Menguak Harta Bos First Travel

Konferensi Pers Kasus First Travel di Bareskrim Polri
Sumber :
  • VIVA.co.id / Irwandi Arsyad

VIVA.co.id – Publik tanah air belakangan ini diramaikan dengan pemberitaan mengenai adanya biro perjalanan umrah yakni PT First Anugerah Wisata atau First Travel yang menunda keberangkatan ratusan jemaahnya. Kabar ini sebelumnya juga viral di media sosial akibat peserta umrah murah di travel tersebut mengeluhkan persoalan yang menimpa mereka.

Datangi Kejari Depok, Korban First Travel Minta Aset Segera Dikembalikan

Tak hanya di media sosial, sebagian dari peserta itu juga melapor ke Kementerian Agama. Atas laporan itu, Kemenag lalu memanggil First Travel pada Selasa, 18 April 2017 atau lima bulan yang lalu.

Dalam prosesnya, Kemenag kemudian meminta mereka untuk segera memberikan jadwal keberangkatan yang pasti kepada jemaah. Pihak travel juga diminta untuk segera mendata ulang jemaah yang mendaftar promo sejak tahun 2015, namun hingga saat ini belum mendapatkan jadwal keberangkatan atau sudah mendapat jadwal tapi masih tertunda.

Pengacara Sebut Ada Aset Bos First Travel yang Raib

Atas persoalan ini, First Travel bukan tidak pernah bersuara. Tercatat, mereka pernah menggelar konferensi pers dan mengungkapkan sejumlah dalih atas keluhan para jemaah misalnya mengalami kesulitan membuat visa. Bahkan, dalam kesempatan itu mereka menolak disebut sebagai penipu.

Persoalan pun terus bergulir. Para jemaah menuntut uang mereka kembali. Sedangkan First Travel mangkir dari mediasi dengan para jemaah yang digelar oleh Kemenag.

First Travel Salahkan Negara karena Gagal Tunaikan Tuntutan Jemaah

Sampai kemudian pada Rabu, 8 Agustus 2017, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menangkap pasangan suami istri yang merupakan pemilik penyelenggara ibadah umrah, First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan. Keduanya ditangkap usai mengggelar konferensi pers di Kompleks Kementerian Agama, Jakarta Pusat.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan pemberian janji dengan menawarkan biaya umrah serta dijerat dengan Pasal 55 Juncto Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP serta UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal itu merujuk laporan korban dan agen yang telah dimintai keterangan penyidik.

Dalam kasus ini, Markas Besar Polri mencatat kerugian calon jemaah mencapai Rp848.700.100.000. Jumlah itu merupakan kalkulasi dari 72.682 calon jemaah promo yang mendaftar pada bulan Desember 2016 sampai dengan Mei 2017.

Dari jumlah itu, 14 ribu calon jemaah umrah sudah diberangkatkan ke tanah suci Mekah. Sedangkan 58.682 belum diberangkatkan.

Jumlah Rp848 miliar itu dihitung dari setoran calon jemaah umrah promo yang berjumlah 58.682. Ditambah setor carter pesawat oleh calon jemaah dengan total Rp9.547.500.000.

Selain itu, tersangka juga memiliki utang pada provider tiket Rp85 miliar. Utang provider visa Rp9,7 miliar dan utang hotel di Arab Saudi Rp24 miliar.

Selanjutnya...

Deretan Harta dan Aset

Tak lama setelah penangkapan, tim penyidik Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di sejumlah kantor First Travel di Jakarta dan Depok serta rumah Andika dan Anniesa di Sentul, Bogor. Dari sana, mereka menyita sejumlah dokumen dan aset bergerak maupun tidak bergerak.

Salah satunya adalah mobil. Sedangkan rumah dan kantor First Travel juga disita serta dipasang garis polisi.

"Kemarin (penyidik) melakukan penyitaan enam kendaraan, sekarang masih melakukan tracing (pelacakan) aset-aset dia. Sehingga kita bisa tahu, karena yang diketahui posisi terakhir rekeningnya hanya Rp1,3 juta itu atas nama PT First Anugerah Karya Wisata, berarti kan atas nama perusahaan," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 15 Agustus 2017.

Dari enam mobil yang diamankan, dua di antaranya merupakan mobil yang disewa oleh First Travel. Kedua mobil itu pun terpaksa dikembalikan oleh penyidik kepada pihak rental. Sebab, info awal bahwa enam mobil itu dibeli dari dana calon jemaah umrah di First Travel.

"Soal mobil ada dua yang rental sehingga kita kembalikan ke rental. Dari penelusuran kita ada yang melapor karena mobil dirental oleh First Travel. Jadi kita kembalikan," lanjut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Herry Rudolf Nahak.

Herry mengatakan, sejumlah barang bukti yang disita yakni dokumen yang berhubungan dengan kasus yang mereka tangani. Sementara aset yang disita, kendaraan, kantor dan rumah pemilik First Travel.

"Asetnya terutama kantor dan rumah dan kendaraan. Rumah yang di Sentul," ujarnya.

[Baca: Melongok Isi Rumah Megah Nan Mewah Bos First Travel]

Dari perkembangan proses penyidikan, polisi diberitakan menyita lima kendaraan roda empat sebagai barang bukti. Di antara lima mobil itu terdapat sejumlah mobil mewah.

Lima mobil itu yakni, Volks Wagen Caravelle warna putih dengan nomor polisi F 805 FT, Mitsubishi Pajero berwarna putih dengan nomor polisi F 111 PT, dan Toyota Vellfire berwarna putih dengan nomor polisi F 777 NA.

Kemudian, ada Toyota Fortuner berwarna putih dengan nomor polisi B 28 KHS dan Daihatsu Sirion berwarna putih dengan nomor polisi B 288 UAN. Selain itu, terdapat 11 mobil masih dalam penelusuran karena berpindah tangan atau dijual oleh tersangka.

"Sejumlah kendaraan bermotor, mobil sebagian sudah dijual," kata Herry di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Agustus 2017.

Tak hanya mobil mewah, belasan rumah mewah dan kantor juga diamankan penyidik. Dari sumber VIVA.coid, menyebut aset itu di antaranya sebagai berikut:

1. Rumah mewah kompleks Sentul City di Jalan Venesia Selatan No 99 RT 01 RW 05 Sumur Batu, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Rumah tinggal di kompleks Vasa Cluster di Jalan Kebagusan Dalam 4 Nomor 5 Kav. D, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

3. Rumah kontrakan di Jalan Benda Raya Gang Bambu Kuning nomor 15 RT 5 RW 04, Cilandak, Jakarta Selatan.

4. Kantor First Travel Building di Jalan Radar Auri nomor 1, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

5. Kantor PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel di GKM Tower, Jalan TB Simatupang Kav. 896 lantai 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

6. Kantor PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel di VIP Lounge di gedung Atrium Mulia Suite 101, Jalan H.R. Rasuna Said Kav B 10/11, Kuningan, Jakarta Selatan.

7. Butik Anniesa Hasibuan di gedung Promenade nomor 20 unit F dan G, Jalan Bangka Raya, Kemang, Jakarta Selatan.

Polisi menduga pemilik First Travel juga memiliki aset restoran mewah di jantung Kota London, Inggris. Restoran bernama Nusa Dua tersebut terletak tak terlalu jauh dari Istana Buckingham dan Big Ben, London. Menurut Herry, informasi itu merupakan pengakuan dari tersangka.

Kepada polisi, tersangka mengaku memiliki 40 persen saham di restoran tersebut. Tapi penyidik masih mendalami dan mempelajari kebenarannya.

"Itu sedang kami telusuri (saham 40 persen di restoran Nusa Dua), karena itu baru keterangan ya. Kami telusuri sesuai mekanisme yang ada bahwa kepemilikan di luar negeri ini, infonya dia pemegang saham dari restoran itu. Nanti kami telusuri informasi itu kebenaran berdasarkan dokumen-dokumen yang ada," kata Herry saat dihubungi, Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2017.

Herry mengatakan, saat ini kepolisian baru mengetahui informasi terkait adanya kepemilikan restoran Nusa Dua di London, Inggris. Tapi terkait dokumen kepemilikan itu masih dalam tahap penelusuran.

"Sementara ini kita informasi dari si pelaku, kami telusurinya harus dari dokumen, enggak bisa omongan saja. Karena berpengaruh pada orang lain. Kalau dia bilang itu punya, kan pengaruhi pemilik atau pemegang saham yang lain, apakah saham itu sudah diperjualbelikan atau masih atas nama dia itu masih harus kami cek," ujarnya menjelaskan.

Herry menyebutkan bahwa restoran itu diduga dibeli oleh tersangka sekitar 700 ribu poundsterling atau hampir Rp15 miliar.

[Baca: Mewahnya Restoran Milik Bos First Travel di Inggris]

Selain aset berbentuk rumah, restoran atau mobil, polisi menemukan harta lainnya misalnya sembilan pucuk airsoft gun saat penggeledahan di rumah pemilik First Travel di Sentul, Bogor. Kemudian, 47 tabungan atas nama Andika, Anniesa, beberapa PT dan yayasan atas nama tersangka.

Khusus untuk Anniesa juga tercatat memiliki banyak koleksi barang mewah seperti tas Hermes, pakaian mewah, mantel merek ternama di dunia. Kemudian beberapa toko di department store ternama di Jakarta, seperti Metro Department Store Pondok Indah Mall, Metro Department Store Plaza Senayan, Debenhams dan Central Department Store.

[Baca: Selain Tas, Bos First Travel Pun Koleksi Mantel Chanel]

Selain aset itu, pemilik First Travel ternyata memiliki sejumlah utang. Ada sejumlah hotel di Mekah dan Madinah, yang melapor bahwa perusahaan itu belum membayar biaya penginapan dari 2015 sampai 2017 senilai Rp24 miliar.

Kemudian ada juga utang Rp80 miliar terhadap seseorang. Andika dan Anniesa menjaminkan beberapa aset seperti rumah mewah, beberapa kendaraan, dan kantor First Travel.

Selanjutnya...

Untuk kepentingan pribadi

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan turut menelusuri aliran dana First Travel sejak bulan Juli 2017. Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badarudin, mengatakan ada aliran dana jemaah yang dikumpulkan First Travel menuju ke berbagai hal salah satunya investasi valas (valuta asing).

"Kami lihat paling tidak ada tiga jenis itu, pertama uang masuk itu kemudian dia salurkan dalam bentuk rekening lain. Ada yang dalam valas, ada rupiah, pindah lokasi, mendekati bisnis dia yang lain," kata Badar ditemui di kantornya, Kamis, 24 Agustus 2017.

Selain itu, ada uang yang dikeluarkan untuk kepentingan belanja terkait bisnis. Beberapa di antaranya, belanja tiket, dan membayar jasa sewa hotel.

"Tiket, hotel, yang berkaitan dengan jemaah. Yang kedua ada yang diinvestasikan, yang ketiga yang dikeluarkan dalam bentuk keperluan lain, seperti pribadi, dan sebagainya," kata Badar.

Badar menyebut uang First Travel yang dipakai untuk keperluan pribadi di antaranya membeli rumah, mobil, dan tanah. Bahkan ada beberapa di antaranya uang dipakai untuk liburan.

"Ada yang dibelikan mobil, atau rumah, tanah, atau juga ada pengeluaran yang sifatnya non, tidak bisa dilihat, dalam arti liburan, barang-barang yang keperluan pribadi misalnya sepatu," katanya.

Badar menyebut penelusuran PPATK dilakukan atas inisiatif sendiri. Hal itu berdasarkan pemberitaan di media massa.

"Kami lihat setelah ada pemberitaan bahwa banyak orang yang belum berangkat. Kami terus lihat lebih dalam lagi travel itu," katanya.

Walapun begitu, ia menambahkan, instansinya akan tetap melaporkan penemuan aliran dana tersebut ke kepolisian. Menurutnya, dia tidak berkompeten menyebut apakah aliran dana tersebut termasuk penyalahgunaan dana.

"Saya tidak punya kewenangan untuk nilai dia tepat atau tidak, penyalahgunaan atau tidak yang kami lihat hanya transaksi," ujar dia.

Dia khawatir, dengan menyampaikan pandangan tersebut, dianggap sebagai pandangan pribadi. Dia hanya menegaskan, hasil penelusuran PPATK terkait rekening First Travel segera diserahkan ke penegak hukum.

"Kalau kami sampaikan itu nanti masuk unsur pandangan pribadi. Kan harus diuji dengan dikonfrontir lagi, ditanyakan dan kami itu tidak bisa. Oleh karena itu, hasil analisis kami itu kalau sudah selesai, kami sampaikan ke penegak hukum," kata dia.

Selain bisnis valas dan pembelian barang pribadi, uang First Travel juga diduga dipakai memang untuk keperluan bisnis perjalanan umrah. Adapun First Travel terpantau belanja tiket, dan membayar jasa sewa hotel perjalanan umrah.

Badar juga enggan membeberkan persentase aliran First Travel, lebih banyak digunakan keperluan usaha atau hal lain di luar bisnis perjalanan umrah.

"Kami belum lihat angka persisnya. Tapi karena masih berkembang belum bisa kami sebutkan," ujar dia.

Badar menekankan, penelusuran aliran dana First Travel dilakukan sejak 2011 atau sejak First Travel memulai bisnis perjalanan umrah. Jadi menurutnya hasil penelusuran PPATK terhadap aliran dana First Travel, terbilang komprehensif untuk disampaikan ke penyidik.

[Baca: Ternyata, Uang Jemaah First Travel Dibelikan Rumah dan Mobil]

Sementara itu, Kepala Biro Penerangaan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rikwanto di Markas Polda Metro Jaya, dalam sebuah kesempatan pada Rabu, 23 Agustus 2017, mengungkapkan bahwa institusinya terus bekerja sama dengan Kementerian Agama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan untuk menelusuri dana yang dimiliki pasangan suami istri tersebut.

Dia menyebutkan nilai dari aset yang diamankan tidak mencapai Rp100 milliar. Sementara utang mereka sendiri diketahui mencapai Rp800 miliar.

"Masih jauh (dari menutupi kerugian para jemaah). Makanya kami akan cari terus, ke mana saja aliran dana itu," katanya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya