Heboh Gafatar, Dicurigai Sesat dan Meresahkan

Kantor Yayasan Berpaham Sesat di Halmahera Dilaporkan Dirusak
Sumber :
  • Facebook.com
VIVA.co.id - Nama organisasi massa Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menjadi perhatian publik nasional sepanjang awal tahun 2016. Musababnya ialah seorang perempuan dokter asal Lampung hilang misterius bersama anak balitanya pada 30 Desember 2015. Jejak terakhirnya di Yogyakarta.
Polisi Segera Limpahkan Berkas Kasus Gafatar

Dokter bernama Rica Trihandayani dan balitanya itu akhirnya ditemukan lebih sepekan kemudian. Dia didapati di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada Senin pagi, 11 Januari 2016.
Definisi 'Makar' Tidak Jelas, Pemerintah Salah Kaprah

Dokter Rica dan anaknya dalam perlindungan aparat Kepolisian Daerah DI Yogyakarta karena dia dilaporkan hilang di kota itu. Dia segera diterbangkan dari Pangkalan Bun melalui Semarang di Jawa Tengah kemudian diamankan di Markas Polda Yogyakarta pada hari itu juga.
Kasus Gafatar, Polisi Sudah Periksa 50 Saksi

Peristiwa itu segera dihubung-hubungkan dengan organisasi Gafatar. Dokter Rica disebut direkrut seseorang untuk menjadi anggota Gafatar. Tetapi aparat Kepolisian menolak dugaan-dugaan itu sebelum penyelidikan dan pemeriksaan menyeluruh terhadap Dokter Rica.

Dalam waktu yang hampir bersamaan dan setelahnya muncul beragam peristiwa dan laporan orang hilang di sejumlah daerah, di antaranya, Yogyakarta, Surabaya, Mojokerto, Solo, dan lain-lain. Kasusnya serupa Dokter Rica: pergi dan menghilang secara tiba-tiba, beberapa di antaranya berpamitan dengan menulis sepucuk surat.

Sebagian besar keluarga yang kehilangan mengakui kerabat mereka yang hilang sebelumnya bergabung sebagai anggota Gafatar. Tetapi sejauh ini tak ada yang membuktikan bahwa mereka hilang karena dibawa kabur atau diculik orang-orang Gafatar.

Ilegal

Sejauh ini memang belum ada yang mengonfirmasi atau menyangkal keterlibatan organisasi Gafatar dalam sejumlah peristiwa orang hilang, termasuk kasus yang dialami Dokter Rica. Namun pemerintah telah memastikan bahwa Gafatar adalah organisasi yang tak terdaftar alias tak resmi.

“Dia (Gafatar) ini ormas yang ilegal, tidak terdaftar di kita (Kementerian Dalam Negeri),” Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Soedarmo, dihubungi VIVA.co.id pada Selasa, 12 Januari 2015.

Soedarmo menjelaskan bahwa Gafatar sebenarnya telah mendaftar kepada Kementerian pada 2011. Tetapi Kementerian menolak mengesahkan organisasi itu karena ditengarai kuat berhubungan dengan Negara Islam Indonesia (NII), organisasi terlarang di Indonesia. Gafatar pun belum memiliki Surat Keterangan Terdaftar dari Kementerian sampai sekarang.

Gafatar, kata Soedarmo, sejatinya kelompok atau organisasi lama yang kemudian berganti-ganti nama. Ada sedikitnya empat nama untuk organisasi atau gerakan itu, yaitu Al-Qiyadah al-Islamiyah, Komunitas Qiblah Abraham (Komar), Milata Abraham, dan Gafatar.

Perkembangan organisasi itu kurang pesat saat bernama Al-Qiyadah al-Islamiyah, Komar, atau pun Milata Abraham. Soalnya semua organisasi itu dilarang karena dianggap sesat atau menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan paham keagamaan arusutama (mainstream) di Indonesia.

“Nah, pas ganti (nama menjadi) Gafatar ini, baru mulai agak banyak pengikutnya,” kata Soedarmo.

Kementerian telah berkoordinasi dengan Kepolisian, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) untuk melarang aktivitas Gafatar. Pemerintah daerah diminta proaktif mengawasi kegiatan organisasi. Aparat Kepolisian pun diminta tetap mengantisipasi potensi kerusuhan atau aksi anarki akibat provokasi pihak-pihak tertentu sebagai implikasi pelarangan kegiatan Gafatar.

Aktivitas terselubung

MUI pusat belum memutuskan fatwa untuk Gafatar karena lembaga itu masih meneliti dan mengkajinya. Tetapi MUI mengonfirmasi bahwa memang ada orang-orang mantan anggota Al-Qiyadah al-Islamiyah dalam Gafatar.

Belum terang betul ada atau tidak aktivitas penyebaran ajaran sesat atau ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah dalam Gafatar. Soalnya sejauh kegiatan mereka yang bersifat publik adalah aktivitas sosial.

“Ada fakta, mereka mengajarkan keyakinan secara terselubung materi-materi tentang Al-Qiyadah. Ini yang perlu ditelusuri,” kata Ketua Komisi Kajian MUI, Prof Utang Ranuwijaya, dihubungi VIVA.co.id pada Selasa, 12 Januari 2016.

Ranuwijaya menjelaskan bahwa lembaganya masih mengumpulkan bukti-bukti dan data untuk mendukung penelitian dan pengkajian sehingga dapat diputuskan melalui fatwa. Bukti dan data itu, di antaranya, fatwa MUI Aceh yang melarang Gafatar karena dianggap sesat.

“Al-Qiyadah, kan, sudah ada fatwa sesat, sehingga ada kemungkinan Gafatar juga bisa diberikan fatwa sesat. Tapi itu yang perlu dibuktikan dulu,” ujarnya.

MUI menetapkan sepuluh kriteria untuk menerbitkan fatwa bahwa sebuah organisasi atau kelompok atau perorangan sebagai sesat, di antaranya, menistakan agama. Satu kriteria saja terpenuhi, MUI dapat menerbitkan fatwa itu. Dia mencontohkan Moshaddeq yang difatwa sesat karena mengaku sebagai nabi.

“Apakah di Gafatar sama (dengan Al-Qiyadah al-Islamiyah), itu juga harus dibuktikan. Di Gafatar, kan, Moshaddeq tercatat sebagai Pembina. Kalau di Al Qiyadah dia sebagai Ketua Umum,” katanya.

Anak kandung NII

Ken Setiawan, seorang mantan kader NII, membenarkan bahwa Gafatar memang ada hubungan dengan NII. Gefatar didirikan Abdussalam alias Ahmad Moshaddeq atau Musaddeq atau Musadek. Moshaddeq ialah mantan anggota NII yang membelot dan membentuk ormas sendiri.

Ken, sebagai pendiri NII Crisis Center, bahkan terang-terangan menyebut "Gafatar itu anak kandung dari NII.” Asal-usulnya jelas. “Yang mendirikannya satu guru dan satu ilmu dengan NII,” katanya kepada VIVA.co.id di kantor NII Crisis Center di Jakarta pada Selasa, 12 Januari 2015.

Menurut Ken, awalnya Moshaddeq mendirikan suatu gerakan dengan nama Al-Qiyadah al-Islamiyah. Di dalam sekte itu, Ahmad mengaku sebagai nabi baru. Namun hal itu tidak bertahan lama setelah gerakan Al-Qiyadah al-Islamiyah diketahui Polisi dan Moshaddeq ditangkap dengan tuduhan penistaan agama.

Setelah keluar dari penjara, Moshaddeq meninggalkan Al-Qiyadah al-Islamiyah dan mendirikan sebuah perkumpulan baru dengan nama Komunitas Qiblah Abraham (Komar). Komunitas itu menggabungkan tiga agama menjadi satu, yaitu Islam, Nasrani, dan Yahudi.

Mereka meyakini bahwa Islam, Nasrani, dan Yahudi adalah sama karena agama yang berasal dari satu nabi, yakni Nabi Ibrahim. Dalam praktiknya, mereka sering menggelar pengajian Alquran, Injil, dan Talmud.

MUI telah melarang Komar karena permasalahan tauhid. Moshaddeq pun meninggalkan Komar dan mendirikan Gafatar. Belakangan, kata Ken, Moshaddeq tak lagi mengedepankan paham keagamaan dalam Gefatar, melainkan lebih banyak berkegiatan sosial. “Ternyata hal itu cukup sukses menarik simpati, terutama anak muda,” ujarnya.

Gafatar, Ken menambahkan, menggunakan doktrin perubahan untuk menarik perhatian kalangan muda. Dengan propaganda ketidakadilan, Gafatar seperti menjadi wadah bagi kalangan muda yang prihatin dengan persoalan bangsa.

“Dengan sugesti bahwa hukum di Indonesia kacau, tidak berlandaskan Islam, maling ayam dihukum berat, koruptor dihukum ringan, dengan itu mereka mengajak anak muda; ini, lho, wadahnya perubahan, yaitu Gafatar,” katanya, menjelaskan strategi Gafatar.

Si pengaku nabi

Moshaddeq mendirikan Al-Qiyadah al-Islamiyah pada tahun 2000 setelah tak cocok dengan metode gerakan NII Komandemen Wilayah IX (NII KW IX atau KW 9) pimpinan Panji Gumilang. Moshaddeq mengaku sebagai nabi atau mesias. Ajarannya adalah sinkretisme Alquran, Alkitab Injil, dan Yahudi.

Moshaddeq mengaku menerima wahyu bukan dalam bentuk kitab suci tapi pemahaman yang benar dan aplikatif mengenai Alquran yang, menurutnya, telah disimpangkan sepanjang sejarah.

Gerakan Moshaddeq sempat disorot besar-besaran pada akhir tahun 2006, yang kemudian mengakibatkan keluarnya stempel sesat dari MUI pada 4 Oktober 2007.

Pada 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Moshaddeq selama empat tahun penjara dipotong masa tahanan atas pasal penodaan agama. Meski pernah menyatakan bertobat, Moshaddeq hingga kini dianggap masih menyebarkan ajarannya dengan menggunakan nama lain, di antaranya, Milata Abraham dan Gafatar.

Moshaddeq belum berkomentar setelah namanya dikait-kaitkan dengan Gafatar belakangan. Organisasi Gafatar pun bungkam meski hampir seluruh media massa nasional ramai memberitakannya.

Laman resmi organisasi itu, Gafatar.org, lebih banyak mempublikasikan kegiatan-kegiatan sosial dibanding aktivitas keagamaan. Ada satu artikel yang menyinggung sedikit tentang penegasan jati diri Gafatar yang diunggah pada 28 Februari 2015. Sang Ketua Umum, Mahful Tumanurung, mengatakan bahwa Gafatar bukan organisasi keagamaan.

“Masalah keagamaan bukanlah menjadi ranah kerja Gafatar. Urusan agama, kita serahkan kepada ahlinya dan pribadi masing-masing,” katanya, sebagaimana dikutip dalam artikel berjudul Mahful Tumanurung: Gafatar Bukan Organisasi Keagamaan itu.

Tumanurung menegaskan juga bahwa Gafatar tak berorientasi pada kekuasaan atau politik praktis. Maka tak ada niat maupun cita-cita Gafatar menjadi partai politik atau sekadar organisasi yang berafiliasi pada partai politik tertentu.

“Masalah kekuasaan menjadi hak prerogatif Tuhan Yang Maha Kuasa. Tugas kita hanyalah melaksanakan segala kehendak dan rencana-Nya dengan penuh kepatuhan dan kesungguhan agar kita pantas mendapat berkat, nikmat atau anugerah yang besar dari-Nya,” katanya.

Dilansir dari laman organisasi itu juga, Gafatar didirikan untuk membenahi moral bangsa. Berbagai masalah bangsa, seperti korupsi, kesenjangan sosial-ekonomi, keterbelakangan pendidikan, dan lain-lain, sesungguhnya berakar pada krisis moral.

“Kenyataan ini membuat kami menjadi terpicu untuk berbuat. Tak bisa duduk diam tanpa melakukan apa-apa untuk kemajuan dan kejayaan bangsa. Bahwa bangsa ini harus mampu bangkit dari kedangkalan wawasan dan mental budak yang ditinggalkan oleh penjajah dahulu.

Bangsa ini harus dapat menata perilaku yang bermoral dan bermartabat, karena moralitas adalah cikal-bakal terbentuknya sebuah tata nilai kehidupan yang lebih tinggi lagi. Tanpa pembenahan moral dan budaya, maka bangsa ini akan terus menggali jurang keserakahan di antara sesama menuju titik nadir kehancurannya.” (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya