Dua Sisi 'Turn Back Crime'

Ilustrasi: Baju 'Turn Back Crime' yang dikenakan polisi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Sekelompok polisi dengan pistol di genggaman berlari melintasi Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Mereka berusaha menyergap teroris yang meledakkan bom di kawasan itu. Aksi mereka menarik perhatian masyarakat.

Buronan Interpol Asal India Ditangkap di Bali

Itu bukan hanya karena keberanian mereka hendak menangkap teroris. Namun juga lantaran penampilan mereka yang berbeda.

Mereka tak memakai seragam, melainkan kompak berkaus kerah warna biru dongker dengan tulisan “Turn Back Crime” pada bagian dada kanan depan. Sedangkan pada bagian belakang tertulis “Polisi”. Kaus itu dipadukan dengan celana panjang cargo dan sepatu sneaker. Ada juga polisi yang melengkapi penampilannya dengan kaca mata hitam.

Sidang Umum Interpol di Bali Hasilkan 10 Resolusi

Usai peristiwa pada 14 Januari 2016 itu, penampilan para polisi tersebut sempat menjadi perbincangan di media sosial. Tak hanya itu. Kaus Turn Back Crime (TBC) yang dipakai mereka pun menjadi tren di masyarakat.  

Kini, bukan hanya polisi yang memakai kaus itu. Berbagai kalangan masyarakat pun menggunakannya. Di jalan-jalan, di mal dan berbagai lokasi lainnya, tampak warga menggunakan kaus itu.

Indonesia Persiapkan Calon Presiden Interpol 2020

Kaus itu tengah menjadi tren dan beredar luas di pasaran. Masyarakat di Indonesia bisa membelinya secara langsung di pedagang kaus tersebut maupun memesan secara online. Sebuah situs belanja online misalnya, memasang iklan penjualan kaus itu dari para penjual di berbagai kota di Tanah Air. Hingga Selasa, 24 Mei 2016, kaus itu diiklankan dengan harga bervariasi, mulai sekitar Rp50 ribuan hingga Rp200 ribuan.

Bukan hanya kaus. Atribut lainnya bertuliskan TBC di antaranya gelang dan topi pun bermunculan.

Selanjutnya…Kampanye Interpol…

Turn Back Crime” merupakan slogan yang dipakai International Criminal Police Organization (Interpol) dalam kampanye memerangi kejahatan. Organisasi yang bermarkas di Lyon, Prancis, itu memulai kampanye tersebut pada 2014.

Dilansir dalam situs Interpol.int, “Turn Back Crime” merupakan kampanye global yang menyoroti bahaya kejahatan teroganisir dan efeknya pada kehidupan sehari-hari.

Kampanye dilakukan dengan menggunakan berbagai saluran media, termasuk video, website, dan jejaring sosial. Kampanye ini memberikan anjuran tentang bagaimana untuk tetap aman. Selain itu, mendorong masyarakat umum, kalangan bisnis dan pemerintah guna memainkan peran dalam mengurangi dampak kejahatan.

Aksi itu diperlukan agar semua  bersatu melawan tantangan kejahatan modern. Dengan bekerja sama, kita dapat melawan kejahatan dan mengurangi dampaknya pada kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Sejumlah pesohor dunia, seperti bintang sepakbola Lionel Messi dan bintang film Jackie Chan turut mendukung kampanye ini.

Di Indonesia, kampanye “Turn Back Crime” dimulai pada 5 Juni 2014. Dikutip dari Interpol.go.id, target kampanye itu adalah masyarakat umum, kalangan bisnis dan instansi pemerintah. Hal itu agar mereka kembali peduli dan menyadari terhadap kejahatan di sekitarnya dan memeranginya secara bersama-sama untuk menciptakan dunia yang aman.

Adapun pesan-pesan yang disampaikan dalam kampanye, di antaranya yaitu; “Organised crime starts with money, don’t let it be your” (kejahatan terorganisir dimulai dengan uang, jangan biarkan hal itu terjadi pada Anda); “Know the risks, stay safe” (kenali bahaya, tinggal dengan aman); “Together we can” (bersama-sama kita bisa)

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Badrodin Haiti menyambut positif masyarakat  yang memakai atribut TBC. Pihaknya tak melarang siapa pun warga yang mengenakan kaus maupun atribut lainnya bertuliskan “Turn Back Crime”.

Banyaknya warga yang memakai atribut TBC itu, menurut Badrodin, adalah sebuah sosialisasi kampanye tersebut di tengah masyarakat. "Interpol di Lyon Prancis justru apresiasi sosialisasi TBC," katanya.

Kampanye “Turn Back Crime” yang digalakkan Indonesia mendapat pujian dari Interpol. “Kampanye ‘Turn Back Crime’ di Indonesia yang terhebat di dunia. Mendapatkan apresiasi dari Interpol,” tulis Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Krishna Murti di media sosial Instagram miliknya, Jumat, 6 Mei 2016.

Namun Interpol memberi catatan soal tulisan “Interpol” di kaus yang beredar bebas.  Interpol tak mengizinkan namanya dicatut. “Problemnya, atas permintaan Interpol, dengan sangat menyesal warga sipil dilarang menggunakan kaos dengan tulisan Interpol,” tulis Krishna.

Selanjutnya…Penyalahgunaan dan Kritikan…

Meski kampanye TBC di negeri ini mendapat acungan jempol dari Interpol, tapi sisi lain, fenomena penggunaan atribut TBC di masyarakat ini dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan.

Mereka beraksi dengan memakai atribut TBC untuk meyakinkan korbannya. Di antaranya ada Anton Chandra (27). Pria ini memperdayai dan menipu 13 wanita di sekitar Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan.

Dalam beraksi, dia mengaku-ngaku sebagai polisi. Anton juga selalu mengenakan pakaian bertuliskan “Turn Back Crime” sebagai modalnya memperdayai wanita. Perempuan yang diperdayai Anton merupakan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang kerap mangkal di lokasi itu.

Pelaku mengajak korbannya berkencan, menipu lalu mengambil harta benda korban. Tersangka beraksi selama hampir tiga tahun. Kasus itu baru terungkap pada Minggu, 10 April 2016, ketika seorang korban melaporkannya ke polisi.

Penyalahgunaan kaus TBC juga dilakukan Angga Ardian Ola (21). Warga Tangerang ini melakukan pengerusakan terhadap bus Metro Mini 640 Jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang. Dalam aksinya, dia mengaku sebagai anggota polisi dan menggunakan kaus TBC bertuliskan “Polisi” di bagian belakangnya.

Krishna mewanti-wanti agar masyarakat tidak terkecoh dengan orang-orang yang mengaku sebagai polisi dan memakai baju “Turn Back Crime” dengan label “Polisi” di bagian belakang kaus.

Polisi hanya memakai baju TBC saat dinas dan tidak pernah memakai saat sendirian. "Polisi gunakan itu hanya saat dinas. Enggak mungkin polisi pakai (kaus TBC) saat jalan-jalan," katanya.

Penggunaan kaus itu oleh polisi dalam menjalankan tugas mendapat kritikan. Saat pembubaran paksa aksi buruh 30 Oktober 2015 misalnya. Polisi berseragam TBC menangkap 23 buruh, satu mahasiswa dan dua pengacara LBH Jakarta. Hal itu dinilai merupakan suatu pelanggaran maladministrasi. Sebab, polisi seharusnya menggunakan seragam, yang menunjukkan identitas mereka.

"Kalau kaus TBC kan tidak ada nama dan pangkatnya. Jadi, masyarakat sipil tidak tahu,” ujar Juru Bicara Tim Advokasi Untuk Buruh dan Rakyat (Tabur) Maruli, di gedung Ombudsman, Kamis 11 Februari 2016.

Menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota, diatur soal aparat kepolisian dalam menjalankan tugas, harus menunjukkan identitasnya sebagai petugas Polri.

Untuk itu, LBH Jakarta yang tergabung dalam Tabur melaporkan Kapolda Metro Jaya saat itu Irjen Tito Karnavian, kepada Ombudsman RI.

Laporan itu ditanggapi Ketua Tim III Bidang Penyelesaian Laporan Ombudsman RI, Muhajirin. Pihaknya akan menelaah laporan tersebut dan  meminta klarifikasi dari Polda Metro Jaya. "Apabila memang ditemukan hasilnya, nanti ada rekomendasi terhadap Polda Metro Jaya. Namun, kita tidak bisa berandai-andai, kita akan menilai fakta seperti apa," kata Muhajirin.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan, pemakai atribut TBC tak kebal hukum. “Siapapun boleh memakai dan yang memakai tidak berarti kebal hukum.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya