Melawan Aksi Teror

Polisi evakuasi jenazah korban bom Kampung Melayu
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Rabu malam, 24 Mei 2017, Ibu Kota Jakarta kembali diguncang ledakan bom. Sekitar pukul 20.55 WIB, sebuah ledakan terjadi di tengah hiruk pikuk keramaian Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Rentang 10 menit kemudian, ledakan kedua terjadi.

Bantu Perangi Terorisme di Afrika, Adakah Niat Terselubung Amerika?

Akibat dua ledakan bom itu, lima orang meninggal dan 11 lainnya mengalami luka-luka. Dari lima korban meninggal itu, tiga di antaranya adalah anggota kepolisian yang tengah bertugas di sekitar lokasi kejadian. Sementara itu, dua lainnya diduga kuat sebagai pelaku teror.

Tiga korban meninggal dari kepolisian yakni Bripda Taufan Tsunami, Bripda Ridho Setiawan, dan Bripda Imam Adinata. Sementara itu, dua terduga pelaku bom bunuh diri menurut kepolisian diketahui bernama Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam.

Densus 88 Sudah Pernah Ingatkan Polda Jabar Waspadai Serangan Teroris JAD

Hal itu juga dibenarkan Wakapolri, Komjen Syafruddin, dalam sebuah wawancara telekonferensi dengan tvOne. "Pelaku sudah diketahui ada dua orang. Yang pertama atas nama Ahmad Sukri dan pelaku kedua Ichwan Nurul Salam," kata Komjen Syafruddin.

Dari keterangan yang dihimpun, diketahui jika bom pertama telah lebih dulu melukai beberapa petugas kepolisian yang saat itu tengah bertugas. Sementara itu, ledakan bom kedua melukai beberapa korban yang tengah mengevakuasi korban bom pertama.

Agus Sujatno Bawa 2 Bom Panci Gunakan Ransel, Hanya Satu yang Meledak

Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, mengatakan, kejadian menurut keterangan saksi atas nama Bripda Febriyanto Sinaga, sekitar pukul 21.00 WIB, saksi sedang dinas pengamanan pawai obor. Ia ditugaskan di terminal Kampung Melayu.

“Saat saksi sedang makan pecel lele di dekat TKP yang berjarak sekitar 50 meter, saksi mendengar ada ledakan pertama," kata Irjen Setyo Wasisto dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis, 25 Mei 2017.

Mendengar suara ledakan itu, Febriyanto langsung berlari menuju arah suara ledakan. "Sampai di TKP, saksi mencium bau yang sangat menyengat dan kepulan asap tebal berwarna putih. Saksi melihat ada empat orang tergeletak, yaitu anggota Shabara Polda Metro Jaya atas nama Bripda Yogi, Bripda Taufan dan dua anggota lainnya yang dia tidak bisa lihat wajahnya," kata kadiv Humas.

Melihat kondisi itu, Febriyanto berusaha memberikan pertolongan dengan mencoba untuk mengevakuasi temannya sesama anggota polisi. Namun, saat saksi tengah mengevakuasi, sekitar pukul 21.05 WIB, terjadi ledakan kedua yang jaraknya sekitar 10 meter dari TKP pertama.

Sempat menimbulkan kepanikan, beberapa korban ledakan termasuk beberapa warga sipil akhirnya dilarikan ke beberapa rumah sakit berbeda yakni RS Premier Jatinegara, RS Budi Asih, RS Polri Kramat Jati, dan RS Hermina.

Dari penyelidikan pihak kepolisian, juga diketahui alasan serangan teror ini menyasar Terminal Kampung Melayu. Menurut Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Mochamad Iriawan, dipilihnya Terminal Kampung Melayu karena di tempat tersebut memang tengah ada pawai obor yang tentu mendapat prioritas penjagaan dari aparat kepolisian.

"Teroris ini kan acak targetnya. Kebetulan Kampung Melayu pada saat itu dalam keadaan ramai karena ada pawai obor lewat situ. Kerumunan banyak dan juga anggota kami banyak di sana," kata Iriawan.

Selanjutnya, Fakta Baru Ditemukan

Polisi Bergerak, Fakta Baru Ditemukan

Beberapa saat setelah kejadian, kepolisian langsung mengamankan lokasi kejadian. Dari hasil olah TKP, diamankan beberapa barang bukti yang diduga terkait dengan ledakan bom.

Dari salah satu barang bukti yang mencolok yakni ditemukannya setruk pembelian panci dari saku salah satu terduga pelaku bom bunuh diri.

Setruk pembelian panci di salah satu minimarket di Padalarang, Bandung, Jawa Barat ini yang semakin menguatkan dugaan awal polisi bahwa aksi teror ini dilakukan dengan bom panci. "Benar, setruk pembelian panci di minimarket di Padalarang," kata Irjen Setyo.

Di kertas setruk juga tertera bahwa panci yang diduga dipakai untuk bahan utama merakit bom dibeli pelaku dua hari sebelum bom diledakkan di Kampung Melayu. "Di setruk tertulis tanggal 22, jam sembilan membeli panci jenis presto dan nama salah satu pasar swalayan di Padalarang," tutur Setyo.

Tak hanya itu, berbekal barang bukti termasuk KTP yang diamankan di lokasi kejadian, petugas kepolisian langsung bergerak mencari informasi jaringan dari pelaku aksi teror ini. Beberapa lokasi digerebek, termasuk kontrakan Ichwan Nurul Salam yang berada di Cibangkong, Kota Bandung, Jawa Barat.

Dan dari hasil penyelidikan yang dilakukan juga terungkap fakta baru bahwa ada keterkaitan ledakan bom di Kampung Melayu ini dengan ledakan bom panci di Lapangan Pandawa, Cicendo, Kota Bandung pada Maret 2017.

Berdasarkan pemeriksaan petugas Polda Jawa Barat, diketahui terduga pelaku bom bunuh diri Kampung Melayu, Ichwan Nurul Salam, pernah mengenalkan istrinya berinisial GTS ke Asep, pelaku peledakan bom panci di Lapangan Pandawa, Cicendo, Kota Bandung.

"Kami tetap lakukan mapping, ada kaitannya bom Cicendo karena istrinya (Ihwan) pernah dikenalkan ke Agus pelaku bom," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Yusri Yunus, Kamis, 25 Mei 2017.

Yusri menuturkan, Asep sudah ditangkap petugas kepolisian pada Maret 2017, usai bom pancinya meledak. Asep diketahui berperan sebagai perakit bom panci Cicendo.

Teror bom yang mengejutkan Jakarta ini juga membuat Presiden Joko Widodo. Orang nomor satu di Indonesia mengutuk keras aksi teror tersebut. Instruksinya jelas, kejar para pelaku teror hingga ke akar-akarnya.

"Saya perintahkan untuk mengejar sampai ke akar-akarnya, karena kita tahu korban yang ada, ini sudah keterlaluan," kata Jokowi, dalam keterangan pers, Kamis 25 Mei 2017.

Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga langsung meninggalkan Solo terbang kembali ke Jakarta untuk meninjau langsung lokasi ledakan di Terminal Kampung Melayu dan menjenguk para korban yang hingga saat ini masih menjalani perawatan di RS Polri.

"Sekali lagi saya sampaikan kepada seluruh rakyat di seluruh pelosok Tanah Air agar semuanya tetap tenang dan menjaga persatuan. Tetapi kita tetap harus waspada dan semua bersatu melawan terorisme ini. Saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak ada tempat di negara kita bagi terorisme," kata Jokowi di RS Polri, Kamis 25 Mei 2017.

Selanjutnya, Intelijen Kecolongan?

Intelijen Lagi-lagi Kecolongan?

Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, aksi teror yang mengguncang Jakarta ini sebenarnya telah dicium sebelumnya. Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, beberapa hari sebelum kejadian, intelijen sudah mengidentifikasi kemungkinan serangan, namun tidak dapat dipastikan tempatnya.

Setyo juga belum dapat memastikan apakah serangan bom di Kampung Melayu ini juga terkait dengan aksi teror global yang sebelumnya juga mengguncang Manchester Inggris dan Filipina. Ia hanya menegaskan bahwa ini merupakan serangan global.

Terlepas dari itu, aksi teror bom yang terjadi di Kampung Melayu ini dianggap pengamat teroris Al Chaidar sebagai bentuk kelalaian intelijen.

"Dalam kasus terorisme, respons negara yang paling efektif tentu mengandalkan tugas intelijen. Kalau sampai ada ledakan tentu yang dipersalahkan intelijen. Terlebih sebelum kejadian sudah banyak beredar ancaman serangan," kata Al Chaidar saat dihubungi VIVA.co.id.

Menurut Al Chaidar, intelijen dan aparat saat ini dianggapnya sudah terbagi fokusnya sehingga kinerjanya dianggap menurun. "Mungkin aparat saat ini lebih banyak diarahkan untuk mengkriminalisasikan ulama ketimbang memantau perkembangan terorisme. Ini sangat disayangkan tentunya," katanya.

Seharusnya, menurut Al Chaidar, intelijen dan aparat dapat fokus untuk membaca pergerakan terorisme, termasuk terus memantau kelompok-kelompok dan orang-orang yang dicurigai kuat berafiliasi dengan jaringan terorisme.

Al Chaidar juga meyakini jika teror bom bunuh diri di Kampung Melayu ini terkait dengan aksi teror bom panci sebelum-sebelumnya dan tentu jaringan yang sama.

"Pertama, mereka menggunakan bom panci untuk melakukan teror. Kedua, sasaran mereka jelas petugas polisi tanpa mempertimbangkan polisi tersebut beragama Islam atau tidak. Dan yang ketiga, timing simultan dengan teror Manchester dan Filipina," katanya.

Terakhir, menurut Al Chaidar, langkah paling efektif untuk menghadapi aksi terorisme yakni dengan memantau pesan-pesan yang dikirimkan para pelaku teror lewat media sosial, Facebook, dan telegram.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya