Merancang Aturan Anti Kriminalisasi Demi Dorong Ekonomi

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi
Sumber :
  • ANTARA/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrembangnas) digelar Rabu 20 April 2016. Pemerintah pusat dan daerah bersinergi mencari solusi permasalahan yang menghambat realisasi pembangunan.

Mendag Lutfi Dinobatkan Jadi Pemimpin Terpopuler oleh Warganet

Di depan para pimpinan di daerah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas, Sofyan Djalil mengungkapkan, salah satu hal yang menghambat, adalah masih adanya distorsi peraturan yang membuat para pemangku kepentingan tidak leluasa dalam mempercepat pembangunan sesuai dengan perintah presiden. 

Para pejabat tersebut khawatir percepatan yang dilakukan melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku. Terlebih lagi, saat ini masih banyak pejabat yang terjerat masalah hukum karena dituding melanggar aturan.

Harbak PU ke-76, Basuki Ajak Insan PUPR Berkontribusi Pulihkan Ekonomi

"Harus ada justifikasi, ketika melakukan pemeriksaan. Kalau semua dianggap salah, banyak yang bukan kriminal seharusnya tidak perlu masuk penjara," kata Sofyan di Jakarta, Rabu 20 April 2016.

Karenanya, mantan menteri Badan Usaha Milik Negara ini mengungkapkan, pemerintah pusat sedang menggodok sebuah aturan yang mampu diterapkan oleh para pejabat negara, tanpa ada rasa was-was akan dikriminalisasi karena kebijakannya. 

Menteri LHK: Pembangunan Tak Boleh Terhenti Atas Nama Deforestasi

Aturan yang dirancang pun, nantinya akan berbeda di masing-masing daerah, sehingga ada kepastian hukum yang mendasari percepatan pembangunan tersebut.  

"Banyak yang harus diperbaiki. Misalnya aturan anti kriminalisasi, supaya pejabat negara dapat mengambil kebijakan dengan tenang. Jangan, karena kesalahan prosedur, akhirnya masuk penjara. Harus dikeluarkan peraturan menteri agar kreatviitas dalam berkembang untuk tujuan yang lebih baik," tambahnya. 

Kekhawatiran tersebut menurut Sofyan juga menghantui kementerian dan lembaga di pemerintahan pusat. Akibatnya,  perencanaan program-program yang dicanangkan khususnya terkait dengan infrastruktur pun tidak matang. Sehingga realisasinya terhambat, bahkan ada sebagian mangkrak. 

Sofyan mencontohkan, ada beberapa kawasan industri di Indonesia, yang saat ini mulai berkembang pesat. Meski begitu, perkembangannya tidak diiringi dengan infrastruktur pendukung yang memang vital dalam sebuah kawasan industri.

Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2017 mendatang, Sofyan menegaskan, pemerintah hanya akan fokus kepada program prioritas kementerian dan lembaga. Program-program yang dianggap tidak mampu memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional pun dipastikan akan dipotong.

"Perencanaan harus detail pada setiap proyek. Karena banyak proyek tidak bisa dijalankan karena tidak siap dari segi lahan, detail engginering. Sehingga ada pinjaman luar negeri yang tidak bisa ditarik, karena tidak siap proyek, karena itu yang belum siap kami tunda dulu," tambahnya. 

Hal ini menurut Sofyan, digenjot untuk mencapai tujuan Presiden Joko Widodo yang berambisi mendorong perekonomian Indonesia mencapai tujuh persen pada 2019.

Perlukan Aturan Anti Kriminalisasi? 

Ekonom PT Bank Central Asia David Sumual saat berbincang dengan VIVA.co.id mengungkapkan, dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, sejatinya sudah diatur peraturan yang menjawab kekhawatiran tersebut. 

Namun, memang implementasinya tidak bisa disamakan setiap daerah, maupun kementerian dan lembaga. Sebab itu, perlu dibuat aturan turunan guna mempertegas fleksibilitas itu. 

"Bahwa kalau ada penyelesaian penyimpangan khusus untuk proyek infrastruktur akan didalami melalui proses administrasi terlebih dahulu, sebelum melakukan proses hukum," kata David, Rabu 20 April 2016.

David menjelaskan, peran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam hal ini harus kuat untuk memperbaiki sistem yang selama ini menjadi kendala. Sebab, dalam proses percepatan tersebut, terkadang ada beberapa prosedur yang terlewat oleh pejabat pemegang komitmen proyek tersebut.

"Bagaimana sistem bisa transparan. Jangan sampai ada aturan yang dilewatkan, karena ada beberapa aturan yang memang vital dan harus tetap ada," kata dia.

Namun, jika para pejabat dalam pelaksanaan percepatan itu memang melakukan tindakan yang justru merugikan negara, maka pemerintah pusat pun diminta tidak segan-segan memberikan sanksi tegas.

"Kalau tujuannya memperkaya diri atau korupsi, harus benar-benar dilihat. Makanya sistem harus diawasi seketat mungkin. Dilihat betul apa tujuan dari percepatan itu," ungkap dia.

Dia menilai, aturan anti kriminalisasi merupakan solusi guna mengakomodir keluhan dari para pejabat negara yang selama ini dituding melakukan pelanggaran hukum.

Implikasinya jugaharus  mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, jika pejabat mampu mempercepat pelaksanaan program pembangunaan, maka tersedianya infrastruktur bisa meningkatkan laju perekonomian dalam negeri.

Janji Naik Gaji

Presiden Joko Widodo menjanjikan akan meningkatkan kesejahteraan para pelaksana negara seperti gubernur, bupati, wali kota, sampai dengan Pegawai Negara Sipil, jika pertumbuhan ekonomi nasional mampu mencetak angka tujuh persen pada 2019 mendatang.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumulo dalam pertemuan tahunan tersebut menegaskan hal itu. Lantas, kesejahteraan dalam bentuk apa yang akan dilakukan Presiden, jika pertumbuhan ekonomi nasional mencapai tujuh persen?

"Kalau mendekati tujuh persen, gaji dan tunjangan gubernur, bupati, wali kota, serta perangkat-perangkatnya, atau PNS akan dinaikkan," kata Tjahjo.

Tjahjo mengaku besaran gaji pokok yang diterima oleh para pelaksana negara, saat ini memang terbilang rendah. Untuk gaji bupati dan wali kota ada di kisaran Rp6,5 juta sampai dengan Rp7 juta per bulan. Sedangkan gaji gubernur, kurang dari Rp10 juta per bulan. 

"Jadi, ini perlu penyesuaian," ujarnya.

Pemerintah kata dia sampai saat ini, tengah merumuskan kebijakan tersebut. Terutama, mengenai kejelasan dari status pegawai honorer daerah yang beberapa waktu yang lalu menuntut untuk diangkat sebagai PNS.

Menanggapi hal ini David mengingatkan, kenaikan gaji yang dijanjikan tidak bisa hanya berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi. Perbaikan tersebut juga harus diseimbangkan dengan meningkatnya kualitas birokrasi di pemerintahan. 

"Karena namanya pertumbuhan ekonomi itu naik turun. Kadang naik, pas turun jadi beban," kata dia. 

Sebab itu menurutnya, lebih baik pemerintah lebih mematangkan skema reward and punishment yang saat ini diterapkan. Bonus yang diberikan apabila mencapai target harus menjadi daya tarik yang kuat, sehingga menjadi pemicu peningkatan kinerja birokrasi. 

"Tidak ada salahnya birokrasi meniru swasta. Kalau ada yang berprestasi ada tambahan bonus atau tunjangan untuk lebih giat bekerja," ujarnya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya