Di Balik Kelanjutan Reklamasi Teluk Jakarta

Proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Pemerintah memutuskan melanjutkan kembali proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Kelanjutan proyek ini berlaku setelah dicabutnya keputusan penghentian proyek reklamasi dan menganulir kebijakan yang dibuat Rizal Ramli saat masih menjabat Menko Kemaritiman dan Sumber Daya.

Usai Reklamasi Dihentikan, Anies Siapkan Perubahan Payung Hukum

Keputusan itu diambil setelah adanya peninjauan langsung ke lokasi reklamasi dan didukung pengkajian ulang terhadap proyek itu. Pengambilan keputusan ini juga dilakukan setelah adanya koordinasi antara Kementerian terkait, di antaranya Kementerian Koodinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK, PT Perusahaan Listrik Negara  (PLN Persero), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pengolahan laut dan perikanan.

Instansi yang terlibat lainnya yakni Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, serta aspek hukum dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Anies Dipanggil Zulkifli Hasan, Bahas Reklamasi dan Pilpres 2019

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan surat moratorium akan dicabut pada Kamis, 15 September 2016. Menurutnya, ada tiga faktor mendasar pemerintah melanjutkan proyek ini, terutama untuk kepentingan Ibu Kota.

Dia mengatakan, penurunan dataran tanah di Jakarta tiap tahun dinilai memerlukan sebuah tanggul raksasa (giant sea wall), yang kajian proyeknya sudah ada sejak era Orde Baru.

Pergub Reklamasi Terbit, Koalisi: Kado Pahit buat Nelayan

"Kepentingan nasional, DKI. Karena kalau tidak dilanjutkan, yang sudah dibuat dari zamannya Pak Harto (Presiden kedua RI, Soeharto) itu, Jakarta tiap tahun 7,5 centimeter (datarannya) turun. (Maka) itu giant sea wall-nya," ujar Luhut di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 14 September 2016.

Luhut juga mengaku, tanggul raksasa dalam proyek reklamasi mampu menjadi sumber air tambahan guna memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat kota.

"Kedua, sumber air kita kurang. Kalau bendungan jadi, dari hasil penelitian dua meter di bawah itu air asin, sisanya di atas (permukaan) air itu yang bisa diproses jadi air minum. Empat puluh lima meter kubik per detik akan bisa dipompa dasarnya. Kira-kira (akan memenuhi) setara empat puluh persen kebutuhan air kita," ujarnya.

Alasan ketiga, kata Luhut, tanggul raksasa dalam proyek reklamasi itu juga akan menahan luapan air laut (rob) agar tidak membanjiri kawasan pesisir pantai utara Jakarta.

"Ketiga, menghindari rob. Kalau orang tidak paham, ada pikir masalah lain, padahal ini masalah teknis profesional. Tidak ada alasan untuk tidak meneruskan," katanya.

Mengenai jaringan kabel listrik di sejumlah titik area reklamasi itu, Luhut mengaku sudah berkoordinasi dengan PLN untuk mengakomodasi masalah-masalah teknis. "Kalau ada masalah PLN, itu dikaji. Itu bisa rekayasa engineering. Temperatur air bisa dipertahankan antara tiga puluh sembilan sampai tiga puluh derajat," katanya.

Sementara itu, mengenai aspek hukum yang telah dikeluarkan oleh PTUN Jakarta terkait moratorium pembangunan di Pulau G dan beberapa pulau lainnya, Luhut menegaskan jika hal itu sudah bisa dilanjutkan dengan adanya upaya banding dari Pemprov DKI Jakarta.

Selain itu, dia mengaku mendapat sejumlah masukan dari ahli-ahli hukum, yang berpendapat bahwa reklamasi sudah bisa dilanjutkan kembali karena sudah sesuai dengan aspek hukum dan perundang-undangan.

Padahal, dalam putusan sidang gugatan nelayan, SK Gubernur soal reklamasi Pulau G telah dibatalkan. Selain itu ada putusan tambahan yang isinya menunda pembangun Pulau G sampai ada kekuatan hukum tetap.

"Tidak ada alasan (yang menghalangi reklamasi dilanjutkan). Karena banding Pemerintah DKI sesuai perundang-undangan yang ada, proyek itu bisa dilanjutkan. Kau enggak ahli hukum, saya juga bukan ahli hukum. Tapi saya tanya ahli hukum jawabnya begitu. Jadi tidak usah kita berdebat dengan yang bukan bidang kita," katanya.

Nelayan masih bisa melaut

Luhut yang juga menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) memastikan nelayan tidak akan menjadi korban dalam proyek tersebut. "Jangan sampai Anda (media) belokan seolah nelayan akan jadi korban," kata Luhut.

Ia mengatakan, Presiden telah memerintahkan untuk kepentingan nelayan tetap menjadi prioritas. "Sehingga, 12 ribu nelayan di sana harus dapat prioritas supaya mereka lebih baik dari sekarang," ucap dia.

Menurutnya, nelayan yang tergusur akan mendapat hak tinggal dalam rumah susun yang disediakan pemerintah, karena nelayan-nelayan dinilainya akan dapat hidup layak.

Kemudian, ia menerangkan dengan 1.900 kapal yang dimiliki sejumlah nelayan, mereka dapat berlayar sampai ke Pulau Natuna untuk mencari ikan. "Kemudian mereka bisa masuk ke pulau yang airnya bersih, yaitu 12 km atau 13 km dari pantai Jawa," kata Luhut.

Luhut menambahkan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti telah satu suara untuk melanjutkan proyek reklamasi, yang mana sebelumnya diketahui Susi bertentangan pendapat mengenai proyek reklamasi ini.

Dia pun telah meminta Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama untuk menindaklanjuti mandat presiden tersebut. Saat ini, ia mengatakan semua aspek terkait penggarapan reklamasi telah dibahas dengan kementerian/lembaga terkait. "Sampai aspek lingkungan, penanaman mangrove dan sebagainya sudah dibicarakan," ujarnya.

Seorang nelayan bernama Ruslyatmaja (39), mengaku pasrah atas keputusan pemerintah melanjutkan reklamasi pulau G. Menurutnya, proyek tersebut dapat menggangu pekerjaan dan penghasilannya.

"Saya kira sudah batal kemarin kan, ternyata lanjut lagi. Kami makin susah jadinya, ini baru jadi sebagian kecil aja (pulaunya) kita udah repot. Ongkos makin berat. Mau ke tengah laut aja kudu muter dulu. Kita nelayan wisata mau naikin harga juga susah malah makin enggak laku," ucap Ruslyatmaja saat dihubungi VIVA.co.id.

Dia menjelaskan, dengan adanya reklamasi tersebut para nelayan harus mencari ikan ke lebih jauh lagi. Sementara itu, jika akan direlokasi, dia berharap dibuatkan rusun yang dekat dengan laut.

Ahok 'Gembira'

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama gembira terkait keputusan pemerintah pusat untuk memperbolehkan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G.

"Ya kita senang saja. Berarti semua pihak diuntungkan lagi," kata Ahok, sapaan akrab Basuki.

Selama pemberlakuan moratorium yang membuat proyek di Pulau G terhenti, Ahok menyebut pengembang rugi besar. "Enggak tahu ruginya berapa karena kapal-kapal sudah kontrak, kan mereka mesti bayar," ujar Ahok.

Meski begitu, Ahok mengaku belum bisa memastikan waktu proyek itu akan dilanjutkan. Tapi dia yakin akan terjadi dalam waktu dekat, karena pemerintah provinsi tinggal mengirimkan surat ke pengembang menjelaskan pelaksanaan proyek sudah bisa dikerjakan kembali.

"Kita tunggu suratnya. Berarti masa moratorium selesai mereka tinggal melanjutkan saja proses pelaksanaan reklamasinya," katanya.

Ahok menambahkan, pulau yang direklamasi PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Agung Podomoro Land (APL) di Teluk Jakarta, telah mengalami penyesuaian bentuk. Pulau yang luasnya 161 hektare ini, sebelumnya direncanakan berdampingan dengan pulau lain di sub kawasan yang sama.

"Jadi sebetulnya, ada 18 pulau tadinya (yang akan dibentuk di Teluk Jakarta)," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI.

Namun, menurut Ahok, keberadaan pulau lain yang letaknya terlalu berdekatan dengan Pulau G, diperkirakan akan mengganggu lingkungan. Arus air panas yang dibuang dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang, Jakarta Utara, akan terhalangi. Maka dari itu, keberadaan pulau tambahan itu diputuskan untuk dihilangkan.

"Sekarang pertanyaan saya, kamu kira (kawasan) Pulau G belum dipotong? Sudah dipotong sejak zaman Pak Harto," ujar Ahok.

Ahok mengatakan, dengan demikian, alasan keberadaan Pulau G akan mengganggu keseimbangan lingkungan sebenarnya telah lama diselesaikan. Menurutnya, APL, dan perusahaan pengembang lain, akan selalu mematuhi peraturan teknis yang dipersyaratkan pemerintah. Risiko pencabutan izin membayangi mereka jika permintaan pemerintah tak dipenuhi.

"Kalau memang (menurut) pemerintah, (berdasarkan) hasil kajian lingkungan, (pulau) mesti diubah bentuk, saluran, dia (pengembang) pasti ikut,” ucap dia.

Pagi hari sebelum diumumkannya kelanjutan reklamasi ini, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land (APL), Cosmas Batubara, menemui Ahok di Balai Kota DKI. Cosmas datang untuk meminta kejelasan terkait nasib kelanjutan proyek reklamasi di Pulau G.

Menurut Cosmas, APL telah mempelajari indikasi proyek dilanjutkan dari pemberitaan di berbagai media. Selain itu Luhut sempat berkunjung ke Pulau G, Kamis lalu, 8 September 2016. Luhut pada saat itu mengatakan, tidak melihat adanya masalah terhadap proses reklamasi pada Pulau G.

Cosmas mengatakan, kedatangannya dimaksudkan untuk mengetahui persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI, supaya reklamasi terhadap Pulau G dilanjutkan.

Seperti diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1995, Pemerintah Provinsi DKI adalah institusi yang ditunjuk sebagai pelaksana proyek reklamasi. "Kami ingin juga (mengetahui), (untuk) lanjut itu bagaimana," ujar Cosmas.

Cosmas melanjutkan, Ahok kembali mewajibkan APL menjalankan sejumlah kompensasi supaya proyek reklamasi itu berlanjut. Kompensasi itu salah satunya berupa pembangunan rumah susun yang dimaksudkan sebagai tempat relokasi warga yang ditertibkan dari huniannya yang liar. "Yang dimau, memperbanyak rusun," ujar Cosmas.

Cosmas menyatakan kesiapannya untuk mematuhi apapun persyaratan dari pemerintah. Selain persyaratan tentang kompensasi, APL juga akan sepakat jika pemerintah pusat, misalnya, juga mewajibkan APL mengubah bentuk pulau supaya sesuai kajian yang dianggap tidak akan merugikan lingkungan.

"Harus dilihat, kami, sebagai swasta, sebagai masyarakat, kami ini menyelenggarakan apa yang diputuskan pemerintah. Jadi kami tidak memutus sendiri," ujar Cosmas.

Sia-sia

Anggota DPRD Fraksi Gerindra, Prabowo Soenirman menilai, rencana kelanjutan proyek reklamasi teluk Jakarta akan sia-sia. Sebab, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) teluk Jakarta hingga saat ini belum mencapai kesepakatan.

Bahkan karena kasus suap yang melibatkan mantan Ketua Komisi D M. Sanusi dan mantan Presiden Direktur (Presiden) PT. Agung Podomoro Land, Tbk. Ariesman Widjaja, pembahasan Raperda itu ditahan hingga terpilihnya DPRD yang baru.

"Silahkan saja (lanjut reklamasi), buat kami acuan adalah UU dan aturan," kata Prabowo ketika dihubungi.

Menurutnya, meskipun pembangunan pulau reklamasi mengacu kepada Keputusan Presiden (Keppres) tahun 1995, tentang pantai utara Jakarta, namun aturan detail terkait bangunan dan infrastruktur di pulau itu membutuhkan Peraturan Daerah (Perda).

"Reklamasi tanpa perda kan sia-sia, sehingga tidak bisa dibangun," ujarnya menambahkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya