Facebook Tersandung Skandal Data Pribadi Bocor

Ilustrasi Facebook.
Sumber :
  • REUTERS/Yves Herman

VIVA – Apa jadinya bila data pribadi disebarluaskan atau diperjualbelikan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan kita? Pastinya, marah dan menuntut pertanggungjawaban ke pihak yang menyebarkan.

Menerapkan Perlindungan Data Pribadi Bukan Tugas yang Mudah

Hal ini menimpa media sosial raksasa Amerika Serikat, Facebook. Adalah perusahaan analisis data Inggris, Cambridge Analytica, yang memanen 50 juta data profil pengguna Facebook.

Sementara total data pengguna yang dimiliki Facebook sebesar 2,2 miliar orang  dari seluruh dunia.

Taliban Plans to Block Facebook Access in Afghanistan

Hebatnya lagi, Cambridge Analytica menyomot data sejak 2014 ini tanpa terdeteksi perusahaan milik Mark Zuckerberg untuk membantu merancang perangkat lunak (software) dalam memprediksi dan mempengaruhi pilihan politik warga Amerika Serkat saat Pemilihan Presiden AS pada 2016, yang dimenangkan Donald Trump. Kebetulan, salah seorang pemilik Cambridge Analytica adalah anggota inti tim sukses Trump, yaitu Steve Bannon.

Bak agen spionase, jejak Cambridge Analytica tak terendus sedikit pun. Facebook 'kalah banyak.' Apalagi mereka sedang gencar-gencarnya menerapkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), teknologi yang diklaim Zuckerberg sebagai pengganti manusia.

Taliban Akan Blokir Akses Facebook di Afghanistan

Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg

Menurut New York Times, Rabu 21 Maret 2018, terungkapnya Skandal Cambridge Analytica ini menjadi salah satu kasus penyalahgunaan data terbesar yang terjadi saat ini.

Perusahaan yang salah satu pendirinya Steve Bannon ini mengumpulkan data mulai dari identitas pengguna, jaringan pertemanan hingga 'like' pengguna di Facebook.

Idenya adalah untuk memetakan kepribadian berdasarkan apa yang orang suka di Facebook, dan kemudian menggunakan informasi tersebut untuk menargetkan audiens dengan iklan digital.

Orang Dekat Trump

Empat tahun lalu, periset Cambridge Analytica meminta pengguna untuk melakukan survei kepribadian. Tak hanya itu, pengguna juga diminta untuk mengunduh aplikasi yang menghapus beberapa informasi pribadi dari profil mereka dan profil teman mereka.

Bannon adalah mantan kepala strategi dan penasihat utama Presiden AS Donald John Trump. Ia adalah otak di balik sejumlah keputusan kontroversi Trump, seperti pemberlakuan larangan kedatangan warga dari sejumlah negara Islam, plus kebijakan perdagangan dengan China dan negara lain.

Bannon sering bentrok dengan para penasihat Trump terkait perdagangan, perang di Afghanistan, pajak dan imigrasi. Pemilik media Breitbart News itu akhirnya memutuskan mengundurkan diri pada pertengahan Agustus 2017.

Lantas, siapakah yang patut dipersalahkan? Menurut CNET, kala itu, melakukan survei kepribadian masih diizinkan Facebook.

Aleksandr Kogan, pria yang bertanggung jawab atas kebocoran data Facebook

Akan tetapi, aktivitas ini sudah dilarang. Teknik ini rupanya dikembangkan Pusat Psikometrik Universitas Cambridge, AS, oleh seorang guru besar psikolog bernama Aleksandr Kogan.

Di sinilah akar masalahnya. Salah satu kampus ternama itu sudah menolak bekerjasama dengan Cambridge Analytica. Namun, tidak bagi profesor keturunan Amerika-Rusia ini.

Ia bersedia kerja sama dan membangun aplikasi bernama "thisisyourdigitallife," yakni tes kepribadian untuk pengguna Facebook melalui Global Science Research, lembaga penelitian yang dijalankan Kogan, pada pertengahan 2014.

Indonesia ‘Telanjang’

Sejak saat itu, Kogan mengumpulkan data untuk Cambridge Analytica, hingga akhirnya kini terkuak.

Di mata Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net), Damar Juniarto, apa yang melanda Facebook dan AS sangat mungkin bisa terjadi di Indonesia.

Oleh karena itu, ia mendesak satu-satunya jalan adalah pemerintah dan DPR secepatnya mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi UU, dan mendorong untuk mengakui hak privasi.

"Karena ini tantangan terbesar dalam hukum kita. Data pribadi kita belum dilindungi negara. Sampai sekarang, toh, faktanya lambat dan jalan di tempat. Susah nembusin prolegnas," kata Damar kepada VIVA, hari ini.

Ia kembali mengingatkan kalau AS, negara yang memiliki payung hukum perlindungan data pribadi, saja kebobolan apalagi Indonesia yang masih 'telanjang.'

Raker Komisi I DPR dengan Kominfo dan Operator Telekomunikasi.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, mengklaim kalau pemerintah sudah memiliki antisipasi menghadapi transaksi penjualan data pribadi, apalagi tahun ini dan depan merupakan tahun politik.

Ia mengaku sudah ada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 20 Tahun 2016, yang mengatur soal perlindungan data pribadi, termasuk transaksi data antara satu pihak kepada pihak lain tanpa persetujuan pemilik data.

"Kalau data, kita punya peraturan. Levelnya memang belum undang-undang masih Permenkominfo," ungkap Semmy, sapaan akrabnya kepada VIVA.

Ia pun mengakui Indonesia sudah saatnya memiliki UU Perlindungan Data Pribadi. Dengan begitu, proteksi seluruh warga negara akan jauh lebih tinggi daripada sebelumnya.

Sanksi Blokir

"Meski sudah ada Permenkominfo, tapi di era digital sekarang, kita harus punya UU Perlindungan Data Pribadi," papar Semmy.

Ia juga secara tegas mengatakan bila Kemenkominfo akan memberi sanksi berupa blokir jika platform media digital terbukti melakukan penyalahgunaan data pengguna, termasuk bila ada transaksi antarplatform. "Kita langsung blokir kalau ada yang nakal. Kita tidak main-main," tegasnya.

RUU Perlindungan Data Pribadi diketahui tidak masuk ke dalam Prolegnas 2018. Meski DPR dan Kemenkominfo mendorong, namun Kemenkumham lebih memilih RUU lainnya untuk dijadikan prioritas selesai tahun ini.

Pemerintah juga sedang mengumpulkan data dari masyarakat, salah satunya lewat e-KTP dan registrasi kartu prabayar. Ini semua perlu dilindungi UU agar penyebaran data pribadi untuk keperluan tertentu, tidak akan terjadi. “Jadi ada batasan antara yang boleh (disebar) dengan yang tidak boleh,” jelasnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya