan politik di Republik ini. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya