Wajah Bumi di Masa Depan

Planet Bumi
Sumber :
  • NASA

VIVA – Berapa benua yang ada di Bumi? Kalau pertanyaan ini diajukan, maka sebagian besar orang akan menyebutkan 7 benua, yakni Antartika, Australia, Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Eropa. Pembagian tujuh benua ini didasarkan pada ciri-ciri geografis yang berbasis sosial penghuninya dan geologi yang menggunakan kesamaan kerak tektonik.

Kinclong Sepanjang Hari, Nilai Transaksi Perdagangan Saham BUMI Capai Rp 412 miliar

Namun sejatinya dilihat dari jejak evolusi Bumi, tujuh benua yang ada saat ini merupakan perkembangan dari dinamika bumi selama miliaran sampai ratusan juta tahun lalu. Jangan dibayangkan, Bumi pada masa awal dulu bentuknya seperti saat ini, ada tujuh benua. 

Bumi saat ini berusia sekitar 4 miliar tahun. Awalnya daratan Bumi menyatu, daratan raksasa dan kemudian karena dinamika kerak tektonik, perlahan-lahan daratan yang satu itu berpisah dan terpecah hingga menjadi berbagai benua saat ini.

Berencana Kuasi Reorganisasi, BUMI Bakal Gelar RUPST dan RUPSLB

Bagaimana ilmuwan bisa tahu daratan bumi pada masa lampau? jawabannya adalah menggunakan studi khusus tektonik. 

Studi ini bisa memetakan pergerakan kerak bumi yang melandasi daratan atau benua. Dari situ ilmuwan bisa merekonstruksi bumi pada masa lampau.

Saham Bumi Resources Meroket Usai Umumkan Rencana Kuasi Reorganisasi, Ini Penjelasan Manajemen

Dalam tulisannya di laman Dongeng Geologi, pakar geologi Rovicky Dwi Putrohari menuliskan, banyak teori yang menjelaskan siklus pergerakan super benua di dunia yang terpecah, berkumpul dan berpisah kembali. Pola berulang ini terjadi.

"Bumi selain mengalami perubahan bentuk serta konfigurasi benuanya juga berubah iklimnya," tulis Rovicky. 

Nah, pelacakan geologi menunjukkan, pada zaman Paleozoikum dan Mesozoikum sekitar 250-225 juta tahun lalu, bumi hanya ada satu daratan besar, yakni super benua Pangea.

Karena adanya dinamika kerak lempeng tektonik, dalam jutaan tahun berikutnya, super benua Pangea terpecah menjadi dua bagian yakni super benua Gondwana dan super benua Laurasia pada masa Jurassic sekitar 200 juta tahun lalu.

Dalam peta bumi, super benua Laurasia ada di sisi utara dan super benua Gondwana ada di sisi selatan.

Kemudian, super benua Gondwana terpecah pada masa Jurassic sekitar 160 juta tahun lalu. Super benua ini pecah diawali dengan Benua Afrika terpisah menuju arah utara secara perlahan.

Selanjutnya, pada 125 juta tahun lalu, daratan yang saat ini dikenal sebagai anak benua India memisahkan diri dari Gondwana. Pemisahan ini diikuti dengan pisahnya blok daratan besar lainnya yang kini menjadi daratan Selandia Baru pada 80 juta tahun lalu. 

Kemudian, pada 55 juta tahun lalu, daratan Selandia baru itu diikuti dengan daratan Benua Australia dan Pulau Irian yang bergerak menuju arah utara. 

Namun jauh sebelum itu, ilmuwan mencoba untuk menggambarkan bagaimana evolusi daratan bumi.

Rekonstruksi pernah dilakukan oleh geologis dan paleografer Universitas Chicago Amerika Serikat, Christopher R Scotese dalam proyeknya PaleoMap Project.

Rovicky dalam tulisannya tersebut mengatakan, rekonstruksi tertua yang dilakukan dalam proyek Scotese ini hanya mentok pada 650 juta tahun lalu. Artinya wajah bumi selama 3,4 miliar tahun lalu, masih misterius. 

Rekonstruksi tertua terlacak pada akhir masa Proterozoikum sekitar 650 juta tahun lalu. Pada periode ini pecahnya super benua Rodinia yang diperkirakan daratan raksasa ini sudah ada sejak 1,1 miliar tahun lalu.

Kemudian pada akhir masa Kambrium pada 514 juta tahun lalu, super benua Gondwana berada di Kutub Selatan.

Pada pertengahan periode Ordovisium sekitar 458 juta tahun lalu, super benua Gondwana sudah terpecah-pecah sebagian kecil daratannya. Pada masa ini pun muncul samudera kuno yang disebut Samudera Panthalassic dan Samudera Iapetus. Dua samudera ini sudah lenyap karena tertutupi benua. 

Pada masa Silur Tengah periode 425 juta tahun lalu, Rovicky menuliskan, daratan Laurentia menabrak Benua Baltica dan membentuk benua Old Red Sandstone. Pada masa ini, terumbu karang merambah dan berkembang, tumbuhan darat juga berkembang mengisi daratan yang kosong. 

Berlanjut pada periode Devonian. Super Benua Gondwana masih di sebelah selatan bumi. Pada masa kini, kata Rovicky, hutan tropis mulai berkembang di sekitar khatulistiwa. 

Siklus beralih ke awal periode Karbon pada 356 juta tahun lalu. Pada masa ini muncul daratan Euramerica yang terpisah dengan Gondwana. Pada zaman ini, ditandai dengan salju dan es mulai menutupi Kutub Selatan. munculnya binatang berkaki empat. 

Selanjutnya pada masa akhir Karbon sekitar 306 juta tahun lalu, benua yang membentuk Amerika Utara dan Eropa bertemu dengan bagian selatan super benua Gondwana. Nah pada saat ini, setengah dari super benua Pangea sudah terbentuk. Pada masa ini es menutupi Kutub Selatan.

Munculnya Pangea

Super benua Pangea ini muncul terbentuk pada periode awal Trias sekitar 237 juta tahun lalu namun kemudian pada akhir masa ini, super benua ini mulai terpisah lagi. 

Perpisahan super benua Pangea ini makin menjadi embrio bentuknya benua modern. Pada masa awal Jurassic sekitar 195 juta tahun lalu, daratan Asia Tengah dan Selatan mulai tersusun. Samudera kuno, Samudera Tethys mulai terpisah dan memisahkan benua di sisi utara benua Gondwana.

Pertengahan masa Jurassic ini, Pangea mulai terpecah. Dilanjutkan pada masa akhir Jurassic Samudera Atlantik menyempit memisahkan Afrika dari Amerika Utara dan dari Gondwana. 

Kemudian 94 juta tahun lalu, pada akhir Cretaceous, Samudera Atlantik bagian selatan terbentuk dan memisahkan Amerika Selatan dengan Afrika. Pada masa ini India mulai melepaskan diri dari Madagaskar. 

Era ini daratan Amerika Utara sudah terhubung dengan Eropa dan Australia masih menyatu dengan Antartika. India akhirnya mulai berjalan ke arah utara menuju proto Himalaya.

Daratan bumi terus berkembang. Era awal Cenozoix pada 50,2 juta tahun lalu, daratan bumi sudah membentuk formasi seperti daratan sampai saat ini. Dinamika era ini diawal dengan bertumbuknya India ke Benua Asia. Tumbukan ini membentuk daratan tinggi Tibet. Kemudian Australia yang sebelumnya dekat dengan Antartika mulai terpisah dan bergerak utara membentuk daratan mandiri. 

Daratan bumi makin membentuk sesuai formasi yang mirip dengan kondisi daratan bumi saat ini pada zaman Miosen Tengah sekitar 14 juta tahun lalu.

Wajah Bumi Masa Depan

Pola daratan bumi yang menyatu, berpisah dan terpecah masih diyakini ilmuwan. Pada 2012, ilmuwan di Universitas Yale Amerika Serikat melontarkan prediksi yang cukup mencengangkan. Mereka memperkirakan bahwa benua-benua di muka Bumi akan bergabung lagi dalam kurun 50-200 juta tahun mendatang.

Amerika dan Eurasia diprediksi akan bertubrukan di Kutub Utara. Afrika dan Australia pada akhirnya akan bergabung juga dengan super benua itu. Tim ilmuwan pun yakin benua-benua itu terakhir kali sempat menyatu pada 300 juta tahun silam, yang wilayahnya disebut sebagai Pangea.

Bagi mereka, penggabungan kembali benua-benua besar itu bukan tidak mungkin terjadi. Daratan pada dasarnya bergerak secara konstan saat terjadi aktivitas tektonik di suatu bagian permukaan bumi.

Para peneliti geologi itu yakin, dalam kurun miliaran tahun, pergeseran pelat-pelat itu secara berkala juga menggerakkan benua-benua dalam waktu bersamaan. Inilah yang memunculkan hipotesis atas terbentuknya sejumlah super benua bernama Nuna 1,8 miliar tahun lalu, Rodinia satu miliar tahun lalu, dan Pangea 300 juta tahun lalu. 
      
Tim peneliti pun sudah menyiapkan nama baru bila benua-benua besar kembali bersatu, yaitu Amasia. Ini berdasarkan perkiraan bakal bertemunya Amerika dan Asia. 

Mereka selanjutnya meneliti lebih lanjut kapan dan di mana reuni antarbenua itu terbentuk dengan merujuk pada gejala-gejala pertemuan sebelumnya. 

"Kami cukup familiar dengan konsep Panaea, namun belum ada data yang cukup meyakinkan untuk menduga bagaimana benua super itu terbentuk," kata Ross Mitchell, peneliti dari Universitas Yale dikutip dari BBC. 

Rovicky mengatakan, untuk memperkirakan wajah bumi di masa depan bisa dilakukan dengan pemodelan. Dia menuliskan, untuk memodelkan daratan bumi, ilmuwan untuk pertamanya perlu mengetahui kecepatan pergerakan kerak-kerak bumi. Setelah itu, masing-masing kerak lempengan bumi ini ditabrakkan.

Nah, Rovicky mengatakan, kecepatan lempeng tektonik di bumi beragam. Dalam perekaman geologi, kecepatan lempeng tektonik diwakili dengan tanda anak panah, semakin panjang anak panah artinya makin cepat pergerakan lempeng. 

Misalnya Lempeng Indo Australia bergerak dengan kecepatan 7-8 cm per tahun ke arah timur laut, sedangkan Lempeng Eurasia bergerak ke timur. 

Kalau arah lempeng berbeda, maka tercipta tubrukan dan akhirnya menyebabkan gempa. 

Nah berdasarkan pengetahuan kecepatan dan data pergerakan arah lempeng tektonik, Rovicky menuliskan, wajah bumi 50 juta tahun lagi memang akan berubah ke formasi penyatuan antarbenua. 

Dia mengatakan jika gerakan lempeng tektonik yang terjadi masa ini terus berlangsung selama 50 juta tahun ke depan, maka Benua Australia akan menabrak daratan Asia. 

Bagaimana dengan wajah bumi pada 150 juta tahun lagi? Perubahan daratan terjadi. Pada periode ini Samudera Atlantik mulai tertutup, terkungkung di antara benua-benua besar. 

"Terbentuk zona penunjaman sepanjang Amerika Utara. Nah saat itu Amerika akan gantian menjadi pusat gempa-gempa," tulis Rovicky. 

Dampak lainnya yakni menunjamnya kerak samudera di antaranya, dan daratan Benua Afrika dan Benua Amerika Utara menjadi saling mendekat.

Kalau ditarik ke masa 250 juta tahun ke depan, Rovicky mengatakan, akan terbentuk super benua lagi, yakni Pangea Ultima. 

"Benua Pangea masa depan, 'Pangea Ultima' terbentuk akibat penunjaman kerak-kerak samudera yang habis menunjam ke dalam mantel bumi. Akhirnya mempertemukan seluruh benua-benua yang ada di bumi," katanya. 

Dengan bertemunya dan menyatunya benau-benua di Bumi dalam Pangea Ultima, maka kemungkinannya berdampak adanya tubuh air yang terjebak di antara benua-benua tersebut. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya