Pemilih Ganda, Antara Hoax dan Modus Berulang

Foto KTP ganda bohong yang beredar.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh. Nadlir

VIVA.co.id – Kasus pemilih ganda masih menjadi momok setiap kali hajatan demokrasi lima tahunan digelar. Segala cara digunakan untuk menambah dukungan, atau mengejar jumlah dukungan bagi calon perseorangan.

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

Imbasnya, demokrasi digadaikan dengan cara-cara tak patut, menggandakan identitas dukungan untuk meraup kemenangan. Padahal, praktik tersebut adalah bentuk manipulasi dukungan rakyat.

Lebih dari itu, pemilih ganda ini juga bisa dijadikan kemasan informasi bohong, atau hoax untuk mendeskreditkan pihak tertentu. Ini pula, yang sempat menghebohkan Ibu Kota Jakarta, akhir pekan lalu.

SBY Sindir Kejanggalan Pilkada DKI 2017

Pilkada DKI Jakarta 2017, diwarnai rumor identitas ganda pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik, atau e-KTP. Rumor yang merebak di media sosial itu menambah tensi Pilkada Jakarta yang sempat memanas belakangan ini.

Di media sosial beredar gambar e-KTP, dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan alamat yang berbeda, namun memiliki foto orang yang sama di media sosial. NIK ketiga e-KTP itu terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada DKI Jakarta 2017, masing-masing atas nama Mada, Saidi, dan Sukarno.

Pilpres 2019 Diharapkan Tak Seperti Pilkada DKI, Marak Hoax

Rumor tersebut langsung direspons Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. KPU Kota Jakarta Utara, diutus ke lapangan untuk menemui salah satu pemilik e-KTP atas nama Mada di wilayah Pademangan.  

Hasilnya, pemilik asli dari KTP dan NIK tersebut berbeda wajah dan fotonya dengan berita yang tersebar di media sosial. Begitu pula, dua identitas lain atas nama Saidi dan Sukarno.

"Mereka adalah orang yang berbeda, dan foto di e-KTP-nya pun berbeda. Jadi, foto asli mereka sengaja ditutup dengan foto orang lain oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Ketua Kelompok Kerja Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU DKI, M. Sidik melalui keterangan tertulisnya, Minggu 5 Februari 2017.

Tetapi, ia membenarkan bahwa nama dan NIK yang tercantum dalam ketiga e-KTP tersebut telah tercatat dan terverifikasi benar sebagai DPT dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, dengan mengecek langsung melalui sistem informasi data pemilih (sidalih) KPU RI.

KPU menegaskan, beredarnya gambar e-KTP ganda yang beredar di media sosial adalah informasi tidak benar, alias hoax. "Kita punya bukti bahwa identitas aslinya itu dimiliki oleh orang yang tidak sama, atau berbeda," kata Komisioner KPU DKI Jakarta Dahliah Umar kepada VIVA.co.id, Minggu 5 Februari 2017.

Berikutnya, modus berulang>>>

Modus berulang

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, sudah mendengar rumor e-KTP ganda yang viral di media sosial itu. Ia meminta semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada 2017, waspada akan beredarnya e-KTP palsu jelang pemungutan suara pada 15 Februari nanti.

Tjahjo menegaskan, foto e-KTP yang beredar dan menjadi perbincangan tersebut palsu dan bukan milik oknum dengan data diri yang bersangkutan. Data itu milik orang lain, hanya ditempel foto orang yang sama.

"Info tim monitoring Pilkada Kemendagri dari Ditjen Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) menjelaskan bahwa ketiga foto tadi palsu, karena menggunakan data milik orang lain," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya, Minggu 5 Februari 2017.

Tjahjo yang juga mantan Sekjen PDI Perjuangan ini menganggap, isu identitas ganda ini merupakan modus yang biasa terjadi saat pilkada. Umumnya, saat muncul pasangan calon kepala daerah perseorangan untuk memanipulasi dukungan. "Ini untuk kejar jumlah dukungan," ujarnya.
 
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrulloh juga menegaskan, e-KTP yang beredar di media sosial tersebut palsu. Zudan, bahkan menyebut isu ini sengaja dihembuskan, agar memicu polemik jelang hari pencoblosan.

"Ini bukan KTP ganda, tetapi pemalsuan," kata Zudan dalam keterangan persnya, Minggu 5 Februari 2017.

Zudan memberikan tips, guna memastikan keaslian suatu e-KTP. Hal yang harus dilakukan adalah melakukan pengecekan NIK dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Setelah itu, dilanjutkan konsolidasi dengan dinas Dukcapil setempat. Tidak butuh waktu lama, Dukcapil setempat akan segera memberikan klarifikasi.

"Dalam dua menit, langsung terjawab semua. Kalau pilkada, orang memang cari dukungan dengan modus seperti ini, dan ini bukanlah produk Dukcapil," ujar dia.

Dukcapil Kemendagri ,kata Zudan, sudah berkordinasi dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), terkait kesiapan Kemendagri mengantisipasi hal tersebut. Ia pun berharap, KPU bisa gunakan card reader untuk mendeteksi penyalahgunaan data KTP elektronik. "Bisa gunakan Pilkada DKI ini sebagai pilot project," ujar Zudan.

Selanjutnya, cegah kecurangan>>>

Cegah Kecurangan

Lebih lanjut, agar kasus penggunaan e-KTP palsu tidak terjadi saat pemungutan suara, Zudan mengatakan, nantinya petugas Dukcapil di daerah akan tetap bekerja. Diharapkan, jika ditemukan oknum yang diduga memalsukan data pemilih, bisa langsung dikoordinasikan dengan petugas dukcapil.

"Tanggal 15 Februari nanti, dinas Dukcapil masuk kerja, walaupun statusnya libur pilkada. Ini untuk melayani yang perlu surat keterangan, atau mau cek NIK," kata dia.

Kemudian, jika masyarakat menemukan ada e-KTP yang mencurigakan bisa langsung difoto dan dikirim melalui WhatsApp ke dinas Dukcapil setempat. "Dalam waktu kira-kira dua menit, sudah dapat jawabannya. Ini memang perlu diantisipasi, karena modus ini kerap kali terulang jelang pilkada," tambah Zudan

Sementara itu, Komisioner KPU DKI Jakarta Dahlia Umar mengakui, akan berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil DKI sampai pelaksanaan pencoblosan surat suara. Menurutnya, KPU DKI hanya bertugas dalam mengeluarkan daftar pemilih tetap (DPT) dengan mengacu pada data yang dimiliki oleh Dinas Dukcapil.

Kendati demikian, KPU akan tetap menindaklanjuti apabila ditemukan identitas KTP ganda di lapangan ke Dinas Dukcapil, sebagai lembaga pemerintah daerah yang memiliki kewenangan terkait data kependudukan.

Sehingga, ia berharap, masyarakat di lapangan dapat berperan aktif untuk melaporkan ke KPU DKI maupun Bawaslu DKI Jakarta, apabila mendapatkan temuan-temuan janggal terkait dengan e-KTP maupun Surat Keterangan Pemilih (Suket) di lapangan.

"Kalau masyarakat menemukan lagi, ada yang seperti itu laporkan ke PPS (Panitia Pemungutan Suara), atau PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)di tingkat kecamatan dan kelurahan, pasti akan kita tindaklanjuti ke Dinas Dukcapil. Karena kan, memang harus dikonfirmasi kepada Dinas Dukcapil kan," kata Dahlia Umar kepada VIVA.co.id, Minggu 5 Februari 2017.

Selain itu, para pemilih tambahan maupun warga yang memilih dengan membawa Suket, harus mengisi surat pernyataan di Tempat Pemungutan Suara (TPS)-TPS yang menyatakan, bahwa yang bersangkutan benar tidak terdaftar dalam DPT dan membuat pernyatakan bahwa e-KTP, atau surat keterangan dari Dukcapil itu adalah dokumen asli bukan palsu.

"Dan, mereka baru bisa masuk TPS di jam 12.00 WIB," ujar Dahliah.

Pada dasarnya, kasus KTP ganda di DKI Jakarta, sangat tidak mungkin terjadi. Sebab, dalam proses pembuatan e-KTP tidak hanya dilakukan dengan cara administratif semata, melainkan harus melakukan rekam fisik, yaitu rekam retina mata.

"Karena, rekamannya bukan hanya admistratif kan, tetapi ada rekam fisik kan. Jadi, setelah kita data pemilih berdasarkan data kependudukan itu semua hanya terdata cuma sekali dan itu semua sudah didata di Sidalih," katanya.

Berikutnya, mencederai demokrasi>>>


 
Mencederai demokrasi

Meskipun sudah dipastikan informasi soal e-KTP ganda itu hoax, calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2, Djarot Saiful Hidayat meminta pemerintah tegas mengusut tuntas beredarnya e-KTP palsu belakangan ini. Penyebar gambar e-KTP palsu harus ditindak.

"Itu sudah saya tanyakan dan palsu. Inilah yang harusnya diusut, siapa yang menyebarkan. Pemerintah harus tegas, negara harus tegas. Supaya tidak menimbulkan opini yang sesat," ujar Djarot, di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Minggu 5 Februari 2017.

Pasangan Djarot, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok menuduh ada pihak yang tengah berupaya membangun opini tertentu dengan menyebarkan isu terkait e-KTP ganda. "Ini cuma pengen buat bangun opini saya kira," ujar Ahok di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, Minggu, 5 Februari 2017.

Ahok memastikan tim suksesnya telah menelusuri terkait e-KTP tersebut, dan hasilnya adalah tidak benar. Ke depan, Ahok-Djarot sudah menugaskan tim suksesnya untuk menyiapkan saksi untuk mengawasi jalannya pemungutan dan penghitungan suara di setiap TPS pada 15 Februari 2017.

Tim saksi dari Ahok-Djarot akan langsung melaporkan, jika menemukan ada pemilih yang menggunakan KTP palsu supaya bisa menyalurkan hak suara. "Begitu ada yang mencurigakan, dicek, ketahuan, ya pidanain," ujar Cagub DKI nomor urut 2 ini.

Calon Gubernur nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono menyesalkan munculnya isu KTP ganda. Menurut Agus, isu KTP ganda seharusnya tidak perlu terjadi, karena mencederai demokrasi yang sudah berjalan baik.

Ia bersama tim sejak awal sudah mewanti-wanti praktik curang tersebut. Jika memang benar adanya, tentu ini menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pesta demokrasi DKI Jakarta.

"Janganlah, kita menyakiti hati rakyat yang benar-benar ingin menjalankan demokrasi dengan adil dengan baik. Ini adalah pelajaran yang buruk sekali untuk kita semua kalau dibiarkan terjadi," kata Agus, saat ditemui di Banjir Kanal Timur, Jakarta Timur, Minggu 5 Februari 2017.

Lain halnya, Anies Baswedan, calon Gubernur nomor urut 3 itu justru khawatir dengan jumlah pemilih yang hanya menggunakan surat keterangan. Kendati, ia juga tetap meminta kasus KTP ganda diusut tuntas, namun yang harus direspons KPU dan Kemendagri untuk dituntaskan adalah masalah pemilih dengan surat keterangan.

"Kekhawatiran kita bukan soal manipulasi digital foto dan lain lain. Pikiran kita itu juga pada 187 ribu orang yang menggunakan surat keterangan, dan itu jadi perhatian kita juga, karena proses verifikasi tidak lewat RT/RW," kata Anies di Lebak bulus, Jakarta Selatan, Minggu 5 Februari 2017.

Menurut Anies, proses verifikasi seharusnya dilakukan bertahap mulai dari tingkat rusun hingga kelurahan. Sedangkan mereka yang memiliki surat keterangan pemilih langsung ke level kelurahan dan RT/RW belum tentu tahu.

"Jadi, yang KTP ganda kita bisa cek mudah dengan data yang ada di tiap kelurahan. Tapi yang susah kan, yang surat keterangan ini," tambahnya.

Anies berharap, para pendukung dan juga instansi terkait untuk segera menuntaskan persoalan ini. Agar, pelaksanaan Pilkada DKI 2017 dapat menjunjung tinggi kejujuran dan keterbukaan. Karena, Pilkada Jakarta disaksikan bukan hanya warga Jakarta, tetapi seluruh masyarakat Indonesia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya