Utak-atik Anggaran ala Menkeu Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • Antara

VIVA.co.id - Belum genap satu bulan menjabat sebagai bendahara negara, Sri Mulyani Indrawati mulai melakukan gebrakan dalam kebijakan negara yang terancam mengalami defisit tinggi. Pemangkasan belanja pemerintah jilid II pun akan dilakukan. 

Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi


Dia menjabarkan, belanja negara yang akan dikurangi berdasarkan perhitungan sementara mencapai Rp138,8 triliun. Baik anggaran pusat maupun daerah terkena pemangkasan tersebut.

"Langkah yang disampaikan dalam sidang kabinet, adalah mengurangi belanja Rp65 triliun di kementerian/lembaga (K/L), dan transfer ke daerah Rp68,8 triliun," kata Sri Mulyani di Istana Negara, Rabu malam, 3 Agustus 2016, usai rapat dengan Presiden Joko Widodo.

BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 1,36 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan, pemotongan tersebut akan fokus terhadap aktivitas belanja yang selama ini memang sama sekali tidak menunjang kegiatan prioritas pemerintah. Utamanya, terkait dengan pos belanja pegawai dan operasional pemerintah.

"Berkaitan dengan perjalanan dinas, kegiatan konsinyering, persiapan, dan bahkan termasuk belanja pembangunan gedung pemerintah yang dianggap belum prioritas," kata dia.

Jokowi Adakan Buka Puasa Bersama Menteri di Istana

Kemenkeu, ditegaskan Sri Mulyani, bersama para Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional akan mulai menyisir pos belanja tiap penyelenggara negara, tanpa mengurangi komitmen pemerintah untuk tetap menggenjot belanja prioritas.

Baca juga: Target Tax Amnesty Tak Akan Diubah 

"Misalnya, pembangunan infrastruktur, belanja pendidikan, tunjangan profesi guru, tunjangan belanja kesehatan akan tetap diprioritaskan," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menegaskan, kabar pemangkasan anggaran itu sama sekali tak membuat instansinya khawatir. Bahkan, Enggar menjamin pemotongan anggaran tidak akan mengganggu program-program Kemendag.

"Kemendag tidak takut, karena jumlah (anggaran) juga tidak besar. Jadi tidak ada skema lain, karena tidak ada kekhawatiran (memengaruhi program)," ujar Enggar saat ditemui di Jakarta, Kamis 4 Agustus 2016.

Meski begitu, mantan ketua umum Real Estate Indonesia (REI) ini mengaku belum mengetahui berapa besar anggaran Kemendag yang akan dipotong oleh Menkeu Sri. 

"Tapi ada hal-hal yang dianggap tidak berkaitan, dan masih bisa ditunda, potong saja. Itu self blocking, artinya kami sendiri yang akan evaluasi," tuturnya.

Menurut Enggar, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemangkasan anggaran memang mutlak harus dilakukan, demi menjaga fiskal negara yang lebih kredibel. Upaya itu, nantinya bisa memiliki implikasi yang juga berkelanjutan bagi perekonomian bangsa.

"Kita tetap lakukan efisiensi, tetapi dengan perhatian untuk belanja modal dan belanja barang yang memberikan dampak di pertumbuhan, serta mengatasi kemiskinan. Itu yang tetap dipertahankan," ujarnya.

Target pajak terlalu ambisius

Kemungkinan terjadinya pelebaran defisit anggaran yang sudah ditetapkan sebesar 2,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam APBN-P 2016, dinilai sangat mungkin terjadi. Target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh menkeu sebelumnya bersama DPR pun dikatakan terlalu ambisius.

Meskipun program pengampunan pajak atau tax amnesty diberlakukan pemerintah, berdasarkan penghitungannya, penerimaan pajak pada tahun ini sebesar Rp1.343,1 triliun terancam mengalami shortfall (kekurangan penerimaan pajak) sebesar Rp219 triliun. Pemangkasan anggaran pun tak terelakkan, demi menjaga defisit anggaran tetap terjaga.

Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu, basis penghitungan target penerimaan pajak dalam APBN-P 2016 yang disepakati oleh pemerintah bersama parlemen hanya menggunakan angka realisasi penerimaan pada tahun 2014-2015.

Shortfall kemungkinan terjadi karena pada periode tersebut target pajak pun terus tidak tercapai. Pada 2014 misalnya, sekitar Rp100 triliun target pajak tidak tercapai.

Sementara itu, pada 2015, shortfall kembali melebar ke angka Rp248,9 triliun karena kondisi ekonomi nasional mengalami perlambatan. "Ini menyebabkan tahun 2016, tekanan pada APBN sangat tinggi, karena basis penghitungannya sangat tinggi," kata dia.

Baca juga: Jokowi 'Semprot' Ahok soal Serapan Anggaran

Faktor kedua yang memaksa anggaran pemerintah kembali dipangkas, Sri Mulyani melanjutkan, karena kinerja sektor perdagangan yang cukup mengalami kontraksi. Terbukti, sektor perdagangan hanya tumbuh separuh dari realisasi tahun sebelumnya hingga paruh pertama 2016.

Sementara itu, faktor ketiga, menurut Sri adalah dari kondisi ekonomi dunia yang mengalami perlambatan saat ini. Kondisi ini juga mengakibatkan situasi perdagangan luar negeri memberikan pengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor dalam negeri.

"Kalau lihat statistik ekspor maupun impor, itu mengalami kontraksi dari kuartal satu 2015, sampai semester pertama 2016 ini," ujarnya.

Melihat kekhawatiran tersebut, maka tentu ada implikasi terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemangkasan anggaran memang menjadi jalan satu-satunya untuk meminimalisasi terjadinya pelebaran defisit anggaran.

"Presiden telah memberikan keputusan untuk kondisi yang dihadapi, dan bagaimana langkah yang diperlukan untuk membuat APBN jadi instrumen fiskal yang kredibel," tutur dia.

Jadi obat atau penyakit baru perekonomian?

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengaku optimistis rencana pemerintah untuk kembali memangkas anggaran sejumlah pos kementerian/lembaga tidak akan memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional, maskipun kondisi fiskal diperketat.

Otoritas moneter, ditegaskan Agus, akan terlebih dahulu meninjau pos belanja K/L mana saja yang nantinya akan dipotong Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Namun Agus meyakini, alasan pemerintah memotong anggaran jilid kedua akan direspons positif oleh pasar.

Sebab, menurut mantan menteri keuangan itu, kebijakan yang diambil Sri Mulyani memang tepat dilakukan, karena memperhitungkan adanya pelebaran defisit anggaran akibat penerimaan pajak yang terancam tidak teroptimalisasi dengan baik, meskipun ada tambahan program kebijakan pengampunan pajak.

"Kalau seandainya penerimaan negara sulit untuk dicapai seperti yang dicantumkan, lalu diputuskan untuk direvisi, menurut saya itu kebijakan yang baik. Kami yakin itu menciptakan confidence bagi pasar keuangan," ujar Agus, Kamis 4 Agustus 2016. 

Meski demikian, Bank Indonesia, menurut Agus, akan melakukan kajian mendalam mengenai pemangkasan anggaran ini setelah detail kebijakan itu sudah resmi dikeluarkan pemerintah. Dengan data tersebut dapat terukur seberapa besar dampaknya ke perekonomian.

Baca juga: Menkeu Sri Bakal Rombak Asumsi Makro

Senada dengan Agus, Menteri Perekonomian Darmin Nasution pun menilai, langkah yang diambil Menteri Sri merupakan langkah yang wajar. Menelisik kondisi ekonomi saat ini, baik eksternal maupun dalam negeri. 

Menurut Darmin, jajaran pemerintahan harus rela berkorban anggaran yang tidak proioritas dipangkas, misalnya perjalanan dinas dan biaya-biaya rapat yang sebenarnya bisa dihemat. 

Terlebih lagi, saat ini pemerintah sedang menggenjot penerimaan pajak dari rakyat melalui program pengampunan pajak. "Memajaki secara agak berlebihan juga memaksa ekonomi melambat," ujarnya.

Di sisi eksternal, menurut Darmin, langkah ini dinilai tepat karena diperkuat dengan harga komoditas ekspor Indonesia yang terus turun di pasar internasional. Sebagai menteri baru di Kabinet Kerja, Menteri Sri menghitung ulang secara realistis langkah-langkah yang bisa diambil untuk merespons hal tersebut. 

"Berdasarkan itu, anggarannya kemudian dilihat mana yang betul-betul prioritas akan dipertahankan. Yang kurang prioritas akan berkurang, terutama jenis pengeluaran yang tidak urgent seperti biaya rapat, perjalanan dinas," tuturnya. 

Mengenai proses perubahan anggaran yang akan dilakukan apakah akan melalui proses APBN-P atau jalur lain, Darmin enggan menyampaikan secara detail. Sebab, saat ini masih dalam kajian secara mendalam oleh jajaran pemerintah terkait. 

"Soal bagaimana prosesnya (APBN-P) tunggu saja menteri keuangan mengumumkan," tuturnya. 

Jangan asal potong anggaran

Chief Economist PT Mandiri Sekuritas, Leo Putra Rinaldy, kepada VIVA.co.id, Kamis 4 Agustus 2016 mengungkapkan, pemotongan anggaran transfer daerah yang direncanakan sebesar Rp68,8 triliun diangap merupakan terobosan jitu dari Menkeu Sri Mulyani. 

Sebab, menurut Leo, selama ini realisasi anggaran daerah tidak pernah teroptimalisasi dengan maksimal. "Ini sudah menunjukkan bahwa Sri Mulyani telah melakukan pemotongan yang selektif," ujar Leo, Kamis 4 Agustus 2016.

Namun, Leo mengingatkan, pemotongan belanja transfer ke daerah, harus terfokus kepada belanja-belanja non prioritas, yang memang tidak berkaitan langsung dengan belanja prioritas pemerintah, dan ditujukan untuk pembangunan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut Leo, pemangkasan anggaran jilid kedua semakin memperlihatkan kondisi fiskal negara lebih kredibel dan realistis. Kombinasi antara kisaran defisit anggaran yang diperlebar, dengan jumlah pemotongan anggaran dinilai sangat mencerminkan kondisi perekonomian nasional.

Baca juga: Bos Waskita Tak Cemas Anggaran Pemerintah Dipangkas

"Fiskal lebih balance, tetapi tetap me-maintain budget pendukung pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Leo mengakui, pemotongan belanja tentu akan sedikit memengaruhi stimulus pemerintah terhadap kegiatan ekonomi nasional. Meskipun dampaknya tidak akan terlalu signifikan, ada satu catatan penting yang bisa menjadi angin segar. Utamanya, terhadap kepercayaan investor.

"Apa yang dilakukan Sri Mulyani sangat berpengaruh positif kepada investasi swasta," katanya.

Leo menjelaskan, pertumbuhan investasi swasta nasional dalam negeri memang cenderung melesu. Namun, dengan perombakan APBN-P 2016 yang jauh lebih selektif, Leo meyakini hal ini bisa memberikan sedikit kepercayaan kepada investor bahwa kondisi fiskal negara dalam posisi aman.

"Ini memang menciptakan confidence terhadap investor. Investasi swasta bisa fit up. Tetapi, meski demikian, tidak bisa langsung begitu saja naik. Akan perlahan," tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede. Josua mengatakan, selama ini apa yang diharapkan investor adalah sebuah kepastian, dan transparansi dari setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Apa yang diungkapkan Sri Mulyani dalam Sidang Kabinet, ditegaskan Josua, telah menciptakan persepsi positif terhadap pemerintah. Investor, kata Josua, memandang transparansi yang ditunjukkan oleh Sri Mulyani telah memberikan kepastian.

"Kemarin, Beliau (Sri Mulyani) menyebutkan bahwa penerimaan hanya menggunakan asumsi, bukan realisasi. Ini menjadi koefisien pasar, karena adanya kepastian," kata dia kepada VIVA.co.id.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya