Peta Bencana Usai Jurang Banda

Peta patahan di Indonesia
Sumber :
  • Dok. Danny Hilman LIPI

VIVA.co.id – Tim ilmuwan Australia mengumumkan adanya jurang sedalam tujuh kilometer di perairan Banda, Indonesia bagian timur.  Jurang yang disebut dengan Banda Detachment itu terletak di salah satu titik terdalam lautan di Bumi, Palung Banda.

BMKG Ungkap 12 Fakta tentang Gempa Bawean, Masyarakat Diminta Waspada Nomor 6 dan 8

Peneliti berteori Banda Detachment di Palung Banda itu terbentuk oleh perluasan dari aktivitas patahan terbesar di Bumi. Patahan yang dimaksud yaitu patahan normal dengan sudut rendah di atas wilayah Banda. Patahan (fault) merupakan suatu gejala adanya pergeseran lapisan batuan akibat gaya geologi.

Jurang ini begitu istimewa. Peneliti mengatakan, Banda Detachment itu menunjukkan potongan kerak yang lebih besar dari negara Belgia ataupun Tasmania dengan terkoyak oleh patahan dengan ukuran sepanjang 120 kilometer dan 450 kilometer.

Gempa Bumi Magnitudo 5,7 Guncang Bayah Banten

Untuk membuktikan adanya jurang dalam tersebut, tim peneliti menganalisis peta resolusi tinggi dari dasar Laut Banda. Dari analisis yang dilakukan peneliti Australian National University dan geolog Department of Earth Sciences Royal Holloway University of London, tim menemukan batuan yang menjadi lantai Laut Banda dipotong oleh ratusan kelurusan akibat aktivitas patahan.

Temuan tersebut menjadi hal berharga, sebab menjadi bekal informasi bagi ilmuwan untuk mengetahui bagaimana bisa terbentuk jurang di bawah permukaan darat. Selain itu, mengingat jurang tersebut terletak pada zona patahan yang terbentuk dari tumbukan lempeng raksasa (megathrust) Australia dan Asia, maka dipandang punya dampak atas potensi gempa dan tsunami besar. 

10 Badai Paling Merusak dalam Sejarah, Ada yang Menyebabkan 2.000 Orang Tewas

Peneliti utama dari Australia National University (ANU), Jonathan Pownall, mengatakan, penemuan jurang sedalam tujuh kilometer tersebut akan memberikan prediksi bagi peneliti atas bahaya tsunami di sekitarnya di masa depan.

Sejatinya Banda Detachment itu sudah diketahui sejak hampir seabad lalu. Namun sejauh ini, belum ada yang bisa mengatakan atau memperkirakan berapa dalam jurang tersebut. 

"Jurang ini sudah ditemukan selama 90 tahun terakhir, tapi sampai sekarang belum ada yang bisa menjelaskan bagaimana jurang tersebut seberapa dalamnya," ucap Pownall dikutip dari Daily Mail. 

Zona sangat aktif

Peneliti geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan, sudah menyadari potensi bencana dari jurang akibat patahan Banda tersebut. Temuan tim ilmuwan Australia, bagi dia, makin menguatkan apa yang selama ini diyakini peneliti Indonesia. 

"Gempa itu disebabkan patahan yang bergerak. Kalau di dalam laut itu akan menghasilkan tsunami, apalagi ini di lautan yang dalam ya," ujar Danny kepada VIVA.co.id. 

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono, mengatakan, keberadaan Palung Laut Banda yang dikenal sebagai Deep Weber ini sebenarnya sudah lama dikenali oleh para ahli kebumian. Palung ini terbentuk akibat dinamika tektonik pada lajur tunjaman pada subduksi Banda. 

"Memang secara tektonik zona ini sangat aktif," kata dia kepada VIVA.co.id. 

Namun demikian, Daryono mengatakan, aktifnya gempa bukan saja akibat sistem subduksi lempeng tapi juga karena keberadaan patahan aktif di zona Deep Water tersebut. Unsur tektonik menjadi potensi ancaman terjadinya gempa bumi dan tsunami. 

Menurut riwayat dan catatan sejarah, pada abad ke-17, di wilayah sekitar patahan Banda itu pernah terjadi tsunami setinggi 70-80 meter. Hal itu membuktikan patahan di Banda bukan main-main. 

Dalam tulisannya, Daryono, mengatakan tsunami dahsyat pernah terjadi pada 1674 di sekitar Laut Banda, yakni di Pulau Seram. 

Daryono menuliskan, tsunami dahsyat itu dibangkitkan gempa bumi tektonik dengan magnitudo 8 Ritchter. Pusat gempa bumi ini terletak pada titik koordinat 3,50 LS dan 128,2 BT, atau tepatnya pada jarak 22,8 kilometer arah utara kota Ambon. Gempa bumi dan tsunami ini menurut laporan Rynn yang diterbitkan pada 2002 itu, menelan korban jiwa meninggal sebanyak 2.970 orang.

Tanda tsunami dahsyat itu sudah muncul tiga tahun sebelumnya. Pada 1671, terjadi gempa bumi pada Oktober yang menghancurkan benteng Hollandia di Sori-sori, tanah retak sedalam pohon kelapa. Kemudian pada 12 Juli 1673, gempa kembali mengguncang disertai dengan suara gemuruh, ledakan petir tajam, tipuan angin kencang. 

Kemudian pada awal 1674, terjadi gempa bumi seiring dengan itu Gunung Gamgonora di Pulau Halmahera meletus. 

Jika di masa lalu muncul gempa besar, namun di masa modern di wilayah Banda masih melahirkan gempa yang besar pula. Hal ini memang tak lepas dari zona tektonik aktif. 

Catatan sejarah gempa bumi BMKG, di Laut Banda sudah pernah terjadi gempa dahsyat beberapa kali yaitu 1918 dengan magnitudo 8,1 Skala Ritcher, kemudian 1938 (M=8,6), 1950 (M=8,1),1956 (M=7,5), dan 1963 (M=8,2). 

Daryono mengatakan, dengan temuan Banda Detachment itu, maka peneliti menjadi tahu adanya sumber gempa baru di Laut Banda dan menegaskan zona area ini sangat aktif dan kompleks. 

Danny mengatakan, secara umum temuan tersebut menjadi salah satu bukti atau sumber pengetahuan bahwa di wilayah tersebut rawan gempa dan banyak sumber gempa di wilayah tersebut. Patahan Banda membuat pikiran peneliti makin waspada, apalagi lokasinya di dalam laut. 

Ubah peta gempa

Temuan jurang akibat patahan Banda itu menjadi masukan berharga bagi penyusunan peta gempa dan sumber gempa di Indonesia.

Danny mengatakan, dalam perumusan peta gempa 2010, patahan Banda sudah dimasukkan sumber gempa. Dengan adanya temuan tim Australia, kata dia, maka peneliti Indonesia makin yakin dan bisa memperbaharui data sumber dan peta gempa Indonesia. 

"Selama dua tahun terakhir ini, kami terus memperbaharui patahan. Sebelumnya sudah ada indikasi (patahan Banda)," ujar Danny.

Nantinya data update patahan dan sumber gempa itu akan merevisi data peta gempa yang dikeluarkan pemerintah pada 2010. Danny mengatakan, sumber gempa sangatlah kompleks, peneliti harus mendalami karakteristiknya, analisisnya, efeknya sampai riwayat tsunami.

Pria yang mendapat penghargaan Achmad Bakrie XIV 2016 bidang sains itu mengatakan, dari sejumlah riset untuk pembaharuan sumber gempa, ada sejumlah sumber gempa baru di beberapa titik di Indonesia. Sumber gempa itu, kata dia, bisa berdampak pada kota-kota besar di Indonesia misalnya Surabaya, Semarang, Jakarta dan lainnya. 

"Zona gempa (baru) akan memperlihatkan itu, dan akan kejutkan banyak orang," kata doktor California Institute of Technology, Amerika Serikat, itu. 

Senada dengan Danny, BMKG juga mengakui temuan Banda Detachment bisa dipertimbangkan sebagai masukan penyusunan revisi peta bahaya gempa bumi Indonesia terbaru. 

Daryono mengatakan, sejauh ini peta gempa Indonesia sudah bagus dan sedang dimutakhirkan oleh Tim Updating Peta Gempa Indonesia 2016 dan Peta Hazard Gempa Indonesia 2016. Sedangkan peta bahaya tsunami secara kasar sudah ada gambarannya untuk seluruh wilayah Indonesia, namun secara detail baru beberapa tempat saja yang sudah disusun.

Masyarakat tetap tenang 

Daryono meminta masyarakat tak merespons temuan Banda Detachment dengan kengerian. Meski secara teori, aktifnya tektonik di area Laut Banda memang diakui sebagai potensi ancaman, temuan itu menjadi bahan masukan penyusunan strategi model mitigasi tsunami. 

"Yaitu menjadikan kejadian gempa bumi kuat sebagai peringatan dini tsunami. Sehingga jika warga pesisir pulau merasakan kejadian gempa kuat maka harus segera menjauh dari pantai atau melakukan evakuasi ke  tempat yang lebih tinggi," jelas dia.

Ke depan, dengan mengetahui subduksi Laut Banda sebagai zona seismogenik gempa bumi yang kuat, maka sudah seharusnya untuk dikaji dan diteliti secara probalistik dan secara deterministik. 

Dari sisi pengetahuan gempa bumi, kajian subduksi Laut Banda ke depan berguna untuk mengetahui estimasi dan sumber gempa yang ada. 

"Sementara itu, terkait bahaya tsunami tampaknya zona ini harus dibuat model simulasi tsunami dan termasuk database tsunaminya untuk mendukung sistem peringatan dininya," jelas Daryono. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya