Menerka Aktor Politik Kericuhan Pasca Demo 4 November

Pidato Presiden Joko Widodo soal unjuk rasa 4 November 2016.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id – Pernyataan Presiden Jokowi perihal adanya aktor-aktor politik yang menggerakkan kericuhan di malam pasca unjuk rasa 4 November lalu kini terus bergulir. Sekejap, ada yang merasa tertuduh dengan pernyataan Presiden. Lainnya menilai, pernyataan Jokowi itu bukannya mendinginkan suasana politik yang memanas beberapa hari terakhir.

Gus Miftah Curiga Jokowi Pilih Bahlil Lahadalia Jadi Menteri Karena Lucu, Bukan Prestasi

Sempat menuai ricuh, demo 4 November akhirnya bisa dikendalikan aparat pengamanan. Pada dini hari saat itu, Jokowi langsung memberikan pernyataan atas situasi yang terjadi di Jakarta. Dua pokok yang patut dicatat dalam pernyataan Presiden setidaknya ada dua.

Pertama, Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan diperiksa oleh Kepolisian. Jokowi menyebut pemeriksaan terkait dugaan penistaan agama itu akan dilakukan tegas, cepat dan transparan. Perihal kedua adalah Presiden mengaku mengendus adanya aktor intelektual yang “menunggangi” kericuhan pada Jumat malam itu.

Jokowi Tegaskan Freeport Bukan Milik Amerika Lagi, tapi Indonesia

“Kami menyesalkan kejadian ba’da Isya yang seharusnya sudah bubar tetapi rusuh. Ini kita lihat telah ditunggangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi,” kata Presiden Jokowi sebagaimana dikutip dari VIVA.co.id, Sabtu dini hari, 5 November 2016.

Pernyataan Presiden ini lantas diterjemahkan macam-macam. Partai Demokrat termasuk yang cukup responsif atas pernyataan Presiden tersebut. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai bahwa pernyataan itu sangat sumir dan justru akan menimbulkan kecurigaan di antara tokoh politik.

Risma dan Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi, Budi Arie: Jangan Didramatisir

Padahal menurutnya, Jokowi sebagai Presiden harus berhati-hati dengan informasi yang diterimanya agar tidak mengarah pada pencemaran nama baik.

“Ya artinya harus jelas seperti yang saya sampaikan, semua tokoh aktor politik saling curiga. Ini jangan-jangan si ini, jangan-jangan si ini. Ini enggak bagus,” kata Syarief Hasan di Jakarta, Senin 7 November 2016.

Lebih awal, soal memboncengi aksi 4 November ini memang sempat mengusik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tak lain adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Beberapa hari sebelum aksi demo 4 November, SBY menggelar konferensi pers di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. SBY merasa dituding sebagai pihak yang menggerakkan rencana demonstrasi terhadap Ahok saat itu. Meskipun eksekusinya dimotori FPI dan sejumlah ormas Islam.

Dia juga mengkritik Presiden Jokowi yang selayaknya bisa menerima informasi dan laporan intelijen dengan lebih hati-hati. Reaksi SBY soal rencana demo saat itu didasarkan pada ramainya aktivitas di media sosial yang megarahkan telunjuk kepada SBY sebagai aktor intelektual demonstrasi.

Jokowi Lamban

Dihubungi secara terpisah, Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid yang mengaku cukup banyak melakukan komunikasi dengan demonstran justru mempertanyakan pernyataan Jokowi. Menurut dia, Jokowi malah harus mengevaluasi dirinya karena ayal merespons kasus Ahok sehingga muncul gerakan massa.

“Jadi tidak ada aktor politik dari pihak pendemo. Kalau ada aktor politik seperti yang disampaikan Jokowi adalah aktor politik yang sangat takut Ahok diproses secara hukum,” kata Sodik kepada VIVA.co.id, Senin 7 November 2016.

Dia menilai, kalimat soal aktor politik hanya akan menambah ketegangan hubungan politik Jokowi dengan berbagai pihak. Bahkan terbukti sudah berekses pada respons orang-orang di luar politik seperti pernyataan Ani Yudhoyono, mantan Ibu Negara tersebut melalui akun media sosialnya.
 
“Sebelum ada statement Jokowi hanya ada masalah aspirasi dan penegakan hukum. Bukan soal politik,” kata Politikus Gerindra ini.

Sasaran Ganda

Sementara PDIP, partai pengusung Jokowi pasang badan dan mengamini pernyataan Jokowi perihal aktor politik tersebut. PDIP menilai, adanya ricuh dalam demonstrasi 4 November bukan sekadar kemarahan massa namun memang “buah” kerja politik tingkat tinggi. Politikus PDIP dan Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu menyindir, adanya pihak-pihak yang merasa difitnah atas tudingan tersebut.
 
“Sebelum ada aksi, kita tahu ada yang merasa dirinya tiba-tiba kena fitnah. Lagu lama ya. Siapa pada saat pra aksi yang tiba-tiba menjadi korban fitnah, enggak ada angin enggak ada badai,”kata Masinton  Pasaribu di Gedung DPR, Jakarta.

PDIP kata dia jelas menghitung bahwa demonstrasi itu tak hanya bertujuan menuntut penegakan hukum terhadap Ahok. Pasalnya di orasi demonstrasi, tak jarang terdengar caci-maki hingga ajakan kepada massa agar “menggoyang” pemerintahan saat ini.

Menurutnya, ibarat melempar dua burung dengan satu batu, ada dua sasaran dalam unjuk rasa khususnya pada malam ricuh. Sasaran pertama adalah Ahok dan sasaran kedua adalah pemerintah.

“Tujuannya adalah untuk mendegradasi elektabilitas Pak Ahok. Kedua, mendelegitimasi pemerintahan yang sah, pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi-JK. Kami melihat aksi seperti itu,” katanya.

Pascatudingan adanya aktor politik ricuh di unjuk rasa, Kepolisian menyatakan terus mendalami dugaan pihak tertentu yang sengaja ingin membuat keributan. Atas hal tersebut, polisi akan menggunakan informasi intelijen.

“Kegiatan penyelidikan juga dilakukan oleh fungsi intelijen berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum, berkaitan dengan aksi-aksi yang mengarah adanya provokasi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Irjen Pol. Boy Rafli Amar di Bali, Minggu 6 November 2016.

Polisi akan menelusuri soal anggaran unjuk rasa yang disebut cukup besar dan berasal dari pihak tertentu baik dalam dan luar negeri.

“Masih diselidiki terkait dukungan dana dari luar,” katanya.
 
Reaksi atas Serangan

Senin, pada awal pekan setelah peristiwa massal yang cukup mengusik pemerintah berlangsung, Presiden Jokowi beraktivitas seperti biasanya. Setelah membatalkan kunjungan ke Australia yang seharusnya dilakukan pada hari Sabtu. Jokowi melakukan inspeksi kerja pula konsolidasi politik.

Pada pagi awal pekan, Jokowi meninjau pembangunan Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Bekacayu) yang ditargetkan rampung pada tahun depan. Namun setelah itu, Presiden langsung memimpin apel prajurit TNI di Mabes TNI AD, Jakarta. Acara apel tersebut memang terkesan mendadak.

Setelah itu, Jokowi bertandang ke Kantor PB Nahdlatul Ulama (NU) sebagai wujud apresiasi karena NU dianggap cukup banyak membantu pemerintah menjaga situasi tetap kondusif. Dalam kesempatan di Mabes AD, Jokowi masih menjawab soal aktor politik yang dia maksudkan. Kali ini hanya ditanggapi Jokowi dengan singkat.

“Kita lihat saja, kita lihat saja,” kata Jokowi saat ditanya soal aktor politik yang dimaksudkannya.
 
Di tengah isu yang terus berkembang, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit mengemukakan tanggapan. Menurutnya, wajar jika Jokowi menggertak dan mengingatkan pihak-pihak yang mencoba mengusik pemerintahannya. Hal itu ibarat bentuk pertahanan diri agar tidak diganggu semakin jauh.

Arbi juga menilai pantas apabila otak dan dalang ricuh di malam 4 November diusut tuntas.

“Ini kan gerakan yang ingin menjatuhkan Presiden. Kalau tidak diungkap dia kan dirongrong terus,” kata Arbi saat dihubungi VIVA.co.id.

Arbi Sanit menilai, bukan hal yang sulit membaca aktor-aktor politik tersebut sebab bisa terlihat secara kasat mata. Dia menyebut, dalam demonstrasi ada Politikus Fahri Hamzah yang sempat menyebutkan ada dua cara untuk menjatuhkan Presiden yaitu melalui cara “jalanan” atau Parlemen.

“Itu kan aktor juga,” kata Arbi.

Namun Arbi menilai aktor yang “bermain” dalam kancah tersebut jelas tak tunggal. Dan apabila sejumlah kalangan menunjuk SBY, menurutnya tak sepenuhnya bisa disalahkan. Sikap SBY yang buru-buru menjadi korban sebelum aksi unjuk rasa terjadi, dinilai justru memanaskan suasana.

“Kalau si Fahri kan sudah terbukti. Teriak sana-sini,” kata dia lagi.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya