Kejahatan Naik dan Munculnya 'Senjata' Tombol Panik

tombol panik aplikasi X-Igent
Sumber :
  • Facebook/X-Igent

VIVA.co.id – Kasus kekerasan bermotif seksual yang melanda kaum hawa dan anak, makin menyita perhatian masyarakat dalam beberapa waktu belakangan ini. Kematian Yuyun, siswa 14 tahun di Bengkulu, yang diperkosa beramai-ramai oleh 14 remaja pada awal April lalu, mengoyak batin publik.

Polisi Usut Dugaan Pelecehan Seksual yang Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Kasus Yuyun, merupakan gambaran betapa lemahnya keamanan bagi warga, terutama perempuan dan anak-anak.

Bak air bah, kejadian tragis yang menimpa Yuyun, menjadi satu di antara banyak kasus kekerasan dan pemerkosaan di Tanah Sir. Usai kasus Yuyun muncul, rentetan kasus serupa dan mirip, mulai satu demi satu menjadi objek pemberitaan.

Lakukan Pelecehan Seksual pada Penumpang Angkot, Sopir di Aceh Dihukum Cambuk 154 Kali

Makin maraknya kasus kekerasan dan pemerkosaan, bahkan beberapa diakhiri dengan pembunuhan, menjadi penanda rasa aman masih menjadi barang yang susah didapat di negeri ini.

Aksi kriminal di Tanah Air jangan dianggap sepele. Sebab, secara kuantitas trennya bisa meningkat.

5 Negara Dengan Kejahatan Pemerkosaan Tertinggi di Dunia, Ada Indonesia?

Mengutip data statistik kriminal Badan Pusat Statistik pada 2012, di Indonesia terjadi 341.159 jumlah kriminal. Angka itu terbilang tinggi, jika dirata-rata, setidaknya pada 2012, setiap kasus terjadi dalam 1 menit 54 detik. Dari data tersebut, berarti 134 dari 100 ribu orang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate).

Dalam setahun, jumlah kejahatan makin naik, yaitu 342.084 kasus kejahatan pada 2013, dengan 140 dari 100 ribu orang berisiko terkena tindak kejahatan. Untungnya, warga bisa sedikit lega, sebab data 2014, jumlah kejahatan menurun menjadi 325.317 dengan crime rate 131.
 
Bicara penegakan hukum, memang sudah bekerja mengusut kasus-kasus kejahatan seks, pemerkosaan, dan pembunuhan tersebut. Tetapi, nyatanya hukuman kepada pelaku tak sebanding dengan derita yang dialami korban.

Dari perspektif tatanan hukum, masih jauh bisa diharapkan memberikan keadilan. Misalnya, tujuh pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun dihukum 10 tahun, dengan alasan masih di bawah umur.

Hukuman tak sebanding. Sementara, wacana hukuman kebiri masih ‘hangat-hangat tahi ayam’. Hangat, saat munculnya kasus dan perlahan dingin, lupa, dan melewatkan misi mengawal kasus tersebut.

Tercatat, beberapa bulan sebelum mencuatnya kasus Yuyun, wacana hukuman kebiri sudah menghangat, tetapi kemudian meredup dan mencuat kembali saat munculnya tragedi Yuyun. Tetapi, gagasan hukuman kebiri belum menunjukkan progres, masih wacana.

Saat perangkat hukum tak begitu bisa diandalkan untuk memenuhi rasa keadilan, maka warga harus berdaya secara mandiri. Berupaya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang berpotensi pada kekerasan seksual dan pemerkosaan, menjadi pilihan sejak dini. Mawas diri.

Sikap mawas diri, kini bisa dilakukan lebih mudah dan fleksibel dengan kehadiran teknologi. Beberapa aplikasi bisa dipakai untuk senjata pencegahan, agar tidak aksi kriminal tidak sampai melanda kita semua.

Ragam aplikasi

Bicara aplikasi pencegah, ada beberapa yang bisa dimanfaatkan oleh warga. Di antaranya, aplikasi lokal X-Igent dengan fitur andalan panic button (tombol panik), aplikasi Perlindungan Anak Online yang dirilis Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI), Safetipin yang telah dipakai Pemprov DKI, sampai aplikasi Polisi Kota Malang.

Rata-rata, semua aplikasi itu mengusung mekanisme saat kondisi darurat, terkena bencana, dan mendapat ancaman kejahatan, yaitu dengan adanya panic button.

Aplikasi X-Igent merupakan aplikasi karya PT Telkom dan X-Igent, startup asal Bandung. Pada aplikasi X-Igent, memiliki daftar kontak pilihan dari orang terdekat yang dipercaya (whitelist), yang nantinya akan menerima informasi saat pengguna dalam situasi darurat.

Untuk menggunakan ini, tekan tombol darurat (SOS) untuk meminta pertolongan pada whitelist pengguna. Informasi darurat berisi nama, status darurat, nomor handphone, dan posisi aktual. Bisa melalui SMS (pesan singkat), maupun langsung ke kontak di whitelist.

Untuk memaksimalkan pertolongan pertama saat kondisi darurat, aplikasi ini telah terintegrasi dengan layanan Bandung Command Center (BCC).

"Jika ada kejadian darurat, aplikasi ini dipijit dan akan keluar peta lokasi TKP di HP keluarga terdekat dan di Bandung Command Center. Di mana, polisi akan bergerak lebih cepat. Agar, tidak disalahgunakan, warga harus daftar dulu nomor handphone-nya di database Pemkot," tulis Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil dalam akun Facebook-nya, Maret 2015.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/05/18/573c67c4c8b21-bandung-command-center-bcc_663_382.jpg

Bandung Command Center (BCC)

Tak kalah dengan Bandung, DKI Jakarta juga punya aplikasi pencegah kejahatan, Safetipin. Dalam aplikasi ini, pengguna bisa memposting informasi keamanan tempat, lokasi berbahaya, gangguan, atau pelecehan. Pengguna bisa memposting pengalaman keamanan tempat atau gangguan, sebab terintegrasi dengan Facebook. Untuk menggunakan Safetipin, pengguna tentunya memasang terlebih dahulu. Setelah itu, pengguna bisa meng-zoom in peta Google Maps.

Dalam peta, nantinya akan ada berbagai pin dengan beragam warna, ada hijau, kuning, dan merah. Pin hijau menandakan tempat, atau lokasi yang dimaksud itu adalah lokasi yang aman untuk disinggahi, atau ditinggali. Pin kuning berarti lokasi tersebut kurang aman dan pin merah menandakan lokasi tersebut tidak aman.

Bicara fitur, dalam keadaan darurat, pengguna bisa menggunakan fitur Pelacakan dan Alarm, agar bisa menghubungi teman dan keluarga. Teman dan keluarga akan melacak pengguna melalui GPS. Fitur ini akan menghubungkan pengguna dengan nomor bantuan darurat lokal, atau melakukan panggilan dari aplikasi.

Pengguna bisa mencari lokasi layanan darurat terdekat, misalnya kantor polisi terdekat, rumah sakit, atau apotek serta petunjuk untuk mengakses layanan tersebut.  

Keprihatinan atas kejahatan juga menjadi perhatian serius KPAI. Makanya, belum lama ini, lembaga khusus perlindungan anak itu mengenalkan aplikasi Perlindungan Anak Online.

Bekerja sama dengan Pandawa Care, KPAI mendesain aplikasi ini dengan fitur andalan panic button (tombol panik) saat kondisi darurat. Fitur ini disebutkan terhubung dengan kontak orangtua maupun Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia, tim reaksi cepat Kementerian Sosial, Satgas Perempuan, dan Perlindungan Anak, dan elemen masyarakat lainnya.

Ada juga aplikasi yang dilahirkan oleh Polres Kota Malang, Polisi Kota Malang. Mirip dengan aplikasi lainnya, Polisi Kota Malang, dilengkapi dengan tombol panik untuk membantu masyarakat Malang, Jawa Timur, melaporkan kejadian darurat, keadaan bahaya, jatuhnya korban, kritik/saran, dan lainnya.  

Belum efektif

Senjata aplikasi sudah beragam dihadirkan. Lantas, kenapa kasus kekerasan, pemerkosaan, dan berakhir dengan pembunuhan, khususnya pada perempuan dan anak masih terus terjadi?.

Soal efektivitas aplikasi pencegah itu, memang masih perlu diuji. Konsep yang mulia itu nyatanya masih terkendala dengan sosialisasi ke masyarakat. Misalnya tombol panik X-Igent yang telah digunakan sejak pertengahan tahun lalu itu sudah dimanfaatkan masyarakat. Namun, sejauh ini penggunaan tombol panik itu tercatat pada situasi darurat kebakaran. X-Igent mencatat sejauh ini sudah ada 39 laporan kebakaran yang ditangani oleh BCC melalui platform X-Igent.

Situasi tak jauh berbeda juga disampaikan Erlinda, sekretaris jenderal KPAI. Dia mengakui, aplikasi Perlindungan Anak Online masih belum maksimal.

"Iya, belum maksimal. Setelah dianalisa teman-teman, ternyata masih banyak ketidaktahuan dari mereka (masyarakat) dalam menggunakan panic button," kata dia kepada VIVA.co.id, Rabu 18 Mei 2016.

Dia beralasan, Perlindungan Anak Online masih seumur bayi, baru soft launching pada akhir April lalu. KPAI dan mitra pengembang aplikasinya, masih berupaya untuk membuat platform tersebut makin ramah kepada pengguna (user friendly).

Namun, Erlinda menegaskan, fitur dalam aplikasi tersebut sudah mendapat perhatian dari publik. Ia mengatakan, usai diluncurkan, sudah banyak yang menguji coba tombol panik Perlindungan Anak Online.

"Sudah banyak banget yang menguji coba fungsi panic button dan ada yang beberapa sudah memanfaatkannya," ujarnya.

Erlinda yang juga merupakan aktivis Wanita Syarikat Islam itu mengatakan, masyarakat yang sudah menggunakan tombol panik itu untuk meminta penindakan terkait bullying. Dia mengatakan, begitu tombol panik itu diaktifkan, maka KPAI langsung bergerak.

Erlinda mengatakan laporan bullying melalui aplikasi KPAI itu terjadi di lingkungan sekolah. Makanya KPAI langsung terjun, turun gunung.

"Kami lakukan proses penyelesaian. Memang, ini kan tidak harus (urusannya) ke polisi kan? Kami kontak LSM terdekat," katanya.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/05/18/573c007615595-aplikasi-perlindungan-anak-online_663_382.jpg

Dia mengakui, sejauh penggunaan tombol panik tersebut, kasus yang sampai berurusan di meja Kepolisian memang belum ada. Tetapi, menurutnya, fakta itu bukan berarti aplikasinya dibilang mandul.

Jebolan Magister Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan, sistem penanganan tombol panik aplikasi KPAI akan melibatkan berbagai mitra kerja, yaitu Polres, atau Polda seluruh Indonesia, tim reaksi cepat Kemensos, Satgas Perempuan dan Perlindungan Anak, dan yayasan yang fokus pada perempuan dan anak.

Dalam hal kasus terjadi di wilayah Jabodetabek, maka KPAI akan turun gunung jika ada kasus. Namun, jika terjadi di daerah, kata dia, KPAI daerah atau Komnas PA yang akan terjun.

"Mereka itu sudah siap siaga. Soal respons mitra kami sigap. Itu jaminan kami,"  ujar Erlinda.

Pakai tombol panik

Erlinda mengakui, keberadaan fitur andalan tombol panik memang tidak menjamin sepenuhnya akan melindungi pengguna dari ancaman kejahatan. Tetapi, menurutnya, dengan mulai sadar menggunakan aplikasi itu, setidaknya bisa menunda dan menahan ancaman kejahatan yang lebih parah melanda warga.Terlebih, dengan statistik angka ancaman kriminalitas yang masih tinggi di Tanah Air.

"Manfaatkanlah fasilitas itu, aplikasi itu. Paling tidak, bisa memberikan pertolongan pertama saat kejadian, sehingga meminimalisir kerugian dan korban," kata dia.  

Erlinda mencontohkan, jika menggunakan fitur tombol panik, paling tidak dalam hal kejadian perampokan, korban diharapkan tidak sampai mengalami luka dan tidak kehilangan harta benda sampai nyawa. Paling tidak, ujarnya, saat kejadian itu masih disekap, tak sampai dirampok.

"Aplikasi memang bukan satu-satunya untuk meminimalisir tingkat kekerasan. Itu adalah alternatif solusi, kalau teknologi dipakai oleh orang yang baik kan positif," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya