Mengapa Nyamuk Jadi Pembunuh Mematikan?

Gigitan nyamuk.
Sumber :
  • Pixabay/Nuzree

VIVA.co.id – Sadarkah Anda, bila nyamuk-nyamuk yang berkeliaran di sekitar Anda semakin banyak saja? Meski sudah dibasmi menggunakan obat serangga, nyamuk seolah tak berhenti datang dan mengganggu. 

Setelah 20 Tahun Tak Ada, Malaria Kembali Menyerang AS

Padahal, tak hanya menggangu kenyamanan, gigitan nyamuk juga disebut-sebut sebagai pemicu berbagai ancaman dari wabah penyakit berbahaya. Tidak sedikit penyakit akibat gigitan nyamuk yang telah terkonfirmasi (ditemukan di Indonesia, sebut saja demam berdarah dengue (DB), malaria, chikukunya, dan wabah zika yang belakangan hadir dan meneror ibu hamil.

Indonesia memang salah satu negara yang rentan ancaman penyakit yang ditularkan lewat gigitan nyamuk. Dewasa ini, jumlah penyakit yang ditularkan juga semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah bertambahnya populasi nyamuk.

Gejala Malaria, Penjelasan dan Penyebabnya

Menurut Dr. dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI dari Pesatuan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi (PETRI), bertambahnya populasi nyamuk tersebut salah satunya dipicu dari perubahan iklim.

"Suhu atau temperatur yang semakin tinggi, membuat nyamuk jadi 'doyan kawin'. Sehingga, telur semakin banyak, semakin banyak juga orang yang tertular penyakit," ujar Leo ditemui VIVA.co.id di Jakarta.

4 Provinsi Ini Telah Eliminasi Penyakit Malaria

Selain itu, nyamuk-nyamuk juga menjadi semakin 'bandel'. Menurut Leo, nyamuk merupakan serangga yang sangat pintar beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. 

Jika dulu nyamuk bisa ampuh dibasmi dengan obat nyamuk tertentu, belakangan nyamuk sudah kebal dan tidak mempan lagi menggunakan obat nyamuk itu.

"Jadi, nyamuk itu bisa terbang lagi, dia jadi tambah kuat. Karena, dia paling cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan, termasuk ruangan yang terus menerus disemprot obat nyamuk tertentu," kata Leo.

Nyamuk membunuh lebih banyak dari hewan buas

Ternyata, nyamuk adalah serangga kecil yang mematikan. Bahkan, data terbaru menyebutkan bahwa hewan kecil ini menduduki peringkat pertama hewan yang paling banyak membunuh manusia di muka bumi ini dibandingkan dengan hewan buas lainnya.

Data WHO tahun 2016 menunjukkan, jumlah kasus kematian akibat gigitan nyamuk mencapai 725 ribu per tahun. 

Jumlah penyakit yang ditularkan nyamuk mencapai 17 persen dari seluruh penyakit menular, dengan kematian mencapai satu juta per tahun, dan paling banyak terjadi di Afrika.

"Malaria menyebabkan kematian 14 ribu orang per tahun, terutama di Afrika. Sementara itu, di Indonesia, kematian akibat demam berdarah masih tinggi," ujar Leo.

Leo menambahkan bahwa lebih dari 2,5 miliar orang di lebih dari 100 negara berisiko tertular demam berdarah, dan 3,2 miliar orang berisiko tertular malaria.

Sedangkan bila dibandingkan dengan ular yang menduduki posisi kedua, kematian yang diakibatkan oleh ular diketahui jumlahnya hanya 94 ribu per tahun. Lalu, di posisi ketiga di duduki oleh anjing (rabies) yang mencapai hinga 25 ribu kematian. 

"Bukan karena nyamuknya itu sendiri, melainkan karena nyamuk adalah vektor tular yang menularkan, baik dari manusia ke manusia, atau dari binatang ke manusia," ujar Leo.

Ada tiga penyakit utama yang ditularkan melalui nyamuk, yaitu malaria, demam berdarah, dan filariasis. Selain itu, dana yang dihabiskan sekitar Rp2 triliun hanya untuk penanggulanan dan pengobatan ketiga penyakit ini.

Penelitian dr. Leonard tahun 2009 menunjukkan, satu kasus DB menghabiskan rata-rata 1,5 juta rupiah, belum termasuk transportasi dan lost of income dan biaya penanggulangan wabah. 

Sementara itu, jenis nyamuk penyebab ketiga penyakit tadi adalah Aedes (terutama Aedes aegypti) yang juga menyebabkan yellow fever, zika, dan chikungunya. Sedangkan nyamuk Anopeles (penyebab malaria) dan nyamuk Culex (nyamuk rumah atau kebon,) yang dapat menularkan kaki gajah (filariasis) dan enchepalitis.

Berikutnya, penting kenali jenis nyamuk>>>

Penting kenali jenis nyamuk dan penyakit yang dibawanya

Tidak semua jenis nyamuk membawa virus yang sama untuk ditularkan. Nyatanya, ada beberapa jenis nyamuk di Indonesia yang membawa virus dan penyakit berbeda. Selain Aedes aegypti yang paling sering kita dengar, jenis nyamuk apa lagi yang penting untuk kita kenali? Berikut di antaranya.

Nyamuk culex

Nyamuk culex adalah nyamuk yang menyebabkan penyakit kaki gajah (elephantiasis). Nyamuk ini menyebarkan parasit filaria melalui gigitannya sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh limfa di kaki atau lengan, menyebabkan bengkak sehingga disebut kaki gajah.

Kaki gajah bukan suatu penyakit mematikan, tetapi menimbulkan stigma buruk, dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Bila sudah bengkak, tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan, hanya untuk memperkecil pembengkakan. Nyamuk ini berkembangbiak di saluran air, septic tank, parit, genangan hujan, dan tempat gelap seperti rumah. 

Nyamuk anopheles

Nyamuk anopheles dapat menularkan parasit plasmodium penyebab penyakit malaria. Nyamuk yang menularkan adalah betina, ia menggigit karena memerlukan darah (protein) untuk mematangkan telur-telurnya. Nyamuk anopheles menyukai daerah yang memiliki kelembaban tinggi di atas 60 persen.

Selain itu, nyamuk ini aktif memasuki rumah pukul 17.00-22.00 malam, dan sangat aktif sampai menjelang pagi dan tengah malam. Secara umum nyamuk Anopheles penyebab malaria banyak ditemukan, terutama di area perkebunan dan persawahan, atau daerah pinggiran dan jarang ditemukan di daerah urban.

Nyamuk aedes aegypti

Berbeda dengan nyamuk Anopheles maupun Culex, nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah, sangat aktif di siang hari. Selain menyebarkan virus dengue penyebab demam berdarah, belakangan nyamuk Aedes juga menimbulkan wabah zika. Virus zika, meskipun tidak menyebabkan kematian, tetapi berbahaya jika menginfeksi perempuan hamil karena dapat menyebabkan cacat janin yaitu mikrosepalus (otak mengecil) menyebabkan perkembangan anak terhambat dan usia anak tidak panjang.

Aedes juga menyebakan penyakit chikukunya dengan gejala peradangan sendi yang dapat menjadi kronis, dengan gejala seperti lumpuh layuh. Ketiga penyakit, DB, chikungunya, dan zika, sudah terkonfirmasi pernah terjadi di Indonesia.

DIlansir dari laman situs WHO, nyamuk aedes aegypti, karena perubahan iklim, memiliki daya jelajah semakin meluas. Di wilayah yang tadinya nyamuk Aedes tidak dapat hidup, sekarang dapat hidup karena suhu menghangat. Misalnya Eropa, yang tadinya steril dari nyamuk Aedes, misalnya di Sisilia Italia mulai ditemukan kasus DB yang bukan ‘penyakit import’.

Tahun 2016, WHO membuat peta penyebaran DB di dunia. Di Indonesia sendiri sejak tahun 1970, sudah ditemukan virus dengue. Saat ini, di hampir seluruh propinsi di Indonesia sudah terjangkit virus dengue. Selain di Eropa, kasus dengue juga ditemukan di perbatasan di Meksiko dan Amerika. 

“Ini menjadi salah satu penyebab jumlah kasus DB meningkat karena penyebaran nyamuk semakin meluas,” tambah Leo.

Selanjutnya, Nyamuk semakin kuat>>>

Nyamuk semakin kuat, masih efektifkah program pemberantasannya?

Masihkah Anda ingat dengan program pemerintah soal memberantas jentik nyamuk? Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan metode 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur ternyata masih efektif diterapkan dengan kondisi nyamuk saat ini.

Namun, untuk mengoptimalkan, sekarang program PSN tersebut dikembangkan menjadi PSN 3M plus, ditambah memodifikasi, atau mendaur ulang benda-benda yang menjadi sarang nyamuk menjadi benda lain yang lebih berguna.

Selain 3M plus, pilihan yang banyak dilakukan masyarakat untuk memberantas nyamuk adalah dengan menggunakan bahan kimia. Padahal, penggunaan bahan kimia jangka panjang justru menyebabkan nyamuk menjadi resisten.

"Pengendalian dengan bahan kimia yang menyebabkan nyamuk menjadi resisten juga perlu dikurangi. Beberapa zat kimia yang dibatasi adalah DDT dan organofosfat. Tadinya senyawa kimia efektif membasmi nyamuk, tetapi nyamuk dapat beradaptasi dengan lingkungan termasuk senyawa pembasmi nyamuk (DDT dan organofosfat) sehingga resisten," ujar Leo.

Hal serupa juga disampaikan Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K). Dia mengkhawatirkan penggunaan bahan kimia fogging yang diandalkan masyarakat.

Menurut Nila, pengasapan (fogging) bukan strategi yang utama dalam mencegah demam berdarah dengue (DBD). Fogging tidak boleh dilakukan secara rutin, hanya dilakukan saat terjadi kasus di suatu wilayah, sehingga daerah di sekitarnya melakukan fogging untuk memberantas nyamuk sebagai vektor penyakit DBD.

“Pencegahannya itu bukan melalui fogging, tetapi bagaimana kita menjaga kebersihan dan menghilangkan jentik nyamuk. Fogging ini kan memakai insektisida, sehingga kita khawatir ada resistensi,” ujar Menkes kepada sejumlah media usai melantik dua pejabat tinggi Madya di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Menkes menjelaskan bahwa menghilangkan jentik-jentik nyamuk (larva) itu lebih mudah daripada mengendalikan saat sudah menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di genangan air yang bersih di sekitar lingkungan kita.

“Untuk pemberantasan jentik ini kita bisa lakukan berbagai cara, salah satunya adalah menaburkan bubuk abate (abateisasi),” tutur Menkes.

Tak hanya fogging, lebih lanjut Leo menjelaskan bahwa penggunaan obat nyamuk (organoosta) yang beredar di masyarakat dalam waktu lama menyebabkan nyeri kepala kronis dan kelelahan kronis. 

"Obat anti nyamuk kimiawi generasi sekarang, konsepnya bukan lagi membunuh nyamuk, tetapi membuat pingsan nyamuk. Bahkan sampai 24 jam. Diharapkan selama dia pingsan itu, tidak mendapatkan asupan makanan, sehingga akan mati," ujar Leo.

Pencegahan lainnya adalah dengan perlindungan perorangan yaitu, dengan penggunaan pakaian pelindung, menggunakan insektisida rumah tangga seperti koil nyamuk, aerosol, electric vaporizer mats, atau liquid vaporaizer. Bahan-bahan penolak nyamuk seperti ektrak tumbuhan juga dapat dimanfaatkan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya