Apartemen DPR, Buat Apa?

Ilustrasi ruang sidang paripurna DPR.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat kembali menjadi sorotan, yang lagi-lagi membuat publik geleng-geleng kepala. Di masa reses dan menjelang sidang tahunan, elite wakil rakyat di Senayan melontarkan usulan kontroversial yang mengundang kritik dari berbagai pihak.

Jadi Pimpinan DPR, Begini Ribetnya Kesibukan Azis Syamsudin

Usulan kali ini terkait pembangunan apartemen DPR yang masuk dalam rencana penataan kawasan parlemen. DPR meminta kenaikan anggaran menjadi Rp5,7 triliun pada tahun anggaran 2018. Angka ini naik 34 persen dari anggaran DPR tahun anggaran 2017 sebesar Rp4,26 triliun.

Elite Senayan menilai kenaikan anggaran DPR sudah seharusnya dilanjutkan dengan pembangunan gedung baru untuk anggota dewan yang masuk rencana penataan kawasan parlemen. Selain gedung baru, renovasi parlemen ini mencakup pembangunan alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, hingga integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.

Formappi Khawatir DPR Era Puan Maharani Cuma Jadi Stempel Jokowi

Isu lama yang belum terealisasi kembali dimunculkan. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah termasuk elite Senayan yang memulai isu perlunya pembangunan apartemen ini. Ia melihat usulan ini diperlukan agar anggota dewan lebih efisien, karena tinggal dekat dengan kompleks parlemen di Senayan.

Jika apartemen untuk DPR bisa terwujud maka tidak ada alasan anggota dewan bolos sidang karena alasan macet, terlambat dan segala alasan yang berkaitan dengan persoalan jarak. Pembangunan apartemen DPR ini dianggap sebagai perluasan dari penataan kawasan parlemen.

10 Hari Usai Dilantik, Anggota DPR Masih Kongko-kongko Tunggu Gaji

Konsep anggota dewan tinggal dekat dengan parlemen dianggap sebagai ide yang sesuai. Bukan jauh dari Senayan seperti adanya rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan. Lokasi yang diinginkan untuk membangun apartemen DPR ini di bekas lahan Taman Ria Senayan.

"Anggota DPR di masa datang dia mesti tinggal di dekat DPR. Itu ide dari perluasan (Kompleks Parlemen). Kalau dia tinggal dekat DPR, dia tidak ada alasan macet," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 10 Agustus 2017.

Usulan pembangunan apartemen pun banjir kritikan. Bahkan internal DPR terbelah karena usulan ini. Beberapa fraksi menolak usulan ini karena bukan prioritas. Fasilitas yang menjadi kebutuhan mendesak DPR adalah ruang kerja dan sarana pendukungnya.

"Kalau ada apartemen, itu rumah dinas di Kalibata bagaimana? Apartemen kita belum butuh, tapi yang mendesak itu ruang kerja. Kapasitas anggota dewan sudah enggak cukup dengan gedung sekarang," ujar Wakil Ketua Fraksi PKB Daniel Johan kepada VIVA.co.id, Selasa, 15 Agustus 2017.

Kritikan lain datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Keheranannya karena DPR kembali memulai dorongan fasilitas yang tak dinilai tak mendesak. Usulan pembangunan apartemen di lahan bekas Taman Ria Senayan dianggap janggal.

Mengacu pada 2009, anggaran negara sudah dipergunakan untuk membiayai renovasi 495 rumah dinas anggota DPR di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Dikutip dari situs web resmi DPR, renovasi itu menghabiskan anggaran sebesar Rp355.544.100.000.

Pihak DPR disarankan agar tak mubazir dalam penggunaan keuangan negara. Renovasi yang dilakukan pada 2009 lalu di rumah dinas baiknya dimanfaatkan terlebih dulu.

"Jadi sebenarnya, semestinya dimanfaatkan dulu hasil dari rehabilitasi besar-besaran itu. Masih ingat, kan? Ratusan miliar digunakan untuk merehabilitasi rumah-rumah DPR sehingga jauh lebih baik dari sebelumnya," kata JK di kantor Wakil Presiden, 15 Agustus 2017.

Selanjutnya...Miskin Prestasi

Miskin Prestasi

Usulan pembangunan apartemen dinilai layak ditolak. Selain kinerja yang belum terlihat, selama ini DPR lebih dipandang negatif ketimbang positif. Mulai rendahnya pencapaian legislasi hingga anggota dewan yang kerap tersangkut kasus hukum terutama korupsi.

Isu DPR perlu gedung baru sudah mencuat saat era kepemimpinan Marzuki Alie. Saat itu, kritikan dan hujatan habis membuat hanya sekedar wacana. Namun, pembangunan gedung baru berlanjut di era Setya Novanto dengan konsep rencana penataan kawasan parlemen.

Di era Novanto bahkan sempat muncul DPR menggelar sayembara desain arsitektur terkait 7 proyek yang masuk dalam konsep rencana penataan kawasan parlemen. Sayembara ini dibuat resmi Sekretariat Jenderal DPR yang bekerja sama dengan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Jakarta pada 2015 lalu. Kritikan pun datang bertubi-tubi termasuk kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang gencar mempromosikan sayembara tersebut.

Kali ini, isu pembangunan gedung baru DPR diselingi perlunya apartemen DPR. Pembangunan apartemen karena dalam penataan kawasan parlemen ada integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR

"Kalau memang butuh apartemen, bukan berarti enggak miskin prestasi, kerja enggak jelas. DPR harusnya buktikan dulu dengan kinerja. Ini malah minta apartemen," kata pengamat Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada VIVA.co.id, Selasa, 15 Agustus 2017.

Dibandingkan era sebelumnya, DPR di bawah kepemimpinan Setya Novanto memiliki catatan prestasi terburuk. Setiap tahun, DPR era Novanto tak bisa memproduksi lebih dari 9 rancangan undang-undang (RUU). Padahal, DPR sering menyampaikan targetnya ingin 40 RUU setiap tahun.

Seharusnya jika DPR bisa membuktikan dengan kinerja, rakyat dengan sendirinya bisa mendapatkan kepercayaan. Jika rakyat percaya, DPR bisa menuntut haknya yang dianggap untuk mendukung pekerjaan.

"Ini masalahnya mental dan karakter DPR. Mereka ingin sesuai kepentingan sendiri, bukan suara rakyat. Tolak itu usulan apartemen DPR," tutur Lucius.

Gedung DPR/MPR.

Gedung K2, komplek parlemen, Senayan, Jakarta.

Tunggu Sikap Jokowi

Pihak DPR menunggu momen Presiden Joko Widodo saat membacakan nota keuangan negara dalam sidang tahunan, Kamis, 16 Agustus 2017. Menunggu penyampaian pidato Jokowi menjadi kunci kengototan DPR untuk pembangunan gedung baru termasuk apartemen berlanjut atau tidak.

Pembangunan gedung baru DPR sebenarnya sudah pernah masuk rencana yang sempat masuk anggaran pada 2016-2017. Namun, batal terealisasi karena tak terserap sehingga dikembalikan kepada negara.

Secara angggaran, DPR sudah merancang bertahap untuk pembangunan gedung baru. Rancangan gedung baru ini proyeksinya sebagai pengganti Nusantara I yang dipakai anggota dewan beserta staf dan tenaga ahli untuk ruang kerja. Anggaran Rp 500 miliar dari Rp5,7 triliun sudah direncanakan untuk membangun gedung baru.

"Rp500 miliar itu untuk pembangunan kawasan. Itu tahap pertama," kata Kepala Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Anton Sihombing, di gedung DPR, Selasa, 15 Agustus 2017

Salah satu alasan perlunya gedung baru karena jumlah anggota dewan pada 2019 bertambah 15 menjadi 575 orang. Jumlah ini tentu tak bisa disamakan dengan era awal 1990-an yang anggota DPR belum banyak. Setiap periode, jumlah anggota dewan mengalami kenaikan.

"Tahun ke tahun anggota DPR bertambah. Tahun 2004 menjadi 550. 2009 itu 560 sampai sekarang. Nah, 2019 kan ada 575. Kapasitas gedung idealnya 800 orang, sekarang sudah 5 ribu orang. Ya, wong edan kalau dipertahankan," tuturnya.

Selanjutnya, Apa Urgensinya?

Apa Urgensinya?

DPR terbelah karena usulan koleganya sendiri. Usulan pembangunan apartemen dinilai tak mendesak dan bukan menjadi prioritas. Namun, ada fraksi yang pasang badan bahwa apartemen DPR sudah menjadi kebutuhan dan harus dibangun untuk menunjang kinerja aktivitas anggota dewan.

Fraksi Hanura menilai usulan pembangunan apartemen sudah tepat. Dengan apartemen, kinerja DPR diyakini bisa membaik. Pasalnya, selama ini rumah dinas tak berada di kompleks parlemen, Senayan.

"Jadi rumah dinas yang selama ini ada kan tidak berada di kompleks perkantoran Senayan. Kita lihat di paripurna, tingkat kehadirannya rendah," kata Sekretaris Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana kepada VIVA.co.id, Selasa, 15 Agustus 2017.

Usulan Dadang pun tak mau pusing dengan keberadaan rumah dinas DPR di Kalibata, Jakarta Selatan. Menurut dia, rumah dinas di Kalibata bisa diserahkan kembali kepada negara. Dengan apartemen DPR, maka menurutnya bisa memudahkan pergerakan anggota dewan.

"Jadi dengan cepat anggota sudah bisa hadir di tempat sidang, termasuk untuk rapat-rapat sampai malam. Kalau tempat tinggal anggota berada di Kompleks Senayan, itu akan lebih mudah," lanjut Wasekjen DPP Hanura itu.

Lagipula, ia meminta usulan apartemen ini jangan diperdebatkan. Tujuan adanya apartemen ini adalah untuk kepentingan DPR ke depan. Sehingga menurut dia belum tentu anggota parlemen periode saat ini bisa menggunakan apartemen itu.

"Perlu diketahui, kalau itu dibangun kan belum tentu anggota DPR yang sekarang dapat menempatinya. Itu untuk kepentingan ke depan, periode berikutnya dan seterusnya. Kita berpikir ke depan saja," kata Dadang.

Rapat Paripurna di DPR beberapa waktu lalu.

Paripurna DPR yang banyak anggota dewan bolos jadi alasan perlunya apartemen khusus.

Sementara, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menekankan pembangunan apartemen baru sebatas wacana. Usulan ini memang harus dibicarakan bersama-sama. Secara pribadi, ia setuju wacana ini karena membuat efektif anggota dewan karena memudahkan kinerja.

Terkait pembahasan ini, menurutnya masih akan dibicarakan karena waktunya masih ada.

"Masih ada waktu untuk pembicaraannya ya," tutur Fadli.

Kritikan dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal wacana pembangunan apartemen. Ia mengingatkan DPR bahwa pemerintah saat ini masih memberlakukan moratorium pembangunan gedung baru.

JK menekankan gedung yang tak terkena moratorium adalah yang kebutuhannya mendesak. Menurut dia, sejumlah gedung yang pembangunannya tidak termasuk ke dalam moratorium adalah gedung-gedung yang dinilai tidak mahal, namun keberadaannya mendesak.

"Yang dibangun sekali lagi hanya sekolah, rumah sakit, dan balai penelitian. Jadi semestinya, DPR diharapkan memahami hal tersebut," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 15 Agustus 2017.

Lebih baik, kata JK, DPR mengoptimalkan keberadaan rumah dinas DPR di Kalibata, Jakarta Selatan ketimbang apartemen baru.

"Jadi sebenarnya, semestinya dimanfaatkan dulu hasil rehabilitasi besar-besaran itu," ujar JK. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya