Menguak Aksi Ilegal Produsen Si Maknyuss

Polisi menyegel gudang penyimpanan beras premium oplosan di Bekasi, Jawa Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Risky Andrianto

VIVA.co.id – Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang terdiri dari Mabes Polri, Kementerian Pertanian dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum lama ini membongkar dugaan praktik culas peredaran beras premium oplosan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Masker Beras Ternyata Memiliki Banyak Manfaat untuk Kesehatan Kulit Wajah, Apa Saja?

Kasus itu terungkap setelah Satgas menggerebek gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (PT IBU), anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera di Jalan Rengas Karangsambung KM 60, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis malam, 20 Juli 2017 lalu. Dalam penggerebekan itu petugas mengamankan 1.162 ton beras.

Dari hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa PT IBU membeli gabah dari petani dengan harga yang cukup tinggi, yakni Rp4.900 per kilogramnya. Sehingga, para petani lebih memilih menjual ke PT IBU. Dengan demikian, para pelaku usaha lain terancam mati dan merugi.

6 Hikmah Dalam Menunaikan Zakat Fitrah Bagi Umat Islam

Setelah membeli gabah dari petani, PT IBU kemudian mengolah hingga menjadi beras dengan kemasan bermerek 'Maknyuss' dan 'Cap Ayam Jago' untuk dipasarkan di pasar modern.

Harga yang dipasarkan di tingkat konsumen pun jauh lebih mahal dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Beras itu dipasarkan dengan harga Rp13.700 sampai Rp20.400 per kilogram. Sedangkan harga yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar Rp9.500 per kilogram.

Daftar Harga Pangan 27 Maret 2024: Beras Premium hingga Cabai Naik

"Tindakan yang dilakukan oleh PT IBU tersebut menurut ahli pidana dapat dikategorikan sebagai perbuatan curang untuk memperluas perdagangan yang dapat merugikan pelaku usaha lain," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, Jumat, 21 Juli 2017.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menambahkan dari seluruh beras yang diamankan, jenis beras IR64 yang rencananya akan dijadikan beras premium dan dijual dengan harga tiga kali lipat. Arman mengaku, bila dilihat dari kuantitas beras yang ditimbun, pemerintah mengalami kerugian lebih dari Rp15 triliun.

"Temuan ini yang paling besar," kata Amran Sulaiman di lokasi Gudang Beras PT IBU di Bekasi, Jumat 21 Juli 2017.

Sebab, jenis beras IR 64 itu adalah beras yang disubsidi pemerintah dengan harga Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram. Seluruh beras itu dijual ke pasaran oleh PT IBU tiga kali lipat atau sebesar Rp20.400 per kilogram. Sehingga ada selisih Rp14.000. "Temuan ini bisa menekan konsumen," ujarnya.

Sementara itu, di gudang beras milik PT IBU itu berisi 199,275 ton beras siap edar yang masing-masingnya kemasan paket 5 kilogram dan 10 kilogram, dan 971,775 ton beras siap edar kategori 25 kilogram.

"Gudang tersebut berkapasitas 2000 ton. Saat ini yang ada di gudang tersebut hampir 1.100 ton (siap edar)," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto di Mabes Polri, Jumat, 21 Juli 2017.

Penyidik menduga terdapat tindak pidana dalam proses produksi dan distribusi beras yang dilakukan PT IBU sebagaimana diatur dalam pasal 383 Bis KUHP dan pasal 141 UU 18 tahun 2012 tentang Pangan dan pasal 62 UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Pemalsuan Mutu Beras

Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap beras itu, Satgas Pangan juga menduga mutu dan komposisi beras tidak sesuai dengan yang ada tertera pada label kemasan.

Indikasi pemalsuan mutu beras itu terungkap pada label kemasan beras yang dipalsukan ialah, beras merek 'Ayam Jago' mencantumkan kadar protein sebesar 14 persen, padahal lebih kecil yaitu hanya 7,73 persen.

Kadar karbohidrat di label beras merek 'Ayam Jago' tercantum 25 persen padahal lebih besar yaitu 81,45 persen. Lalu kadar lemak yang tercantum 6 persen padahal lebih kecil yaitu hanya 0,38 persen.

Sedangkan untuk beras merek 'Maknyuss', dalam kemasannya tercantum kadar protein sebesar 14 persen padahal lebih kecil yaitu hanya 7,72 persen. Kadar karbohidrat sebesar 27 persen, padahal lebih besar yaitu 81,47 persen. Lalu kadar lemak tercantum 0 persen padahal lebih besar yaitu 0,44 persen.
 
"Ini bukan premium, tapi dijual premium. Jadi masyarakat tertipu," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di lokasi Gudang Beras PT IBU di Bekasi, Jumat 21 Juli 2017. Tito mengakui, seluruh beras itu sudah terbungkus dan siap edar. Rencananya, beras tersebut akan di edarkan ke wilayah Jabodetabek.

Di lokasi terpisah, Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, memastikan fakta temuan hasil laboratorium itu akan terus diselidiki agar kekhawatiran dan menjaga tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah khususnya program swasembada beras.

Komjen Ari mengingatkan agar para pengusaha terkait pangan tidak berlaku sesuka hati lagi memainkan harga pangan dan memanipulasi kemasan produk kemasan produk beras tersebut.

"Ini mencurigakan. Ada apa dengan perbedaan kandungan nilai gizi itu? Sekadar memainkan mutu beras? Persoalan bisnis semata? Atau merupakan usaha sejenis melemahkan bangsa ini di kemudian hari," kata Komjen Ari.

Sejauh ini, polisi sudah memeriksa 15 orang saksi berkaitan penggerebekan gudang beras milik PT IBU di Kabupaten Bekasi. Seluruh saksi merupakan pegawai di gudang beras tersebut, termasuk pemilik perusahaan juga sudah dimintai keterangan.

"Hari ini sebenarnya ada 9 saksi lagi yang akan diperiksa. Dari sembilan, satu orang sedang berlangsung pelaksanaannya. Yang delapan minta dilakukan penundaan. Disampaikan sampai hari Kamis," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 24 Juli 2017.

Lebih jauh, izin perusahaan akan dicabut oleh Kementerian Perdagangan. Pasalnya, setiap aksinya pabrik itu selalu membeli padi kepada petani dengan harga sedikit lebih tinggi dari harga pasaran.
Tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kooperatif

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), selaku induk usaha dari PT Indo Beras Unggul (IBU) menyatakan pihaknya akan sangat kooperatif dan transparan kepada semua pihak yang berwenang.

"Saat ini sedang melakukan koordinasi secara internal dan eksternal untuk melakukan verifikasi semua fakta," kata Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, Jo Tjong Seng dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin 24 Juli 2017.

Dia menjelaskan, pihaknya berpegang teguh pada kualitas dan produk-produk yang dihasilkan berkomitmen penuh kepada para pelanggan dan selalu menaati ketentuan hukum yang berlaku.

"Visi kami adalah menjadi perusahaan berwawasan nasional yang berperan serta dalam membangun Indonesia dan berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," terangnya.

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, lanjut dia, PT IBU selalu berpedoman kepada beberapa hal. Pertama, PT IBU membeli gabah dari petani dan beras dari mitra penggilingan lokal.

Ia juga membantah bahwa pihaknya membeli atau menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program beras sejahtera (Rastra) Bulog, bantuan bencana atau bentuk lainnya dalam menghasilkan beras kemasan berlabel.

"PT IBU memproduksi beras kemasan berlabel untuk konsumen menengah atas sesuai dengan deskripsi mutu SNI," ujar dia.

Lebih lanjut, Ia mengklaim, bahwa PT IBU memproduksi beras kemasan berlabel berdasarkan standar ISO 22000 tentang Food Safety dan GMP. Lalu, ujar dia, PT IBU mengikuti ketentuan pelabelan yang berlaku dan menggunakan laboratorium terakreditasi sebagai dasar pencantuman informasi fakta nutrisi.

"PT IBU mencantumkan kode produksi sebagai informasi umur stok hasil produksi," aku dia.

Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT TPS, Anton Apriyantono, menambahkan pihaknya berharap kerjasama dengan pemerintah untuk menjelaskan perkara ini. Ia menilai ada kesalahpahaman yang terjadi, dan pihaknya siap meluruskan kasus ini hingga tuntas.

"Kalau salah kami siap dituntut, tapi kami yakin tidak bersalah," kata Anton di Jakarta, Minggu malam, 23 Juli 2017.

Anton memastikan PT TPS merupakan perusahaan go publik yang sudah lama berdiri dan beroperasi di Indonesia. Seiring itu pula, aktivitas perusahaan maupun anak perusahaan sudah berizin dan dalam pengawasan pemerintah. "Izinnya juga sudah lama, seharusnya sudah tidak ada masalah," ujarnya.

Harus Tuntas

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Roem Kono mengapresiasi penggerebekan 1.162 ton beras di gudang beras PT IBU yang diduga beras oplosan premium. Ia menegaskan penyitaan itu sebagai bukti adanya mafia dan kartel pangan yang menyengsarakan rakyat.

"Ini tindakan kriminal luar biasa. Ini merugikan rakyat banyak dan harus ditindak," kata Roem Kono di DPP Partai Golkar, Jakarta, Jumat 21 Juli 2017.

Politikus partai Golkar ini menambahkan cara yang dilakukan oleh mafia itu sangat kotor karena beras subsidi itu harusnya untuk rakyat tidak mampu, namun diselewengkan dan dijual dengan harga tinggi.

Atas dasar itu ia sangat mendukung tindakan tegas aparat di bawah Koordinasi Kapolri. Ia mendukung aparat kepolisian terutama Satgas Pangan terus melakukan penangkapan para pengusaha nakal dan memberantas kartel pangan.

"Hukum berat mereka. Ini demi kepentingan rakyat ternyata dicuri oleh kartel hanya untuk kepentingan pribadi dan mengesampingkan penderitaan rakyat," ujarnya.

Beda halnya dengan Daniel Johan, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap ada penyidikan tuntas kasus beras oplosan yang dilakukan PT Indo Beras Unggul (IBU), anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS).

"Polisi wajib usut tuntas, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan," kata Daniel di DPR, Senin, 24 Juli 2017.

Menurutnya, ada permasalahan yang serius soal kasus dugaan beras oplosan utamanya pengelolaan di hilir bagi petani. Ini merujuk Dalam Peraturan Menteri Pertanian No/1/Pemerintah/PP.130/1/2010 Tentang Pedoman Harga Gabah, dan bukan Tentang Harga Beras.

"Jadi memang tidak ada aturan soal harga beras premium setahu saya, jadi tidak ada yang melanggar," ujarnya.

Terlepas dari itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendorong pengungkapan kasus seperti ini dilakukan secara kontinyu dan meluas, termasuk untuk komoditas pangan lain seperti daging, gula, gandum, minyak goreng dan komoditas pangan lainnya.

Sebab fenomenanya, banyak terjadi dugaan pelanggaran pidana pada komoditas pangan di Indonesia, dan juga dugaan pelanggaran adanya kartel harga dan monopoli. Mereka dengan terang benderang melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Akibat itu semua konsumen harus menebus dengan harga yang sangat mahal," kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 22 Juli 2017.

YLKI mengingatkan jangan sampai proses penegakan hukum ini berjalan anti klimaks, dengan hukuman yang ringan bagi pelakunya. Menurut Tulus, Polri harus mengkonstruksikan dengan tuntutan hukum yang berat dan berlapis. Termasuk mencari oknum pemerintah yang mungkin terlibat.

"Dari mana produsen itu mendapatkan akses beras bersubsidi? Patut diduga dengan kuat ada oknum aparat pemerintah yang terlibat," ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya