Budi Gunawan Muncul Lagi Jadi Calon Kapolri

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Wakapolri Komjen Budi Gunawan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Bola panas calon kapolri belum bergulir dari Istana. Presiden Jokowi yang tak kunjung menyodorkan nama calon resmi kapolri ke DPR menyebabkan munculnya berbagai pertimbangan hingga spekulasi. Pada pekan lalu, Jokowi mengatakan pasti mendengarkan aspirasi publik untuk menentukan calon orang nomor satu di korps Bhayangkara itu. Belakangan, ibarat ‘déjà vu’ yang dalam istilah bahasa Prancis dimaknai pada kejadian yang serupa terulang, nama Budi Gunawan kembali digadang-gadang menjadi calon kapolri.

Badrodin Akui Polri Tak Solid saat Awal Kepemimpinannya

Pada awal Februari 2015 silam, harapan calon Kapolri Budi Gunawan (BG) harus kandas, setelah Ketua Tim Independen Ahmad Syafii Maarif yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan kepada media bahwa Jokowi tak akan melantik BG. Padahal kala itu semua tahap yang diperlukan untuk menggantikan Jenderal Polisi Sutarman sudah terpenuhi.

Diajukan Presiden ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), BG yang merupakan mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu diuji kepatutan dan kelayakannya oleh Komisi III. Seperti tanpa halangan, BG diloloskan dengan cara mufakat dan langsung diketok penetapannya sebagai calon kapolri melalui Sidang Paripurna DPR.

Guru Dr Azhari Tak Ragukan Kapasitas Tito Jadi Kapolri

Namun Jokowi pada akhirnya tidak bisa meresmikan hasil penetapan tersebut. BG yang saat itu dijadikan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kepemilikan rekening jumbo, ditolak oleh publik. Padahal BG diketahui kuat didukung oleh kalangan partai politik khususnya PDI Perjuangan yang merupakan partai asal Presiden Jokowi sendiri.

Penolakan publik melalui koalisi masyarakat sipil dan perwakilan warga khususnya para aktivis antikorupsi menolak keras BG. Awal tahun 2015, ratusan orang yang menamakan diri sebagai Komunitas Antikorupsi mendatangi Gedung KPK di Kuningan. Dalam orasi aksi yang sebagian besar diikuti oleh para pendukung Jokowi, janji Presiden Jokowi ditagih untuk menegakkan pemerintah yang bersih dan bebas korupsi. Bahkan sebagian dari massa menggunakan nama "Relawan Dua Jari", menutup mata mereka dengan kain hitam bertuliskan kapolri dan mengangkat kertas putih dengan tulisan ”Cabut Pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri”.

Trik Khusus Tito Karnavian Bikin Teroris Insaf

BG oleh KPK ditetapkan sebagai tersangka atas kepemilikan rekening mencurigakan. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atay 12B UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Meskipun pada akhirnya BG dimenangkan melalui gugatan praperadilan terhadap KPK, Jokowi memilih tak melantik pria yang akrab dikenal berkumis tebal itu. Akhirnya, BG harus puas di posisi nomor dua atau menjadi wakapolri setelah Jokowi memilih dan melantik Badrodin Haiti menjadi kapolri.


Masih Sosok Yang Sama

Lebih dari setahun berlalu, wacana calon kapolri kembali harus berdengung. Pasalnya, pada akhir Juli 2016, Badrodin akan memasuki masa pensiun. Sejumlah nama kemudian bermunculan. Tak lain salah satunya adalah BG.

Indonesia Police Watch (IPW) adalah salah satu yang secara cepat menyatakan bahwa nama BG pantas dijadikan sebagai pengganti Badrodin Haiti. Menurut IPW, lolosnya BG tahun lalu di DPR harusnya menjadi pertimbangan Presiden bahwa pria tersebut akan mumpuni memimpin korps Kepolisian. Tak hanya IPW, sederet politikus di DPR yang relatif positif terhadap BG dan mendesak Jokowi segera mengirimkan nama kandidat Trunojoyo 1. Alasannya, legislator memerlukan waktu untuk melakukan seleksi uji kepatutan dan kelayakan hingga akhirnya mengetok nama yang mereka putuskan.

“Kalau Presiden mengajukan Pak Budi Gunawan, kami bisa simpulkan partai-partai tidak akan menolak,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman di Jakarta sebagaimana dikutip dari VIVA.co.id.

Sementara pada Selasa, 14 Juni 2016, Istana membenarkan bahwa Presiden Jokowi sudah menerima masukan nama-nama yang diajukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa nama-nama tersebut sedang dipertimbangkan oleh Jokowi termasuk di dalamnya para kandidat yang diajukan oleh Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri. Meskipun Kompolnas maupun Istana tidak membuka nama-nama calon yang sedang dikantongi Presiden, namun sejumlah figur yang layak memimpin Polri setidaknya dicatat ada beberapa orang.

1.     Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian pada tahun 1983. Jabatannya saat ini adalah Wakapolri mendamping Badrodin Haiti. BG masih memiliki sisa masa jabatan hingga 2017 mendatang.

2.    Komjen Polisi Dwi Priyatno yang merupakan Irwasum Polri. Dia lulus pendidikan Akademi Kepolisian pada tahun 1982 dan masa tugasnya masih tersisa hingga tahun 2017.

3.    Komjen Polisi Budi Waseso. Saat ini pria yang kerap disapa Buwas tersebut menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Buwas diketahui baru akan pensiun pada tahun 2019 mendatang.

4.    Komjen Polisi Tito Karnavian yang saat ini merupakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan merupakan mantan Kapolda Metro Jaya.  Tito lulus dari Akademi Kepolisian pada tahun 1987 dan masih akan bertugas hingga tahun 2022.

5.    Komjen Polisi Suhardi Alius merupakan Sekretaris Lemhanas. Dia menyelesiakan pendidikan di Akademi Kepolisian pada tahun 1985 dan baru akan memasuki masa pensiun pada tahun 2019.

6.    Komjen Polisi Putut Eko Bayuseno adalah Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri. Mantan Kapolda Metro Jaya ini lulus dari Akademi Kepolisian pada tahun 1984 dan masih memiliki masa tugas hingga tahun 2019 nanti.

Meskipun masih kental dalam ingatan publik soal BG gagal dilantik karena kasus korupsi, namun nama mantan Kapolda Bali tersebut kembali digadang-gadang oleh sejumlah pihak termasuk oleh IPW. Para politikus di DPR juga merasa BG pantas diberi kesempatan kedua untuk menjadi calon kapolri.  Alasannya, dia dianggap telah lepas dari beban status tersangka setelah pengadilan memenangkan gugatan pra peradilannya terhadap KPK. Meski keputusan memenangkan itu sempat berbuntut panjang karena putusan Hakim Sarpin yang memenangkan BG dipertanyakan oleh dua orang komisioner  Komisi Yudisial (KY). Sarpin bahkan sempat memolisikan dua komisioner tersebut.  

Tak hanya IPW dan fraksi-fraksi di DPR, Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menilai masuk akal tentang pencalonan BG untuk kedua kalinya.

“Tiket tersebut belum hangus sehingga yang paling berpeluang untuk dilantik sebagai Kapolri saat ini adalah BG,” kata Irman pada Selasa, 14 Juni 2016.

Irman mengatakan, pengajuan BG seharusnya tidak lagi membutuhkan proses lama karena sosok yang sama sebelumnya sudah pernah diajukan Jokowi ke Senayan. Dia dalam kesempatan yang sama juga mengomentari adanya wacana perpanjangan masa jabatan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti yang dinilainya salah kaprah. Pengamat dari Universitas Hasanuddin itu mengatakan, perpanjangan masa jabatan kapolri tidak diatur dalam Undang Undang Polri. Perpanjangan masa tugas adalah untuk keanggotaan Kepolisian bukan jabatan kapolri. Dan untuk hal tersebut menurutnya, maka diharuskan alasan perlunya kebutuhan atas keahlian khusus pejabat Polri tersebut.

Sementara Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar pesimistis jika pelantikan kapolri yang baru nanti akan tepat waktu. Memasuki pekan kedua pada bulan Juni kata dia, Presiden saja belum menyodorkan nama. Padahal masih diperlukan persiapan uji kepatutan dan kelayakan hingga penetapan di Paripurna.

"Rangkaian proses dan tahapan yang harus dilalui  tidak memungkinkan untuk DPR menetapkan Kapolri baru pada bulan Juli 2016," kata Bambang Soesatyo sebelumnya.

Keluar dari Tekanan Politik

Di tengah wacana dan dukungan atas nama-nama calon kapolri, khususnya terhadap BG, Presiden Jokowi sebenarnya sudah menyampaikan pernyataan pekan lalu. Jokowi berjanji mendengarkan publik dalam penentuan nama pengganti Badrodin tersebut. Jokowi secara normatif menyampaikan bahwa acuannya memutuskan jabatan krusial itu tak lepas dari aturan dan perundangan yang berlaku.

“Tapi akan lebih baik memilih yang sudah ada dan dudah disetujui DPR sebelumnya,” kata Jokowi.

Berbeda dengan gerakan penolakan BG pada tahun lalu, kali ini koalisi masyarakat sipil termasuk para aktivitas antikorupsi cenderung tak bersuara keras dan lantang merespons pengusungan BG oleh sejumlah pihak.

Dihubungi VIVA.co.id, Aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan menyerahkan keputusan tersebut sepenuhnya kepada Jokowi. Namun dia berharap, Presiden bisa mempertimbangkan jejak rekam dan pengalaman masa lalu dalam menentukan kandidat nantinya.

Donal mengatakan, soal pantas tidaknya seseorang menjadi kapolri bisa dianggap relatif. Namun dia mengharapkan bahwa pemimpin Polri adalah orang yang loyal terhadap negara dan Presiden, bukan kepada partai politik tertentu.

Berkaca pada pemilihan kapolri pada tahun lalu, polemik dan pro-kontra malah berkepanjangan. Hal tersebut kata dia, bisa memicu adanya persaingan pihak tertentu dan menyebabkan kontroversi yang pada akhirnya harus dibereskan Jokowi sendiri. Sementara kontroversi terhadap BG pada tahun lalu tidak akan bisa hilang begitu saja.
 
“Kami berharap Presiden tidak kembali salah langkah dan memicu polemik dalam penentuan kapolri,” kata Donal.

Dihubungi secara terpisah, Aktivis yang juga Sekretaris Konferensi Wali Gereja Indonesia, Romo Benny Susetyo meminta Jokowi memilih calon terbaik. Dia mengingatkan agar paling tidak, calon kapolri yang bakal dipilih harus bisa meniru gaya mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso. Meskipun Benny memang tak bisa menyebutkan calon saat ini yang dimaksudkannya paling mirip dengan sosok sederhana Hoegeng itu.

Budayawan tersebut pada tahun lalu dicatat turut dalam aksi Komunitas Antikorupsi yang meminta agar BG segera ditahan setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi.

Dan kali ini dia berharap, Presiden Jokowi bisa keluar dari tekanan politik. Sosok kapolri ke depan harus yang mampu merepresentasikan kepentingan pelayanan publik dan reformasi birokrasi sepenuhnya di Kepolisian.

“Gini loh, Pak Jokowi akan mencari yang terbaik kan, yang terbaik itu yang tidak mematikan regenerasi. Jadi saatnya Pak Jokowi keluar dari yang namanya lingkaran tekanan dan kepentingan partai politik yang sesaat itu,” kata Romo Benny.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya