Terbanglah Drone Sebelum Dilarang

Drone Alap-Alap saat akan take-off di Bandara Chakrabhuwana, Cirebon, jawa Barat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Lazuardhi Utama

VIVA.co.id – Pesawat tanpa awak (drone) semakin marak digunakan. Fungsinya tak hanya sebagai pengawasan (surveillance) dan pemetaan (mapping), namun juga bisa dipakai untuk urusan komersial.

10 Negara dengan Drone Perang Terbanyak di Dunia, Asia Menguasai

Asal kata drone artinya lebah jantan. Awalnya istilah drone hanya digunakan untuk menyebut sebuah target simulasi yang bergerak di udara (air moving targets) untuk latihan menembak, baik dari darat ke udara (ground to air) maupun dari udara ke udara (air to air).

Pada perkembangannya kemudian, drone juga dipakai untuk menyebut sebuah unmanned aircraft system (UAS), atau pesawat tanpa awak. Di Indonesia, pesawat remote control ini berkembang pesat, yang selanjutnya, dipelopori antara lain oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Serangan Drone Israel Tewaskan 3 Warga Palestina di Jenin

Di mata Danang Arradian, perkembangan drone sangat cepat, lantaran kerap memunculkan fitur baru layaknya ponsel pintar (smartphone).

"Contohnya tahun 2016, DJI (produsen drone asal China) mengembangkan fitur sensor anti-tabrak yang disematkan pada drone Phantom-4. Padahal sebelumnya tidak ada," kata dia kepada VIVA.co.id, Rabu 9 Agustus 2017.

Rusia Dibombardir Serangan Drone, AS Bidik Krimea

Pemerhati drone ini mengungkapkan, selain itu, drone kini mengincar konsumen yang sama sekali tidak pernah menggunakan pesawat nirawak tersebut.

Ia lalu mencontohkan drone Spark, di mana bisa digunakan untuk berswafoto (selfie). "Jadi, kalau bisa dibilang ini drone rasa hape. Mereka (DJI) jeli melihat pasar yang segmennya spesifik tapi booming," ungkapnya.

Kendati perkembangan drone di Indonesia pesat, namun Danang menilai belum saatnya diatur melalui undang-undang, tentu dengan syarat.

"Selama drone dipakai untuk hal yang wajar dan mengikuti aturan berlaku, ya, tidak apa-apa," papar dia. Yang dimaksud mengikuti aturan yang berlaku di sini, lanjut Danang, antara lain tidak terbang di atas wilayah terlarang (restricted area).

Selanjutnya, Bukan untuk Mata-mata

Bukan untuk mata-mata

Pada kesempatan terpisah, Kepala Bidang Program Drone Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Joko Purwono Soehardi, menilai bahwa pemanfaatan drone ini sudah diatur di Peraturan Menteri Perhubungan.

"Sudah (diatur) di Peraturan Menteri Perhubungan No.1/2009 dan No.90/2015 tentang Penggunaan Drone, yang isinya membatasi ruang udara terbang maksimal 500 kaki atau 150 meter," ujarnya kepada VIVA.co.id.

Meski begitu, Joko menilai batas maksimal terbang itu diperuntukkan bagi yang hobi saja, tapi tidak cukup untuk drone yang bertugas melakukan pengawasan dan pemetaan.

Peluncuran Drone DJI Spark

Drone Spark.

"Karena di atas itu (150 meter) harus ada izin khusus. Makanya, harus dipisahkan, mana yang untuk hobi dan mana kepentingan negara," tutur Joko.

Di luar negeri, drone bahkan sudah dirancang agar mampu mendarat di dinding hingga menerbangkan pesawat komersial. Para teknisi dari Createk Design Lab di Université de Sherbrooke, Quebec, Kanada, merancang Multimodal Autonomous Drone atau S-MAD.

Pesawat tanpa awak ini mampu mendarat, menempel atau bertengger, hingga lepas landas di dinding vertikal seperti tembok. Akan tetapi, drone ini tidak diciptakan untuk menjadi mata-mata.

Sebagai gantinya, tim Sherbrooke menyatakan S-MAD suatu hari nanti dapat digunakan untuk melaksanakan tugas lain, seperti pemantauan udara setelah gempa bumi atau membantu inspeksi bangunan.

Diberitakan oleh Motherboard, S-MAD dapat mendarat secara vertikal karena dilengkapi dengan sensor rentang deteksi dinding (wall detection range sensor).

Sensor ini membantu untuk mengetahui waktu gerak ke atas guna mengantisipasi permukaan vertikal. S-MAD juga memiliki mikroskop penggenggam yang memungkinkannya melekat pada dinding, begitu mesin ini membuat kontak.

Selanjutnya, Hemat Rp393 Triliun

Hemat Rp393 Triliun

Lalu, bagaimana dari sisi efektivitas penggunaan drone ini? Apakah dapat diterapkan untuk setiap layanan yang dibutuhkan masyarakat?

"S-MAD terinspirasi oleh burung dan tupai terbang. Drone ini punya kemampuan untuk bertengger di permukaan vertikal yang kasar dengan menggunakan serangkaian tulang belakang mikronya. Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai kondisi cuaca berbeda," ungkap salah satu pencetusnya, Profesor Alexis Desbiens.

Adapun, penerbangan tanpa pilot menjadi hal yang mungkin di masa depan dengan adanya beberapa pengujian penerbangan tanpa awak. Namun, menurut sebuah studi yang dilakukan bank Swiss, UBS, menunjukkan, publik masih banyak yang belum siap untuk memanfaatkannya.

Mengutip The Verge, dari 8 ribu responden yang disurvei UBS, lebih dari setengahnya mengatakan, mereka tidak mau bepergian dengan pesawat tanpa pilot.

Bahkan, jika maskapai itu menawarkan harga murah, mayoritas responden enggan menaiki penerbangan otomatis tersebut. Secara keseluruhan dari total responden, hanya 17 persen yang mengatakan mereka mau terbang dengan pesawat tanpa awak.

Tetapi, persentase tersebut meningkat menjadi 27 persen saat tim survei mengurangi ukuran sampel untuk mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun, dan 31 persen dengan mereka yang berusia 25 hingga 34 tahun.

Penerimaan untuk terbang dengan pesawat tanpa pilot juga bervariasi di berbagai negara. Responden Jerman dan Prancis yang bersedia mengambil penerbangan ini sebanyak 13 persen, sedangkan responden Amerika Serikat yang paling banyak, dengan kesediaan untuk terbang tanpa pilot sebanyak 27 persen.

Pesawat tempur F-22 Raptor

Jet tempur F-22 Raptor.

Survei tersebut mengatakan pesawat tanpa pilot dapat menghemat biaya penerbangan hingga US$30 miliar (Rp393 triliun) per tahun, yang diperoleh dari efisiensi biaya bahan bakar jalur penerbangan yang dioptimalkan serta penghapusan pengadaan dan pelatihan pilot.

Sementara itu, di Amerika Serikat dan Inggris, keberadaan drone akan dibatasi. Keduanya secara terang-terangan ingin membatasi aktivitas drone. Pemerintah Inggris berencana membuat regulasi untuk drone, termasuk uji coba dan pemberian lisensi bagi pengguna drone.

Menteri Perhubungan Inggris, Lord Callanan mengatakan, pihaknya ingin membuat aturan yang mengharuskan drone dan pemiliknya melewati berbagai tes untuk mendapatkan lisensi sebelum diizinkan terbang.

"Dengan adanya regulasi ini, maka kami memprioritaskan perlindungan masyarakat seperti mengurangi pelanggaran batas wilayah udara. Karena, seperti teknologi kebanyakan, drone juga bisa disalahgunakan," katanya, seperti dikutip V3.

F-22 Nyaris Jadi Korban

Dalam membuat aturan ini, Callanan menggandeng Otoritas Penerbangan Sipil dan Militer, yang bertujuan untuk memperbaiki penggunaan serta akuntabilitas pesawat nirawak tersebut.

Nantinya, pemilik drone bisa mendaftarkan diri secara online atau melalui aplikasi, yang semuanya di bawah pengawasan Departemen Perhubungan.

Meski akan dibatasi, ia juga mengaku drone terbukti memiliki peran penting untuk mengawasi dan memeriksa wilayah tertentu untuk membantu aparat keamanan.

"Drone bisa bertugas memantau lalu lintas di jalan raya, membantu polisi dan petugas pemadam kebakaran dalam operasi pencarian serta penyelamatan, bahkan membantu menyelamatkan nyawa," ungkapnya.

Sementara itu 'soulmate' Inggris, AS, juga akan menerapkan aturan serupa. Kali ini permintaan dari Angkatan Udara AS, di mana mereka meminta Kongres untuk memberi izin menembak jatuh drone sipil.

Hal ini dikarenakan adanya insiden yang menyebabkan pesawat tempur generasi kelima, F-22 Raptor, hampir kecelakaan gara-gara pesawat nirawak itu.

Panglima Komando Pertahanan Udara AS, Jenderal James Holmes menyebut, setidaknya ada dua insiden yang mengakibatkan hampir melayangnya nyawa anak buahnya, lantaran drone sipil terbang terbang di area terlarang.

"Kami mengalami dua insiden dunia baru-baru ini. Itu semua gara-gara drone sipil yang terbang sembarangan," kata dia seperti dikutip Sputniknews. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya