PDIP Ingin Meluruskan BUMN

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
Pengembangan Organisasi di Masa Pandemi: BRI Jalankan BRIVolution 2.0
- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kemarin, Minggu, 10 Januari 2016 hingga Selasa, 12 Januari 2016 mendatang, menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Pejabat yang Rangkap Jabatan di BUMN Diminta Buat LHKPN
Rakernas hari pertama kemarin dihadiri oleh seluruh peserta Rakernas dan juga mengundang tokoh-tokoh nasional, seperti: Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, para menteri Kabinet Kerja, dan tokoh-tokoh partai politik dan tokoh-tokoh organisasi masyarakat.

Erick Thohir Klaim Temukan 53 Kasus Korupsi di BUMN
Dalam sambutan pembukaan Rakernas, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyinggung soal peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang jauh dari prinsip konstitusinya. 

Dia mengatakan, BUMN harus dimasukkan kembali dalam ranah ekonomi sektor negara. Bukan dijadikan sebagai 'korporasi swasta' yang mengedepankan pendekatan bisnis semata.

"Saat ini adalah waktu yang tepat agar cabang-cabang ekonomi yang vital, yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan menyangkut kepentingan umum, kembali pada prinsip konstitusi, yaitu dimasukkan kembali dalam ranah 'ekonomi sektor negara'," kata Megawati.

Menurut Mega, konstitusi sendiri mengamanatkan bagaimana pentingnya peran BUMN sebagai salah satu soko guru perekonomian nasional. 

Karena itulah, mengapa BUMN memiliki fungsi dan menjadi alat negara untuk meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Berbeda dengan yang terjadi saat ini. BUMN hanya diperlakukan seperti 'korporasi swasta' yang mengedepankan pendekatan bisnis semata, atau yang sering didengungkan sebagai pendekatan 'business to business'.

"Atas dasar hal tersebut, PDI Perjuangan, memberikan perhatian khusus guna meluruskan politik ekonomi BUMN melalui perubahan Undang-Undang tentang BUMN. Demikian halnya, ketika DPR RI memutuskan untuk menggunakan hak dewan, melalui pembentukan Pansus Angket Pelindo II. Pansus ini diyakini menjadi pintu masuk untuk mengembalikan tata kelola BUMN sesuai perintah konstitusi," katanya. 

Selain itu, Mega juga yakin jika BUMN dikelola dengan baik, akan memberikan konstribusi optimal kepada pembangunan negara. 

Mega meminta, BUMN harus dikembalikan menjadi alat negara untuk memperkuat ekonomi rakyat melalui fungsi re-distributif, membuka akses permodalan, dan meningkatkan produktivitas rakyat atau yang telah dituangkan sebelum dalam sikap politik PDI Perjuangan pada Kongres IV tahun 2015 lalu.

Terkait hal itu, Jokowi menyatakan, dirinya sependapat dengan Megawati. Presiden mengatakan, pemerintah akan membuat rencana pembangunan jangka menengah-panjang. Rencana jangka panjang itu, katanya, berisi mimpi-mimpi besar masyarakat.

"Kita harus pikirkan secara serius. Apa yang akan kita kerjakan 5, 10, 20 tahun mendatang. Dan apa yang kita impikan 100 tahun mendatang harus dirancang," kata Jokowi. 

Jokowi mengatakan, negara harus memiliki haluan untuk dibawa ke mana. Karenanya, ia sepakat pembangunan nasional semesta menjadi pekerjaan rumah bersama.

Tantangan BUMN

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius K. Ro, mengatakan BUMN punya dua peran, yaitu agen penciptaan nilai dan agen pembangunan. Sebagai agen pembangunan, tantangan utamanya adalah kesenjangan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan. Dia memaparkan, ada enam tantangan yang harus dihadapi BUMN. 

"Tantangan yang pertama adalah pembangunan belum merata, sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan pemerataan kesejahteraan. Pada satu dekade ini, indeks gini ratio meningkat menjadi 0,43 persen," katanya. 

Pihak kementerian pun mengharapkan, perusahaan pelat merah bisa berkontribusi terhadap pemerataan pembangunan.

Kedua, adalah tantangan di energi dan pangan. "Yang paling menyesakkan adalah ketergantungan kita terhadap impor," kata dia.

Menurut Aloysius, ketergantungan bidang pangan dan energi dari luar negeri membuat kedaulatan di dua sektor ini akan terhambat. Selain itu, impor pangan dan energi bisa menggerus devisa.

Tantangan yang ketiga adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam bersaing dengan negara-negara di kawasan. 

Bonus demografi ini tak hanya dilihat dari segi kuantitas, tapi juga dilihat dari kualitas. Produktivitas Indonesia kalah dari Thailand dan Vietnam.

"SDM kita di peringkat ketujuh atau kedelapan, hanya sedikit lebih baik di atas Laos," kata dia.

Tantangan yang keempat adalah masalah inklusi keuangan. Masih banyak masyarakat yang belum terjangkau akses keuangan. Hanya 26 persen dari penduduk di atas 15 tahun yang mempunyai rekening di bank, dan di antaranya baru 10 persen yang mempunyai simpanan di atas Rp5 juta.

Tantangan yang kelima adalah mayoritas bahan baku industri infrastruktur dan industri dasar berasal dari impor. 

Misalnya, di industri farmasi ada 99 persen bahan baku obat (BBO) yang dipasok dari Tiongkok dan India.

Tantangan yang terakhir, keenam, adalah biaya logistik yang mahal. Biaya ini membuat sektor-sektor usaha di Indonesia tak efisien. "Lalu, ada logistik nasional. Biaya logistik kita jauh di atas Malaysia dan Singapura," kata dia.

Gerak cepat bangun infrastruktur

Sementara itu, tingkat kesenjangan ekonomi antar penduduk Indonesia dinilai meningkat secara signifikan dalam sepuluh tahun terakhir. 

Langkah reformasi yang dilakukan pemerintah diharapkan mampu menekan laju ketimpangan tersebut.

Ketua Staf Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, mengatakan, salah satu cara untuk mengentaskan ketimpangan tersebut adalah dengan cara membangun infrastruktur. 

Dengan maraknya pembangunan infrastruktur, lapangan pekerjaan pun akan terbuka lebar.

"Ketimpangan itu harus diselesaikan secara bertahap. Kalau tidak bisa diselesaikan, soal pengangguran dan kemiskinan itu susah. Ini harus diselesaikan dengan pembangunan infrastruktur," ujar Sofjan.

Menurut Sofjan, sampai saat ini, program infrastruktur yang dijalankan pemerintah justru terlihat diam di tempat. Padahal, selain mampu mengentaskan kemiskinan, program infrastruktur diharapkan dapat menggenjot perekonomian dalam negeri.

"Saya pikir Menteri BUMN (Rini Soemarno) harus betul-betul bergerak. Pembangunan ini harus dipercepat pelaksanaannya," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya