Efek Dahsyat Penangkapan Sanusi oleh KPK

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (2/4/2016).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Tertangkapnya Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bak memberi perspektif baru dalam situasi politik di ibu kota.

Dilelang Rp1,1 Miliar, Jaguar XJL Koruptor Jakarta Tak Laku

Maklum, pria yang ikut mencalonkan diri lewat Partai Gerindra sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk tahun 2017 ini disebut-sebut terkait skandal suap dalam megaproyek bersama Presiden Direktur PT Tbk Ariesman Widjaja dan seorang karyawannya Triananda Prihantoro.

"Uang senilai Rp2 miliar diberikan dua kali kepada (Ketua Komisi D)," ujar Ibnu Akhyat, kuasa hukum dari Presiden Direktur Ariesman Widjaja, Sabtu 2 April 2016.

Mohammad Sanusi Dituntut 10 Tahun Penjara

Alhasil, sejak penangkapan itu, suasana politik DKI Jakarta sontak menghangat. Maklum banyak pihak meyakini Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama alias Ahok juga memiliki jejak di balik .

Dasarnya, Ahok yang beberapa waktu ini menjadi figur terkuat di Pilkada DKI 2017 lewat jalur independen dan disebut-sebut figur terkokoh untuk gubernur berikutnya, ternyata juga menjadi motor penggerak lewat izin yang diterbitkannya kepada PT Muara Wisesa Samudera, yang tak lain anak dari perusahaan .

Rekanan Proyek Transfer Uang Miliaran untuk Sanusi
 

Menelusur jejak Ahok
Gurat megaproyek sesungguhnya telah bergulir sejak 21 tahun silam. Hingga kini setidaknya ada 10 perusahaan yang kecipratan proyek raksasa ini.

Perusahaan itu yakni PT Kapuk Naga Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Muara Wisesa Samudra, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Intiland, PT Manggala Krida Yudha, PT Pelindo II, PT Kawasan Berikat Nusantara, PT Jaladri Kartika Ekapaksi, dan PT Pembangunan Jaya Ancol.

Sejauh ini, tarik menarik proyek ini terus bergulir. Dari 10 perusahaan yang berebut proyek , baru ada dua yang mendapatkan izin prinsip dari pemerintah daerah.

Pertama PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan , yang mendapat jatah pengelolaan reklamasi di pulau C, D dan E pada tahun 2012 oleh Gubernur Fauzi Bowo.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2015/12/10/353491_reklamasi-teluk-jakarta_663_382.jpg

FOTO: Salah satu hasil proyek yang dibangun dalam reklamasi Teluk Jakarta

Dan kedua, PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama atau Ahok pada tahun 2014.

Namun, proyek kontroversi ini tak semulus bayangan. Polemik payung hukum, menjadi ganjalan perusahaan pemegang izin prinsip untuk bergerak lebih leluasa dalam rencana .

Dua perda yang sedianya menjadi payung , yakni Raperda rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil DKI Jakarta dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, tersangkut di kesepakatan anggota DPRD DKI Jakarta.

 

Tarik ulur bagi hasil
Sejak dicokoknya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta bersama Presiden Direktur Tbk Ariesman Widjaja dan seorang karyawannya Triananda Prihantoro oleh KPK.

Ahok pun langsung mengklaim dugaanya bahwa skandal suap itu berkaitan dengan . Ia mengaitkan dugaannya dengan ketidaksetujuan DPRD DKI soal keputusannya mewajibkan bagi hasil 15 persen kepada Pemda DKI Jakarta dari nilai jual objek pajak (NJOP), dari setiap hak guna bangunan (HGB) dan hak pengelolaan (HPL) yang dijual yang didesak DPRD untuk diturunkan sebesar lima persen sesuai ketentuan perundangan.

"Siapa pun yang turunkan 15 persen, saya masalahkan. Berarti korupsi, ada deal," kata Ahok.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2014/10/18/274158_ahok-siap-pimpin-jakarta_663_382.jpg

FOTO: Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama alias Ahok

Meski begitu, dalih Ahok soal dugaan tersebut, sepertinya tak diperhatikan oleh KPK. Ketua KPK Agus Rahardjo bahkan mengisyaratkan guna kepentingan penyelidikan maka Ahok dan Fauzi Bowo pun bisa diambil keterangannya oleh KPK.

"Bisa saja (dipanggil Fauzi Bowo dan Ahok). Kita masih telusuri. Ini kasus besar, karena menyangkut investasi triliunan rupiah," kata Agus di Surabaya, Sabtu 2 April 2016.

 

Zero to hero
Sejauh ini, KPK memang masih menelusuri jauh soal skandal megaproyek . Namun, sejalan dengan itu opini publik mulai mengerucut kepada nasib Ahok di balik kasus ini.

Sebabnya, figur Ahok yang selama ini sudah terbangun di mata publik lewat ketegasannya dan sikap antikorupsi dan negosiasi, bukan tidak mungkin jadi bumerang balik.

Tandatangan Ahok yang menyetujui anak perusahaan yang kini, terbelit di KPK sejak tertangkapnya , bak membuat posisi Ahok di ujung tanduk.

Maklum, jika saja KPK kemudian menetapkan ada kesalahan hukum di balik kasus , maka otomatis ini menjadi akhir dari langkah Ahok menuju kursi Gubernur DKI pada 2017. Bak hero to zero, tak menutup kemungkinan citra Ahok akan terlibas habis.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/03/11/56e2e2c4511ee-aktivitas-di-sekretariat-teman-ahok_663_382.jpg

FOTO: Posko relawan temanAhok untuk pilkada DKI Jakarta tahun 2017

"Ini bisa saja menyangkut eksekutif di pemda DKI Jakarta. Semua harus ditangkap jangan saja," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Puyono.

Sejauh ini, opini publik yang bergaung soal keterlibatan Ahok dalam bersama dan , terus bergulir hangat.

Di linimassa twitter misalnya, isu keterlibatan Ahok begitu menguat dan beberapa kali memuncaki percakapan di twitter.

Bahkan, isu yang bergulir ini langsung mendapat respons dari lawan politik Ahok di Pilkada DKI, Sandiaga Uno. Meski tak secara terbuka menyindir Ahok, Sandiaga mengaku prihatin dengan tertangkapnya

"Tadi ada warga yang bilang supaya saya tidak korupsi, jangan sampai sudah nyalon (gubernur) gini, di depannya baik tapi di belakang korupsi," kata Sandiaga, Minggu 3 April 2016.

Lantas sejauh mana ini menguak banyak hal? KPK terus mendalami ini. Ahok mungkin tak tenang dengan kasus ini. Namun bisa jadi juga, terkuaknya ini bisa makin memperkokoh posisi Ahok di jalur independennya untuk kursi DKI satu.

Apapun itu, kasus korupsi di balik proyek raksasa patut dibersihkan. Siapa pun di balik itu, harus disikat tanpa ampun dan tanpa ada aroma politik, khususnya menjelang Pilkada DKI Jakarta. Sesuai janji Ketua KPK Agus Rahardjo, "Kita pasti kembangkan."

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya