Kejar-kejaran Target di Tax Amnesty

Ilustrasi Laporan monitoring dana tax amnesty
Sumber :
  • pajak.go.id

VIVA.co.id – Periode tarif tebusan termurah yang mendeklarasikan harta yang belum dilaporkan dalam program pengampunan pajak, atau tax amnesty sebesar dua persen untuk periode pertama, dijadwalkan berakhir pada September ini, tepatnya 30 September 2016.

Mengukur Keberhasilan Kebijakan Tax Amnesty

Artinya, memasuki periode kedua, yaitu Oktober hingga Desember, tarif tebusan akan naik menjadi tiga persen.
 
Mendekati masa akhir periode pertama, banyak pengusaha kelas kakap yang telah melaporkan tax amnesty. Sebut saja nama Sofyan Wanandi, Erick Thohir dan Boy Thohir, Murdaya Poo, hingga putra bungsu Presiden kedua Tommy Soeharto dan mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono. 

Namun, belakangan kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta insentif kepada pemerintah berupa perpanjangan untuk program kebijakan pengampunan pajak, atau tax amnesty yang saat ini mulai memasuki periode akhir untuk tahap pertama.

Investasi Dana Repatriasi di Bursa Komoditi, Ini Caranya

Dalam Undang-undang Pengampunan Pajak, masa program kebijakan tersebut berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang. Pemerintah telah mengimbau kepada seluruh Wajib Pajak, agar segera memanfaatkan tax amnesty di awal periode, karena tarif tebusan yang relatif rendah.

"Kami ingin ada perpanjangan, karena ada beberapa yang harus kami lakukan," kata Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, saat ditemui di Hotel Sahid Jakarta, Kamis lalu, 8 September 2016.

Ada Rp29 Triliun Dana Repatriasi Gagal Pulang Kampung

Ia mengatakan, butuh waktu lebih bagi para pengusaha Indonesia yang jumlahnya mencapai ribuan untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Apalagi, pemerintah baru saja menerbitkan aturan-aturan turunan baru dari pelaksanaan tax amnesty.

"Aturan SPV (Special Purpose Vehicle) baru berlaku. Kami dapat masukan, memang membutuhkan waktu. Animonya sangat tinggi dan luar biasa," kata Rosan.

Menurut dia, pengusaha menginginkan pemerintah memperpanjang waktu periode tarif tebusan termurah hingga Desember mendatang. "Alasan para pengusaha meminta pelonggaran waktu adalah, agar mereka bisa mengonsolidasikan aset-aset yang mereka miliki," ujar Rosan.

Ia mengungkapkan bahwa melakukan konsolidasi dengan perusahaan tidaklah mudah, karena ada dampak terhadap pembukuan perusahaan. "Enggak segampang itu, ada dampak pembukuannya. Begitu kita masukkan aset, kan harus ballance, bertumpuk-tumpuk itu. Dan, ini baru satu, ada yang punya puluhan (perusahaan), ratusan, bahkan ribuan," ujarnya.

Sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan menilai program pengampunan pajak, atau tax amnesty terlihat semakin diminati. Maka, Presiden Joko Widodo akan mempertimbangkan untuk memperpanjang periode pertama tax amnesty, yang dijadwalkan berakhir di penghujung September 2016.

"Presiden memang belum memutuskan, apakah melakukan amandemen/perubahan terhadap waktu. Karena kan ada tiga periode. Periode September, Desember dan Maret," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Negara, Jakarta, Selasa 20 September 2016.

Pramono mengakui, minat pengusaha besar untuk ikut program ini, semakin banyak. Itu dilihat dari jumlah dana yang terus naik.

"Peningkatan per hari rata-rata hampir Rp2 triliun. Kemudian juga, sekarang sudah tembus di atas Rp1.100 triliun (sampai hari ini). Itu menunjukkan program tax amnesty ini mendapatkan respons yang sangat positif dari dunia usaha," kata Pramono.

Namun, apakah diputuskan untuk memperpanjang periode pertama, Pramono mengaku pemerintah masih akan melihat terlebih dahulu perkembangan dalam beberapa waktu ke depannya. "Karena ini sudah berjalan, maka ditunggu saja," kata dia.

Untuk diketahui, Kebijakan tax amnesty akan diberlakukan dalam tiga tahap dan berakhir pada 31 Maret 2017. Rinciannya, untuk periode pertama, hanya dikenakan tarif tebusan sebesar dua persen untuk dalam negeri dan empat persen untuk harta yang ditempatkan di luar negeri dari tanggal 1 Juli 2016 sampai 30 september 2016. 

Periode kedua, 1 Oktober 2016 hingga 31 Desember 2016, dengan tarif tiga persen dalam negeri dan enam persen untuk luar negeri. Kemudian, untuk periode ketiga, dikenakan sebesar lima persen untuk dalam negeri dan 10 persen untuk luar negeri mulai tanggal 1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017.

Tutup pintu

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, menutup rapat-rapat pintu untuk memperpanjang periode pertama tax amnesty.

Kendati usulan tersebut sudah mencuat beberapa waktu yang lalu, sampai saat ini tidak ada pembahasan teknis mengenai hal itu di tubuh internal pemerintah.

“Tidak ada diskusi. Tidak ada diskusi soal itu,” kata Ken saat ditemui di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu 21 September 2016.

Menurut Ken, pemerintah tidak bisa begitu saja memperpanjang masa periode tax amnesty, karena bertentangan langsung dengan Undang-undang Pengampunan Pajak. Dalam hal ini, sejatinya pemerintah memiliki dua opsi apabila mengamini permintaan pengusaha.

Pertama, yakni dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Dalam mekanisme seperti ini, proses perubahan memang tidak akan berlangsung lama. Namun, opsi Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak pengajuan Perppu tersebut tetap terbuka.

Sementara itu, yang kedua, adalah melalui revisi undang-undang. Apabila pemerintah menggunakan opsi ini, maka tentu tidak membutuhkan waktu sebentar bagi pemerintah maupun parlemen dalam proses pembahasannya.

“(Tidak ada pembahasan untuk perpanjangan). UU tidak mengatakan itu. Sudah diperpanjang sampai 31 Maret 2017 (Masa berakhirnya periode tax amnesty sesuai UU Pengampunan Pajak),” kata Ken.

Pemerintah memasang target deklarasi sebesar Rp4.000 triliun, sedangkan untuk tebusan ditargetkan oleh pemerintah sebesar Rp165 triliun. 

"Saya ditargetkan Rp165 triliun ini sangat berat, tetapi saya optimis tercapai. Saya deg-degan jumlah deklarasi saat ini baru sebesar Rp37 triliun, targetnya Rp4.000 triliun, masih kurang banyak," kata Ken.

Pengusaha jangan manja

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan, saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 21 September 2016, mengatakan pemerintah jangan memberi kelonggaran kepada pengusaha. 

"Pengusaha ini sudah dikasih hati, kok minta jantung (terkait permintaan perpanjangan periode pertama). Ini pengusaha manja," katanya. 

Menurutnya, pemerintah harus bersikap tegas terhadap Undang-undang Perpajakan yang sudah diberlakukan terkait dengan tax amnesty

"Ini soal penegakan hukum, pemerintah harus tegas jika ingin menegakkan hukum. Jangan sampai pemerintah mengalah dari pengusaha, apalagi ingin target tax amnesty tercapaikan," tutur Maftuchan. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, sebaiknya pemerintah memperpanjang periode pertama tax amnesty, karena sampai saat ini masih banyak pengusaha atau wajib pajak kelas kakap yang belum memahami keseluruhan mekanisme, serta aturan dari kebijakan tersebut.

"Saya kira, ini penting untuk diperpanjang. Karena kalau kita lihat, banyak wajib pajak yang belum mengerti dan butuh waktu, sehingga butuh perpanjangan dari periode pertama Tax Amnesty ini," ujar Yustinus, saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 21 September 2016.

Yustinus menilai, perpanjangan periode pertama tax amnesty ini harus dilakukan pemerintah demi memenuhi azas keadilan. 

Sebab, sejak kebijakan tersebut mulai dilaksanakan, sebagian waktu pemerintah sudah habis untuk melakukan sosialisasi, sementara masih banyak wajib pajak besar yang belum tersosialisasi dengan baik sehingga belum terlalu memahami aturan tersebut.

"Hal ini harus dilakukan demi fairness. Karena kalau saya perhatikan, selama ini di tiga bulan pertama saja banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan di sosialisasi. Sehingga terkait mekanismenya bagaimana, ketentuannya bagaimana, itu juga masih banyak dari mereka yang belum jelas memahaminya," ujarnya.

Demi mendorong pemerintah melakukan hal ini, Yustinus bahkan mengaku sudah membuat sebuah petisi online, guna mengumpulkan tanda tangan dari mereka yang setuju akan perpanjangan periode pertama tax amnesty tersebut.

"Saya sendiri sudah bikin petisi di change.org untuk meminta Presiden memperhatikan kondisi ini, supaya ada perpanjangan waktu," tuturnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya