Ambisi RI Merajai Ekonomi Digital Asia Tenggara

Kunjungan Presiden Jokowi di kantor Facebook
Sumber :
  • VIVA.co.id/Facebook

VIVA.co.id – Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, 16-17 Februari 2016, membawa misi dua hal penting. Selain berbicara soal upaya menangkal terorisme, kunjungan Jokowi ke AS, juga membahas soal ambisi Indonesia untuk mewujudkan visi ekonimi digital besar di kawasan.

Migrasi TikTok Shop dan Tokopedia Dinilai Bikin E-Commerce Makin Dinamis, Ini Penjelasannya

Momentum tersebut dimanfaatkan, saat Jokowi bertandang ke kawasan Silicon Valley, California, AS. Di area yang dikenal sebagai markas dan pusat teknologi dunia itu, Jokowi bersama rombongan bertemu dan berdialog dengan pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) perusahaan teknologi, misalnya CEO Facebook Mark Zuckerberg, pendiri Twitter Jack Dorsey, CEO Google Sundar Pichai, dan lainnya.

Pertemuan dua entitas berbeda, yaitu pemerintah dan perusahaan ini pun tak hanya sebatas tatap muka ramah tamah. Dalam jadwal kunjungan sebelumnya yang beredar, sudah disebutkan Jokowi mampir ke kantor Facebook dalam rangka rencana kerja sama Facebook dalam pemberdayaan 2.000 pengusaha kreatif dan 500 pengusaha desa dengan menggunakan platform Facebook.

Beda Penafsiran Permendag 31/2023 Jangan Bikin Rezeki UMKM Seret, Ini Penjelasannya

Dan, memang dalam pertemuannya dengan Zuckerberg di markasnya, 17 Februari 2016, Jokowi mengharapkan Facebook bisa berkontribusi menumbuhkan ekonomi digital Tanah Air yang sedang tumbuh.

"Saya harap, Facebook dapat kerja sama dalam upaya Indonesia mencapai visi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara yang mencapai US$130 miliar pada 2020," ucap Presiden.

Migrasi TikTok Shop ke Tokopedia Dikawal Ketat Kemendag, Ekonom: Dorong Digitalisasi UMKM

Ekonomi digital di Indonesia, dipicu oleh perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Untuk itu, Indonesia telah menyiapkan rencana aksi ekonomi digital jangka menengah dan panjang dengan fokus mempercepat pemberian akses digital bagi UMKM.

Sejumlah kebijakan untuk mendorong tumbuhnya wirausahawan teknologi (techopreneur) dan menarik investasi, termasuk di bidang informasi dan teknologi serta akses pembiayaan bagi UMKM telah diambil oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah Indonesia, kata Presiden, juga terus menetapkan kebijakan yang mendorong inovasi. Di antaranya program nasional menciptakan 1.000 technopreneur, serta perlindungan bagi pengusaha awal yang sedang merintis (startup).

Dalam kaitan menciptakan 1.000 technopreneur, Indonesia mendorong Facebook untuk mendukung edukasi pengembang IT baru di Indonesia. "Saya juga berharap, Facebook dapat mendukung upaya Indonesia untuk memberdayakan ekonomi digital bagi UKM," tambah Jokowi.

Semua itu dilakukan dalam rangka memuluskan jalan Indonesia untuk untuk menjadi raja ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan industri e-commerce-nya.

Visi ekonomi digital itu juga disampaikan kepada CEO Google, Sundar Pichai, begitu Jokowi lewat satu jam bertandang di kantor Facebook.

Di markas perusahaan internet raksasa itu, orang nomor satu Indonesia itu mengemukakan digitalisasi adalah sebuah keniscayaan. Dengan penduduk 252 juta jiwa yang tersebar di 17 ribu pulau, maka Indonesia harus memanfaatkan digitalisasi untuk kemajuannya.

Lebih jauh, Jokowi juga menyampaikan soal visi Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. “Saya gregetan segera lakukan digitalisasi,” kata Jokowi di Silicon Valley, AS.

Kepada bos Google asal India itu, Jokowi mengatakan, visi ekonomi digital itu bertarget US$130 miliar dengan dimulainya berbagai kebijakan. Antara lain, peluncuran peta jalan e-commerce Indonesia dan 10 paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan.

"Serta, fasilitas akses pembiayaan UMKM dan perusahaan IT baru,” kata Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga meminta Google agar membantu pengembangan UKM berbasis online.

Jokowi juga mengapresiasi Google dalam upayanya mengatasi Illegal Unreported and Unregulated (IIU) yang menyiapkan aplikasi identifikasi penangkapan ikan ilegal. Manfaat aplikasi semacam ini, menurut mantan Gubernur DKI itu sangat besar.

Misi yang sama juga disampaikan Jokowi saat bertandang ke kantor pusat Twitter, usai dari Google. Jokowi yang didampingi beberapa pejabat dan menteri berdiskusi dengan CEO Twitter, Jack Dorsey.

Pria asal Solo itu juga membahas penggunaan Twitter sebagai platform yang live dan real-time untuk diformulasikan secara nyata, agar menjadi bagian dari penanggulangan bencana, serta mencegah aksi terorisme dan tindakan ekstremisme.

Dorsey pun menyambut baik inisiatif Presiden Jokowi dan berjanji akan membantu masyarakat Indonesia, supaya terhubung satu sama lain setiap hari, serta memberikan kesempatan untuk menunjukkan keunikan budaya Indonesia ke seluruh dunia.

"Kami berharap, hubungan baik yang telah terjalin selama ini dapat terus berlanjut hingga masa mendatang,” ungkap Dorsey.

Misi Jokowi meminta dukung dan kontribusi perusahaan teknologi dunia itu bisa dipahami. Sebab, untuk membangun ekonomi digital butuh ekosistem yang matang dan tentunya biaya yang tak sedikit. Modal awal sudah cukup, pemerintah sudah menyelesaikan peta jalan e-commerce yang membahas dan mengatur pilar pendukung ekonomi kreatif ini.

Berguru pada ‘perusahaan malaikat’

Selain meminta dukungan Facebook, Twitter dan Google, dalam kunjungannya itu Jokowi menyempatkan berguru pada perusahaan penyandang investasi Plug and Play. Perusahaan ini dikenal memfasilitasi start up dan wirausaha baru di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Perusahaaan itu kerap disebut sebagai ‘malaikat’ penolong yang menggelontorkan danam sehingga bisnis bisa dijalankan dan dikembangkan. Jokowi bertemu dengan CEO Plud and Play, Seed Amidi.

Pemerintah merasa perlu berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan Plug and Play, agar mencapai raja ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara.

"Saya harap, Plug and Play dapat bekerja sama dalam upaya Indonesia mencapai visi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara yang mencapai US$130 miliar pada 2020," ucap Presiden dalam pertemuan ini.

Indonesia bisa belajar dari konsep aselelator dan inkubator model Silicon Valley untuk mempercepat digital ekonomi di Indonesia, terutama startup.

Rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang telah diambil Indonesia untuk dapat mendorong terwujudnya visi tersebut. Di antaranya adalah dengan pemberian akses pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan perusahaan IT baru. Demikian sebagaimana dilansir Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana.

Akses tersebut berupa, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kebijakan likuiditas pasar bagi perusahaan start up. Di samping itu juga, kebijakan modal ventura yang memberi insentif dan mempermudah pembiayaan bagi pengusaha IT baru.

Biaya besar

Sebelumnya, pertengahan Januari 2016, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, untuk mewujudkan ambisi dan mimpi ribuan pengusaha teknologi butuh dana Rp97 miliar per tahun.

Dana itu dipakai untuk melahirkan 200 pengusaha digital per tahunnya. Diharapkan, dengan skema 200 pengusaha teknologi itu bisa menyokong dan melahirkan produk e-commerce baru di Tanah Air.

“Dana yang dibutuhkan untuk menciptakan 200 technopreneur per tahun memang tidak sedikit, sekitar US$6-7 juta (Rp83,3-97,2 miliar). Nantinya, kita akan patungan antara pemerintah, sektor swasta, dan juga pelaku e-commerce yang sudah sukses. Karena manfaatnya bukan hanya untuk pemerintah saja, tetapi untuk kita semua,” ujar Rudiantara.

Untuk mencapai angka 200 technopreneur baru per tahun, Rudiantara menyebut perlu ada sekitar 8.000 orang yang tertarik untuk mengikuti semacam 'talk', yang mana pembicaranya dihadirkan dari para technopreneur yang telah sukses.
 
Lalu, dari 8.000 peserta, akan mengerucut setelah memasuki tahap workshop dan selanjutnya hackathon. Pada tahapan hackaton itulah jumlah 200 technopreneur didapat.
 
“Dengan lahirnya 200 technopreneur baru setiap tahun, ini akan meningkatkan aktivitas e-commerce di Indonesia, sehingga diharapkan e-commerce dapat menjadi pendorong ekonomi digital di Indonesia,” tuturnya.

Selain menggandeng perusahaan teknolgi global, untuk mencapai mimpi visi ekonomi digital itu, pemerintah juga menggandeng perusahaan teknologi yang beroperasi di dalam negeri, misalnya Huawei. Kerja sama itu dibentuk untuk membuka Pusat Inovasi Kominfo-Huawei.

Dari sisi fungsinya, pusat inovasi ini akan dijadikan penggemblengan beberapa program, seperti pelatihan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), memfasilitasi penelitian bersama, dan menyediakan konsultasi di bidang TIK.

Huawei berharap, kehadiran pusat inovasi ini dapat membentuk ekosistem digital yang membantu melahirkan lebih banyak technopreneur muda, yang mana didukung oleh keberadaan infrastruktur berupa ruang kelas dan perangkat Virtual Desktop Infrastructure kepunyaan Huawei.

Pada pusat inovasi ini, Huawei mengatakan, terdapat empat materi edukasi guna membentuk para calon teknoprenuer dengan modul yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Empat silabus tersebut, yaitu e-commerce, mobile application, networking, dan virtual reality.

Rudiantara berjanji ,setelah mendirikan pusat inovasi di ibu kota, akan dilanjutkan pembukaan di daerah.

Jalan menjadi raja Asia Tenggara

Bicara soal potensi ekonomi digital dalam bentuk e-commerce. Indonesia bisa percaya diri. Sebab, ada kenaikan valuasi dari e-commerce di Tanah Air.

Tercatat pada 2013 lalu, pasar e-commerce Indonesia memberikan angka mencapai US$1,3 miliar. Bahkan, diperkirakan di tahun 2017, e-Commerce di Tanah Air menyentuh US$25-30 miliar, sehingga dinobatkan Indonesia sebagai raja e-commerce di Asia Tenggara.

Asosiasi e-Commerce Indoenesia (idEA), mengungkapkan prediksi tersebut akan terealisasi, apabila berbagai pihak saling bahu-membahu industri bisnis digital ini.

Menurut Novita, perwakilan dari idEA, setidaknya ada tiga faktor penting yang perlu dibenahi agar optimalisasi industri e-commerce bisa terwujud.

“Pertama, infrastruktur internet harus ditingkatkan. Seandainya saja di daerah lain internetnya seperti Jakarta, e-commerce Indonesia akan tumbuh,” ungkap dia.

Sebab, sampai saat ini, penyebaran koneksi internet di Indonesia masih belum merata, antara di kota-kota besar dengan daerah-daerah terpencil. Hal itu menyebabkan faktor kenapa transaksi jual-beli online belum berkembang luas.

"Layanan internet di Indonesia masih mahal dan terbilang lambat dibandingkan negara-negara lain. Koneksi speed internet kita rata-rata hanya 1,6 Mbps, itu di bawah Vietnam (1,8 Mbps), Filipina (2 Mbps), Malaysia (3 Mbps), Thailand (4,8 Mbps), dan Singapura (7,9 Mbps)," tuturnya.

Kemudian, faktor kedua, yaitu perlu ditingkatkannya layanan perbankan. Sebab, kartu kredit dan internet banking menjadi cara ampuh dalam mendorong pertumbuhan industri e-commerce.

“Masih banyak orang yang belum menggunakan layanan perbankan di sini. Padahal, layanan perbankan cukup penting untuk menopang pertumbuhan e-commerce. Kan, mereka bisa bayar pakai kartu kredit, atau internet banking buat belanja online,” tambahnya.

Terakhir, edukasi. Menurutnya, sebagai faktor utama lainnya yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

“Masih perlu edukasi supaya masyarakat tahu seperti apa e-commerce. Supaya mereka kenal fitur-fitur dan cara belanjanya, sistem pembayaran maupun keamanan yang ada di e-commerce, itu semua perlu edukasi dari banyak pihak,” papar dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya