Waspada Cuaca Ekstrem di Penghujung Musim

Tim SAR Gabungan mendorong perahu karet yang memuat jenazah korban banjir bandang Sentani yang di temukan di sekitar perumahan Gajah Mada di Sentani, Jaya Pura, Papua, Selasa, 19 Maret 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA – Sejumlah wilayah di Tanah Air tengah dilanda bencana banjir dan tanah longsor dalam sepekan terakhir. Curah hujan yang tinggi menjadi pemicu terjadinya banjir di sejumlah daerah. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan potensi curah hujan tinggi di beberapa wilayah Indonesia, pertengahan Maret.

Banjir Bandang Terjang Pemandian Teroh-teroh Langkat, 1 Tewas dan 6 Luka-luka

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejumlah peristiwa banjir dan tanah longsor di Indonesia sepekan ini. Di samping banjir dan longsor yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Merangin, Jambi, Yogyakarta, banjir bandang di Sentani, Jayapura menjadi yang paling parah terdampak.

Hingga Selasa, 19 Maret 2019, BNPB melaporkan jumlah korban meninggal dunia banjir bandang Sentani berjumlah 89 orang, 159 orang luka-luka dan 74 orang hilang. Tercatat ada 6.831 orang pengungsi yang tersebar di 15 titik pengungsian.

Suara Bergemuruh! Warga Ungkap Detik-detik 'Galodo' Terjang Permukiman di Lereng Gunung Marapi

Sementara itu, 11.725 keluarga terdampak akibat banjir bandang yang dipicu oleh hujan ekstrem yang mengguyur wilayah tersebut selama 7 jam pada Sabtu, 16 Maret 2019.

Kerugian sementara akibat bencana banjir bandang di Sentani meliputi 350 unit rumah rusak berat 3 unit jembatan rusak berat, 8 unit drainase rusak berat, 4 jalan rusak berat, 2 unit gereja rusak berat, 1 unit masjid rusak berat, 8 unit sekolah rusak berat, 104 unit ruko rusak berat dan 1 unit pasar rusak berat.

Lumpuh 4 Jam Akibat Banjir Lahar Dingin, Jalan Padang-Bukittinggi Kembali Bisa Dilalui

Di Yogyakarta, banjir dan longsor terjadi di beberapa wilayah Yogyakarta pada Minggu, 17 Maret 2019 lalu, seperti Kulon Progo, Gunungkidul, dan Bantul. Terdapat 5.046 jiwa yang bermalam di lebih dari 23 titik pos evakuasi dan terdapat 2 korban meninggal dunia akibat longsor dan 3 lainnya masih dalam pencarian.

Wilayah terdampak paling banyak terdapat di Kabupaten Bantul meliputi 14 Kecamatan 35 Desa, dengan rincian 26 desa tersebar di 10 Kecamatan terdampak banjir dan 9 Desa di 4 Kecamatan terdampak longsor.

Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan imbauan waspada kepada warga Yogyakarta terhadap potensi cuaca ekstrem berupa banjir dan longsor. Di samping itu, angin kencang juga berpotensi merobohkan pohon maupun baliho, serta ancaman hujan yang disertai petir.

Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Yogyakarta diprakirakan terjadi hingga 20 Maret 2019.  

Belum reda Sentani dan Yogyakarta, publik Tanah Air dikejutkan dengan banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Merangin, Jambi, pada Senin malam, 18 Maret 2019. Sejumlah fasilitas dilaporkan rusak, bahkan akses menuju empat desa terputus karena gorong-gorong longsor.

Empat desa tersebut yakni Desa Rantau Kermas, Desa Lubuk Mentilin, Desa Tanjung Kasri dan Desa Renah Kemumu. Warga mulai kesulitan keluar masuk antardesa, akibat beberapa titik jalannya longsor.

Belum ada laporan berapa jumlah korban terdampak dan kerugian yang dialami dalam peristiwa ini. Namun, dari keterangan saksi mata yang juga warga setempat, sejauh ini tidak ada laporan korban jiwa, hanya akses jalan yang terputus membuat roda ekonomi masyarakat lumpuh.

Laporan lain menyebutkan, banjir bandang di Merangin ini merusak 10 hektare lahan persawahan karena tertimbun material pasir dan bebatuan. Tanah longsor juga memutus pipa air bersih yang mengalirkan pasokan air bersih warga ke empat desa terdampak.

Di akhir pekan lalu, banjir menggenangi empat kecamatan dan 1.874 hektare sawah di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Laporan BPBD setempat per Selasa, 19 Maret 2019, jumlah pengungsi akibat banjir berkurang seiring banjir yang mulai surut. Semula, ada 1.568 jiwa kini tersisa 568 orang yang masih berada di lokasi pengungsian.

Fenomena curah hujan ekstrem ini terjadi di tengah prediksi periode bulan Maret mulai memasuki periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, sehingga potensi hujan cukup rendah terutama di wilayah Pantai Timur Sumatera, utamanya wilayah Riau dan sekitarnya.

Sementara itu, terkait awal musim kemarau 2019, BMKG menyampaikan bahwa datangnya musim kemarau berkaitan erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi angin Timuran (Monsun Australia).

Peralihan peredaran angin monsun itu akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara pada Maret 2019, lalu wilayah Bali dan Jawa pada April 2019, kemudian sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei 2019 dan akhirnya Monsun Australia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada bulan Juni hingga Agustus 2019.

Pencarian Korban Tanah Longsor di Bantul

Curah Hujan Ekstrem

Tak dipungkiri, curah hujan yang tinggi dengan intensitas yang lama menjadi penyebab terjadinya banjir dan pemicu tanah longsor di beberapa daerah terdampak. Dalam kasus tertentu, curah hujan yang tinggi dengan durasi yang lama juga berakibat pada banjir bandang, seperti yang terjadi di Sentani, Jayapura.

Kepala BMKG Dwikorita Kurniawati mengatakan cuaca ekstrem menjadi penyebab banjir dan tanah longsor di Yogyakarata. Cuaca ekstrem ini dipicu siklon tropis Savannah berdampak pada ketersediaan uap air yang melimpah terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Jawa.

Kendati Topan Savannah telah menjauh dan mulai berkurang pengaruhnya di Jawa, Dwikorita mengimbau masyarakat tetap waspada karena cuaca ekstrem masih akan terjadi selama beberapa hari ke depan.

"Pada Minggu, curah hujan di DIY mencapai 148 mm. Sementara curah hujan disebut ekstrem jika mencapai 50 mm per hari. Ini (curah hujan di Minggu) tiga kalinya," ujar Dwikorita saat meninjau lokasi tanah longsor di Imogiri, Senin 18 Maret 2019.

Terkait longsor yang terjadi di Bantul dan wilayah lain di DIY, mantan Rektor UGM ini menyebut kondisi perbukitan di Imogiri memang rapuh dan memiliki tingkat kemiringan yang tegak. Sehingga saat hujan dengan intensitas tinggi bisa memicu terjadinya longsor.

"Pertanyaannya, kapan akan terjadinya longsor? Menunggu pemicu. Pemicunya apa? Antara lain curah hujan yang ekstrem. Bisa juga pemicunya gempa bumi atau getaran. Sehingga kalau ditanya kapan longsornya ya tinggal menunggu turunnya hujan yang ekstrem atau terjadinya getaran seperti itu," ujar profesor di bidang Geologi ini.

Sementara itu, terkait penyebab banjir bandang yang terjadi di Sentani, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menduganya akibat longsor di bagian hulu, yang kemudian  menerjang bagian hilir.

"Sebab karakteristik banjir bandang yang sering terjadi di Indonesia diawali adanya longsor di bagian hulu kemudian membendung sungai sehingga terjadi badan air atau bendungan alami," kata Sutopo kepada awak media di kantor BNPN, Jakarta Timur, Minggu, 17 Maret 2019.  

Sutopo menambahkan, lantaran volume air terus tambah, air kemudian menjadi meluap dan turun ke dataran bawah yang merupakan kawasan permukiman. Banjir jadi sangat bahaya karena bersamaan dengan itu membawa material kayu dan batu-batu yang menerjang rumah warga.

"Karena volume air terus bertambah kemudian badan air atau bendungan alami ini jebol dan menerjang bagian bawah dengan membawa material-material kayu gelondongan, pohon, batu, dan lainnya dengan kecepatan aliran yang besar," kata Sutopo.

Lebih jauh, Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, IB Putera Parthama mengatakan faktor utama penyebab bencana banjir bandang di Sentani adalah curah hujan yang tinggi.

Menurut data yang dihimpun KLHK, curah hujan sangat tinggi terjadi di wilayah Sentani, Jayapura sebelum terjadi banjir bandang pada Sabtu. Hujan lebat dalam intensitas lama turun mulai pukul 19.00 sampai dengan 23.30 WIT.

"Data menunjukkan bahwa debit air di wilayah Sentani pada malam tersebut melebihi kondisi normal mencapai 193,21 m3/detik yang menyebabkan debit aliran tinggi. Sementara itu, mulut sungai terhitung kecil dengan kapasitas tampung yang rendah yaitu hanya 91,38 m3/detik," kata Putera saat jumpa pers di Jakarta, Selasa, 19 Maret 2019.

Sementara itu, faktor lain yang menyebabkan bencana banjir bandang Sentani adalah kondisi hulu DAS yang tidak stabil. Hulu DAS tersebut memiliki kontur batuan yang kedap air sehingga membentuk bendung alami yang mudah jebol pada saat hujan tinggi.

"Adanya perluasan kota dan permukiman di bagian hilir (daerah terdampak) turut memberikan dampak yang cukup signifikan," ungkapnya.

Beberapa lokasi terdampak dari musibah banjir tersebut meliputi Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, Sentani dan sekitarnya. Lokasi-lokasi tersebut merupakan dataran banjir (flood plain) dan berada di lereng kaki perbukitan yang terjal.

Menurut Putera, faktor tutupan hutan di DAS Sentani terhitung baik, berkisar 55 persen dari total area DAS. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pohon yang tercabut dari akarnya, serta adanya longsor pada area hulu DTA.

Di sekitar banjir bandang, tambah Putera, juga tidak ditemukan adanya pembalakan liar. Hal tersebut dapat dipastikan karena tidak ditemukan material kayu bekas tebangan yang hanyut terbawa banjir.
 
"Pohon-pohon tersebut masih lengkap dengan ranting dan akar-akarnya, hal ini menunjukkan bahwa kayu-kayu tersebut bukan hasil kegiatan penebangan kayu yang menyebabkan banjir bandang," ujarnya.

Tanggap Darurat

Mengingat besarnya dampak yang terjadi akibat banjir bandang Sentani, Jayapura, Pemerintah Provinsi Papua telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari ke depan untuk penanganan musibah banjir. Masa tanggap darurat itu terhitung sejak Senin, 17 Maret 2019.

Sutopo menerangkan status tanggap darurat diambil atas pertimbangan musibah banjir bandang yang berdampak pada sembilan kelurahan di sekitar Sentani, Jayapura, Papua. 6.831 orang mengungsi akibat banjir bandang tersebut.

"Status tanggap darurat diambil untuk memudahkan pemerintah dalam menangani para korban yang saat ini mengungsi di posko-posko pengungsian," kata Sutopo di kantor BNPB, Jakarta Pusat, Senin 18 Maret 2019.

Warga mengungsi akibat banjir bandang di Sentani, Jaya Pura, Papua, Senin, 18 Maret 2019.

Ia menambahkan, BNPB bersama tim gabungan yang terdiri atas Pemerintah Daerah Jayapura, TNI, Polri, dan relawan sudah mendirikan Pos Komando di Kantor Bupati Jayapura untuk membantu para pengungsi dan melayani korban luka dengan membuat pos medis serta dapur umum.

"Pelayanan medis telah didukung kembali oleh operasional rumah sakit yang telah berfungsi kembali, seperti RSUD Yowaris, sedangkan RS Dian Harapan, RS Bhayangkara, RS Abepura dan RS Aryoko difungsikan sebagai rumah sakit rujukan," ujarnya.

Selain itu, lanjut Sutopo, pemerintah daerah setempat bersama dinas terkait, TNI, dan Polri juga terus melakukan upaya pemulihan dini seperti pembersihan kayu gelondongan, bebatuan, puing-puing dan material lain dengan alat berat. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat semua akses ke daerah terdampak dapat ditembus untuk menyalurkan bantuan," dia menambahkan.

Setali tiga uang, Bupati Bantul, Suharsono juga telah menetapkan status tanggap darurat bencana banjir dan tanah longsor terjadi di 15 kecamatan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Status tanggap darurat bencana ini ditetapkan sejak Senin, 18 Maret 2019.

Penetapan status tanggap darurat ini akan diberlakukan selama satu pekan ke depan. Jumlah hari status tanggap darurat bencana ini bisa bertambah sesuai dengan kondisi.

"Seminggu paling ndak (penetapan status tanggap darurat bencana di Bantul). Kalau perlu kita enggak perlu batas waktu. Pokoknya kita kerja keras sampai malam enggak masalah," ujar Suharsono saat mengunjungi lokasi bencana longsor di Imogiri, Senin, 18 Maret 2019.

Pemkab Bantul, lanjut Suharsono, bertanggung jawab untuk membantu kondisi psikologis dan logistik warga Bantul yang terdampak bencana. Penetapan tanggap darurat bencana ini merupakan salah satu alternatif untuk merampungkan dampak yang timbul usai bencana.

"Kalau logistik jelas kita bantu. Untuk anggarannya nanti butuhnya berapa dihitung. Kan ada dana taktis untuk membantu saat bencana seperti ini," kata Suharsono.

Seperti diketahui, banjir dan longsor di Bantul ini tak hanya merusak pemukiman dan infrastruktur sosial, tapi juga tanah longsor terjadi di tebing kawasan makam raja-raja Mataram di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul.

Lokasi longsor itu berada di sisi paling timur kompleks makam raja-raja Mataram. Yakni seputaran kompleks pemakaman yang nantinya diperuntukan makam Sri Sultan Hamengku Buwono X, dengan longsoran ke arah selatan.

Banjir dan longsor yang terjadi di Kabupaten Bantul menyebabkan tiga orang warga di Kecamatan Imogiri hilang. Tiga orang itu adalah Eko Supatmi, warga Pajimatan RT 02 Kedungbuweng Desa Wukirsari Kecamatan Imogiri dan tetangganya Rusti. Seorang korban lagi masih dalam pencarian namun identitasnya belum diketahui.

"Yang meninggal dunia ada 2 orang," kata Kepala BPBD kabupaten Bantul, Dwi Daryanto, Senin, 18 Maret 2019.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya