Hikayat Berliku Nyonya Meneer

Area Pabrik Nyonya Meneer.
Sumber :
  • Dwi Royanto/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Sebuah papan nama bertuliskan Njonja Meneer berdiri di depan pabrik jamu di Jalan Kaligawe KM 4 Semarang, Jawa Tengah. Gerbang masuk pabrik berwarna hijau di dekatnya tampak tertutup rapat. Tak ada kegiatan para pekerja di sana. 

Jamu Tradisional RI Bisa Go Internasional, Asalkan...

Kondisi hampir serupa terjadi di lokasi lain pabrik tersebut, di Jalan Raden Patah, Kota Semarang, Jawa Tengah. Tak terlihat aktivitas para pegawai di kawasan itu.

Suasana lengang itu tampak saat VIVA.co.id menyambangi pabrik tersebut, Sabtu, 5 Agustus 2017. Belum ada yang bisa dikonfirmasi terkait kondisi terkini pabrik yang berusia hampir seabad itu.  Satu dua orang yang ada di depan pabrik tak bersedia dimintai keterangan. Pihak menajemen perusahaan pun hingga kini belum bisa dikonfirmasi.

Jamu Sama Khasiatnya dengan Minuman Prebiotik Jepang

Pabrik jamu legendaris tersebut telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang, Kamis, 3 Agustus 2017. PT Nyonya Meneer dinyatakan kalah gugatan atas perkara kredit macet yang dilayangkan salah satu kreditor, yakni Hendrianto Bambang Santoso, warga Palur, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang, Nani Indrawati, menyatakan menolak pengajuan permohonan pembatalan perdamaian yang dilakukan pihak perusahaan PT Nyonya Meneer.

Rahmat Gobel Tak Selamatkan Nyonya Meneer dengan Akuisisi

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan PT Nyonya Meneer dalam keadaan pailit," katanya, di Pengadilan Negeri Semarang, Kamis, 3 Agustus 2017.  

Perkara hukum antara perusahaan itu dengan seorang kreditornya telah berlangsung hampir dua tahun terakhir. Gugatan berawal ketika PT Nyonya Meneer memiliki tumpukan utang kepada sejumlah kreditornya. Kemudian pada 8 Juni 2015, majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto menyatakan, perjanjian perdamaian antara debitor dan 35 kreditor tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 27 Mei 2015 telah sah.

Putusan itu lalu digugat oleh salah satu kreditornya, Hendrianto Bambang Santoso. Setelah menjalani puluhan kali persidangan, gugatan Hendrianto dikabulkan. Pengadilan menyatakan, pabrik jamu itu pailit setelah sengketa utang antara perusahaan dan para kreditur tak kunjung selesai.

Perjanjian damai atas pelunasan utang perusahaan dengan kreditur akhirnya dibatalkan. Hal itu lantaran rentang waktu yang telah disepakati kedua pihak, tidak juga ditaati oleh perusahaan. 

Dalam perjanjian damai sebelumnya, total tagihan utang yang harus dibayarkan perusahaan senilai Rp198 miliar. Di antaranya meliputi utang terhadap kreditur konkuren Kantor Pajak Pratama (KKP) Madya Rp22,8 miliar, kreditur Bank Papua Rp68 miliar, termasuk pembayaran buruh mencapai sekitar Rp87,7 miliar. “Mereka meminta perjanjian tersebut dibatalkan. Jadi dinyatakan pailit," ujar Wismonoto, hakim anggota Pengadilan Negeri Semarang, Jumat, 4 Agustus 2017.

Putusan pailit langsung diikuti dengan pembekuan seluruh aset Nyonya Meneer. Dengan pembekuan itu, secara otomatis seluruh aset Nyonya Meneer harus dikelola kurator. Aset tersebut akan dilelang dan uang hasil penjualan dibayarkan kepada para kreditor Nyonya Meneer. 

Kondisi Nyonya Meneer yang pailit menimbulkan kerisauan di hati Broto. Salah satu pegawai pensiunan pabrik jamu itu gelisah lantaran uang pesangonnya belum dibayarkan. Seharusnya, dia menerima uang pensiunan Rp63 juta.

Pria 62 tahun itu diminta pensiun setelah mengabdi selama 25 tahun di pabrik tersebut. Broto mengenang. Dulu, ketika masuk perusahaan itu pada 1991, ia sempat mencicipi kejayaan Nyonya Meneer. Hingga pada era 2.000-an, kesuksesan itu berubah. Kala itu, bisnis pabrik jamu tersebut mulai goyah dengan tidak stabilnya aktivitas produksi.

Sejak saat itu, Broto mengaku harus melalui berbagai kesulitan keuangan bersama ratusan buruh lainnya di Nyonya Meneer. Pembayaran upah pun kerap terlambat hingga ada yang tak dibayarkan upahnya.
Kini, dia pun hanya bisa pasrah dengan kondisi pabrik itu. "Ternyata enggak cuma saya saja, banyak sekali teman yang bernasib serupa. Berulang kali ditagih, enggak pernah ngasih. Malah sekarang sudah resmi bangkrut," ujar Broto, Sabtu, 5 Agustus 2017. 

Kurang Inovasi

Bangkrutnya PT Nyonya Meneer dinilai tak lepas dari kurangnya inovasi. Menurut Rhenald Kasali, guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, perusahaan tersebut kurang berinovasi selama lebih dari 30 tahun terakhir. Sementara di sisi lain, perusahaan pesaing terus melakukan inovasi mengikuti gaya hidup masyarakat modern.

“Setiap bisnis itu di zaman sekarang, lebih mudah diramalkan kematiannya daripada kehidupan ya. Nah oleh karena itu satu-satunya cara agar tetap hidup harus ada inovasi karena gaya hidup berubah terus,” ujarnya kepada VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Minggu, 6 Agustus 2017.

Rhenald lantas mencontohkan beberapa perusahaan lain tersebut. Mustika Ratu misalnya, melakukan inovasi membuat produk bahan baku kolang kaling. Kemudian Kalbe Farma mengeluarkan produk baru hydro coco, Sidomuncul dengan produk tolak angin cair dan tolak angin cair anak. 

“Nyonya (Meneer) tidak kita kenal (berinovasi), dari dulu sampai sekarang jamu habis melahirkan, minyak telon. Nah produk yang lama, makin enggak laku karena perubahan selera orang dari masa ke masa, ini yang jadi masalah di Nyonya Meneer,” ujarnya.

Dalam pandangan Rhenald, Nyonya Meneer lebih tergerus lagi dengan datangnya teknologi. Pada era serba teknologi saat ini, perkembangan bisnis mesti dibarengi dengan pemasaran menggunakan teknologi seperti e-commerce. Saat ini, produk jamu rumahan saja, sudah merambah pemasaran lewat online

Suara senada datang dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro. Dalam era teknologi saat ini, menurut dia, pola konsumsi masyarakat bisa berubah dengan cepat. Apabila perusahaan tidak mampu beradaptasi untuk menciptakan suatu inovasi, perusahaan itu akan sulit untuk tetap eksis.

Sebagian perusahaan yang tetap bertahan saat ini karena mengubah manajemen bisnisnya mengikuti zaman. Perusahaan tersebut pun mendapatkan keuntungan. "Saya tidak mau men-judge masalah manajemen atau masalah pasar. Tapi perusahaan datang dan pergi. Hanya perusahaan yang punya daya saing dan bisa menjaga kemampuan melihat peluang usaha yang akan bertahan," kata Bambang, di Jakarta, Jumat 4 Agustus 2017.

Jejak Nyonya Meneer

Sebagai sebuah perusahaan, PT Nyonya Meneer telah melalui perjalanan panjang. Pendirian perusahaan bermula dari kegiatan Lauw Ping Nio atau dikenal dengan nama Nyonya Meneer meracik jamu. Wanita kelahiran Sidoarjo, Jawa Timur pada 1895 ini bergelut di bidang jamu lantaran sang suami sakit. 

Ketika itu, pada era 1900-an, seperti dikutip dari laman njonjameneer.com, berbagai pengobatan tidak mampu memulihkan kondisi suami tercinta. Lantas, berbekal sedikit pengetahuan soal aneka tumbuhan dan rempah, Nyonya Meneer mencoba meracik jamu untuk diminum. Ternyata, ramuan yang diraciknya mujarab. 

Tak sebatas suaminya yang minum jamu, para kerabat dekat pun mencoba racikan jamu Nyonya Meneer. Bahkan, Nyonya Meneer yang ringan tangan lantas meracik jamu untuk orang-orang di sekitarnya yang demam, sakit kepala, masuk angin dan terserang berbagai penyakit ringan lainnya. 

Kemudian, atas dorongan keluarga, seperti dikutip dari wikipedia.org, Meneer mendirikan perusahaan jamu Cap Potret Nyonya Meneer pada 1919. Pabrik pertamanya berada di Semarang, Jawa Tengah.

Perusahaan tersebut terus berkembang. Bahkan, pada 2006, PT Nyonya Meneer berhasil memperluas pasar jamu hingga ke Taiwan. Sebelumnya, perusahaan itu sukses masuk ke Malaysia, Brunei, Australia, Belanda dan Amerika Serikat. 

Namun kini, perusahaan itu terpuruk. Pengadilan menyatakan PT Nyonya Meneer bangkrut setelah terbelit utang dengan sejumlah kreditor.  Saat dinyatakan pailit, pabrik itu tercatat dikelola oleh sang cucu yakni, Charles Saerang.  Jumlah karyawannya mencapai 3.000 orang.

Rhenald Kasali menceritakan setelah Nyonya Meneer meninggal, perusahaan itu diwariskan kepada kedua puterinya. Namun, tak lama berselang keduanya pecah. 

Salah satu dari mereka mendirikan perusahaan jamu di Surabaya, Jawa Timur. “Tapi karena dua putrinya itu sudah tua, perusahaan itu dijual, tidak kembali ke pangkuan Nyonya Meneer,” ujarnya.

Dalam perkembangannya, perusahaan Nyonya Meneer mengalami kesulitan keuangan. Kemudian mereka dibiayai utang, sampai akhirnya tidak bisa membayar utang dan dipailitkan.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya